Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Mendikdasmen: Hidup Rukun Butuh Open Mind, Open Heart, dan Open House

Mendikdasmen RI
Mendikdasmen RI dalam International Conference on Cross-Cultural Religious Literacy atau Konferensi Internasional Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) yang diadakan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah RI bersama Institut Leimena, Selasa (11/11/2025)/dok Leimena
Intinya sih...
  • Mendikdasmen mengatakan kerukunan terwujud bila ada keterbukaan
  • Kemendikdasmen mengambil kebijakan strategis yaitu deep learning dan 7 Kebiasaan Anak Indonesia
  • Literasi keagamaan lintas budaya akan efektif bila berkolaborasi
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti, menekankan pentingnya kemampuan memahami perbedaan dan bekerja sama dengan orang lain yang berbeda, di dalam situasi masyarakat global multiagama dan multikultural.

Mu’ti mengatakan perbedaan bukanlah pemisah, melainkan penghubung yang memperkuat satu sama lain, sekaligus menjadi fondasi penting untuk mewujudkan perdamaian dan inklusivitas di dunia.

Hal itu disampaikan Mendikdasmen dalam International Conference on Cross-Cultural Religious Literacy atau Konferensi Internasional Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB), yang diadakan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah bersama Institut Leimena, yang dihadiri 209 peserta dari 29 negara, Selasa (11/11/2025).

“Kesadaran bagaimana kita bisa memahami dan menerima yang berbeda sangat penting dan telah menjadi gerakan. Bagaimana berbagai pertemuan di tingkat internasional dan regional menjadikan persoalan ini sebagai agenda bersama, untuk kita hidup saling menghormati, saling menerima, dan bekerja sama satu dengan lainnya,” kata Mu'ti.

1. Kerukunan terwujud bila ada keterbukaan

Menteri Agama Nasaruddin Umar bersama Paus Fransiskus di Masjid Istiqlal, Jakarta. (Dok Kemenag)
Menteri Agama Nasaruddin Umar bersama Paus Fransiskus di Masjid Istiqlal, Jakarta. (Dok Kemenag)

Mu’ti mengatakan kehidupan rukun dalam masyarakat yang berbeda agama dan budaya, bisa terwujud jika ada keterbukaan. Ia memakai istilah “open mind, open heart, dan open house” untuk menggambarkan bagaimana menjadikan perbedaan sebagai pintu penghubung untuk saling memperkuat satu sama lain.

“Sebagai salah satu pribadi yang terlibat dalam proses cross-cultural religious literacy atau literasi keagamaan lintas budaya yang digagas Institut Leimena dan Muhammadiyah, dan beberapa organisasi agama di Indonesia. Saya semakin percaya diri bahwa kehidupan rukun di antara masyarakat berbeda agama dan budaya, itu bisa terwujud apabila kita mencoba membuka diri, membuka hati, kemudian membuka pintu rumah kita untuk siapa pun bisa saling bekerja sama,” kata Mu’ti.

2. Kemendikdasmen mengambil kebijakan strategis yaitu deep learning dan 7 Kebiasaan anak Indonesia

Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti meluncurkan Uji Terap Penyelenggaraan PJJ di Gedung Kemendikdasmen, Kamis (7/8/2025) (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Mu’ti mengatakan Kemendikdasmen mengambil kebijakan strategis yaitu deep learning dan 7 Kebiasaan Anak Indonesia, untuk membentuk karakter generasi muda Indonesia yang terbuka dan mampu bekerja sama. Kebijakan itu sejalan dengan program LKLB yang telah diikuti lebih dari 10 ribu guru dari seluruh Indonesia.

"Kami ingin mendorong agar generasi muda ini lebih banyak memiliki aktivitas-aktivitas sosial dengan berolah raga dan aktivitas sosial dengan mereka bermasyarakat, lebih banyak bergaul dengan mereka yang berbeda, memiliki latar budaya dan agama yang berbeda, dan banyak sekali literatur dan pengalaman memberikan mereka social experience, pengalaman-pengalaman sosial yang terbuka," katanya.

3. Literasi keagamaan lintas budaya akan efektif bila berkolaborasi

Mendikdasmen Prof. Abdul Muti
Mendikdasmen Prof. Abdul Muti (Dok. Prof. Abdul Muti)

Direktur Eksekutif Institut Leimena, Matius Ho, mengatakan program LKLB di Indonesia yang diinisiasi Institut Leimena bersama lebih dari 40 mitra lembaga pendidikan dan keagamaan, memperlihatkan secara nyata ketika kemampuan berkolaborasi dengan yang berbeda agama dan kepercayaan diperkuat, maka rasa saling percaya (trust) sebagai modal sosial masyarakat juga ikut diperkuat.

Hal ini sejalan dengan rekomendasi UNESCO 2021 bahwa menghadapi dunia yang semakin terpecah, dan terpolarisasi, pendidikan masa depan perlu pedagogi yang memperkuat kerja sama dan solidaritas.

“Literasi keagamaan lintas budaya itu sendiri akan efektif ketika dikembangkan melalui kolaborasi berbagai pihak, sehingga menjadi kerangka bersama untuk belajar saling mengenal dan bekerja sama,” kata Matius.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rochmanudin Wijaya
EditorRochmanudin Wijaya
Follow Us

Latest in News

See More

Geledah Rumah Bupati Ponorogo, KPK Sita Sejumlah Dokumen dan Uang

12 Nov 2025, 08:08 WIBNews