Putin Siap Kompromi dengan Trump Terkait Ukraina

- Putin siap melakukan kompromi dengan Trump terkait perang di Ukraina
- Presiden Rusia tidak memiliki persyaratan untuk memulai perundingan dengan Ukraina
- Putin klaim bahwa perang membuat Rusia lebih kuat, dan membahas rudal hipersonik baru Oreshnik
Jakarta, IDN Times - Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan bahwa dia siap melakukan kompromi dengan Presiden Amerika Serikat (AS) terpilih, Donald Trump, terkait perang di Ukraina. Dia menyampaikan hal itu dalam acara sesi tanya jawab Direct Line dan konferensi pers akhir tahun pada Kamis (19/12/2024).
"Saya siap untuk (pembicaraan) ini, tentu saja, kapan saja. Dan saya juga akan siap untuk pertemuan, jika dia (Trump) menginginkannya," katanya, dikutip Tass.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova, sebelumnya pernah mengatakan bahwa Kremlin siap untuk melakukan kontak dengan Gedung Putih. Tujuannya, untuk menyelesaikan krisis Ukraina. Namun, belum ada usulan serius dari timnya Presiden Trump.
1. Rusia siap berunding

Putin mengatakan bahwa dia tidak memiliki persyaratan untuk memulai perundingan dengan Ukraina. Namun dia menekankan bahwa siap untuk melakukan negosiasi dan kompromi.
"Menurut saya, orang-orang Ukraina yang ingin berperang akan segera habis. Sebentar lagi tidak akan ada lagi yang ingin berperang. Kami siap (berunding), tetapi pihak lain harus siap untuk negosiasi dan kompromi," ujarnya, dikutip VOA News.
Bulan November lalu, Putin mengatakan bahwa dirinya terbuka untuk membicarakan kesepakatan gencatan senjata dengan Trump terkait konflik di Ukraina. Akan tetapi dia mengesampingkan pemberian konsesi teritorial dan mengharuskan Kiev untuk menghentikan niatnya bergabung dengan NATO.
"Politik adalah seni kompromi. Kami selalu mengatakan bahwa kami siap untuk berunding dan berkompromi," kata Putin.
2. Putin klaim perang membuat Rusia lebih kuat
Dalam kesempatan tersebut, Putin juga mengklaim bahwa perang membuat negaranya menjadi lebih kuat. Dia bahkan mengatakan bahwa keputusan melakukan invasi seharusnya dibuat lebih awal dan lebih matang.
"(Saat ini) kami berdiri kokoh dalam hal ekonomi, kami memperkuat potensi pertahanan dan kemampuan militer kami sekarang adalah yang terkuat di dunia," ujarnya, dikutip Sky News.
Putin juga menjelaskan tentang rudal hipersonik baru, Oreshnik, ketika mendapat pertanyaan dari wartawan. Dia menantang duel teknologi tinggi, apakah teknologi Barat bisa melindungi Ukraina dari senjata tersebut.
"Biarkan mereka memilih target, mungkin di Kiev, menempatkan aset pertahanan udara mereka di sana dan kita akan menyerangnya dengan Oreshnik. Mari kita lihat apa yang terjadi," katanya.
3. Rusia tetap jadi ancaman meski perang di Ukraina berakhir

Di sisi lain, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy memberikan pidaro di Brussel, Belgia, pada Kamis (19/12/2024). Dia mendesak negara-negara Eropa untuk memberi jaminan keamanan usai perang berakhir. Dia juga mengatakan, dukungan tidak akan cukup jika hanya dari AS dibawah Trump.
Dilansir ABC, Zelenskyy pada kesempatan itu mempertanyakan kewarasan Putin. Dirinya mengimbau kepada para mitra Eropa untuk mendorong Kremlin menuju perdamaian sejati, berkelanjutan dan terjamin.
Meski perang di Ukraina berakhir, Menteri Pertahanan Finlandia Antti Hakkanen berpendapat bahwa Rusia akan tetap menjadi ancaman.
"Rusia, bersama sekutunya, akan tetap menjadi aktor berbahaya di Eropa bahkan setelah perang di Ukraina dan kita tidak dapat mengesampingkan kemungkinan (mereka) mengancam negara-negara Eropa dengan penggunaan kekuatan militer," jelasnya.