Ribuan Warga Maroko Desak Pemerintah Akhiri Hubungan dengan Israel

Jakarta, IDN Times - Ribuan warga Maroko pada Minggu (10/12/2023) turun ke jalanan Rabat untuk mendesak pemerintah mengakhiri hubungan dengan Israel. Hal itu dilakukan sebagai protes terhadap berlanjutnya serangan Israel di Jalur Gaza yang telah menewaskan ribuan warga sipil.
Sekitar tiga ribu pengunjuk rasa hadir dalam demonstrasi tersebut dengan membawa bendera Palestina. Mereka meneriakkan “Palestina tidak untuk dijual”, “Perlawanan teruskan menuju kemenangan dan pembebasan” dan “rakyat ingin diakhirinya normalisasi."
1. Demonstran serukan boikot produk yang mendukung Israel
Dalam aksi tersebut, para pengunjuk rasa pada juga menyerukan boikot terhadap merek-merek yang dianggap mendukung Israel.
“Kami menyerukan Maroko untuk mengakhiri hubungan diplomatik dengan Israel, negara yang membunuh anak-anak dan perempuan di Gaza dan menghancurkan rumah sakit dengan sangat brutal,” kata Ahmed El Yandouzi, saat sedang mengantre untuk menandatangani petisi, dilansir Reuters.
Pada 2020, Maroko menjadi negara Arab keempat yang setuju untuk menormalisasi hubungan dengan Israel setelah Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Sudan.
Namun terlepas dari kebijakan mereka untuk menormalisasi hubungan, pihak berwenang Maroko menegaskan mereka terus mendukung pembentukan negara Palestina dan mendesak gencatan senjata permanen di Gaza.
Sementara itu, partai-partai dan kelompok Islam dan sayap kiri di Maroko semakin menentang kebijakan normalisasi sejak dimulainya perang di Gaza pada 7 Oktober.
2. Pemimpin PJD sebut normalisasi dengan Israel sebagai kesalahan
Protes hari Minggu itu merupakan yang pertama dipimpin oleh PJD, partai Islam terbesar di Maroko yang memimpin pemerintahan terpilih dari 2011 hingga 2021.
PJD mulai menjabat ketika Maroko menyetujui perjanjian normalisasi dengan Israel, dengan pemimpinnya saat itu Saad Dine El Otmani menandatanganinya sebagai perdana menteri. Namun, kebijakan tersebut pada akhirnya ditetapkan oleh Raja Mohammed, yang menetapkan strategi keseluruhan.
Pemimpin PJD yang baru, Abdelilah Benkirane, menyebut penandatanganan perjanjian tersebut adalah sebuah kesalahan. Adapun kerajaan sebelumnya telah meminta PJD untuk berhenti mengkritik hubungan Maroko dengan Israel.
3. Situasi di Gaza memburuk dengan cepat
Israel telah bersumpah untuk memusnahkan Hamas setelah kelompok tersebut melakukan serangan di wilayah selatan Israel pada 7 Oktober. Tel Aviv mengatakan, 1.200 orang tewas dan 240 lainnya disandera dalam insiden tersebut.
Israel kemudian menanggapinya dengan melancarkan serangan besar-besaran di wilayah Gaza. Otoritas kesehatan di wilayah tersebut mengatakan, sedikitnya 17.700 orang dipastikan tewas akibat serangan Israel, sementara ribuan lainnya hilang dan diperkirakan tewas di bawah reruntuhan.
Konflik ini juga telah memaksa sekitar 1,9 juta warga Gaza meninggalkan rumah mereka. Dengan sedikitnya bantuan yang diperbolehkan masuk ke wilayah tersebut., mereka harus menghadapi krisis makanan, air, dan barang-barang kebutuhan pokok lainnya.
“Situasi ini dengan cepat memburuk menjadi sebuah bencana dengan potensi dampak yang tidak dapat diubah lagi bagi rakyat Palestina secara keseluruhan dan bagi perdamaian dan keamanan di kawasan ini,” kata Guterres.
Sementara itu, Amerika Serikat (AS) sekali lagi memberikan dukungannya kepada Israel, dengan memveto usulan Dewan Keamanan PBB yang menyerukan gencatan senjata kemanusiaan segera di Gaza.
Selain itu, Washington juga mendorong penjualan darurat amunisi tank senilai lebih dari 100 juta dolar AS (sekitar Rp1,5 triliun) ke Israel, dilansir Associated Press.