Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Rumah Sakit di Idlib-Aleppo Lumpuh akibat Eskalasi Konflik Suriah  

sudut kota Aleppo, Suriah. (unsplash.com/Aladdin Hammami)
sudut kota Aleppo, Suriah. (unsplash.com/Aladdin Hammami)

Jakarta, IDN Times - Rumah sakit dan layanan kesehatan di kota Idlib, Suriah tidak lagi beroperasi setelah serangkaian serangan udara sejak Senin (2/12/2024). Serangan tersebut telah merusak unit perawatan intensif dan berbagai layanan khusus di sejumlah rumah sakit.

Setidaknya dua pasien di unit perawatan intensif meninggal dunia akibat pemadaman listrik dan kekurangan pasokan oksigen. Para staf medis terpaksa memindahkan pasian ke ruang bawah tanah.

Serangan udara menghantam lima fasilitas kesehatan utama di Idlib, termasuk Rumah Sakit Anak Ibn Sina dan Rumah Sakit Bersalin SAMS. Sasaran serangan lainnya adalah Rumah Sakit Universitas Idlib, Rumah Sakit Nasional, dan gedung direktorat kesehatan.

Serangan terjadi setelah kelompok pemberontak berhasil merebut seluruh provinsi Idlib dan kota strategis Aleppo.

1. Kondisi rumah sakit dan tenaga medis di Idlib-Aleppo

Dampak serangan udara telah memaksa banyak fasilitas kesehatan menghentikan operasinya. Di Kota Aleppo, dari sekitar 100 fasilitas kesehatan yang beroperasi pekan lalu, kini hanya tersisa kurang dari delapan rumah sakit yang masih berfungsi dengan kapasitas minimal.

Melansir New York Times, Rumah Sakit Universitas Idlib menjadi salah satu yang terdampak parah. Fasilitas kesehatan ini biasanya melayani 1.100 pasien per hari atau hampir 30 ribu pasien setiap bulannya. Pasien kini harus ke luar kota mencari layanan kardiologi dan kebidanan karena unit-unit tersebut hanya ada di Rumah Sakit Universitas Idlib.

Sekitar 65 organisasi nonpemerintah yang beroperasi di Aleppo dan Idlib juga telah menghentikan aktivitas mereka. Meski demikian, para tenaga medis tetap berusaha memberikan pelayanan terbaik di tengah keterbatasan yang ada.

"Para dokter dan perawat bekerja sepanjang waktu menyelamatkan nyawa, bahkan dengan risiko besar bagi diri dan keluarga mereka sendiri. Mereka memilih bertahan daripada mengungsi," ujar Christina Bethke, perwakilan WHO di Suriah, dilansir laman PBB. 

2. Fasilitas kesehatan terdampak pertempuran

Ribuan korban luka telah berdatangan ke rumah sakit rujukan dalam empat hari terakhir. Situasi ini membuat fasilitas kesehatan yang masih beroperasi kewalahan menangani pasien.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan setidaknya enam serangan terhadap fasilitas kesehatan di Suriah sejak 27 November 2024. PBB mencatat lebih dari 50 serangan udara menghantam Provinsi Idlib hanya dalam dua hari, yaitu Minggu dan Senin pekan ini.

Kelompok Physicians for Human Rights telah mendokumentasikan 604 serangan terhadap fasilitas kesehatan sejak perang sipil Suriah dimulai pada 2011. Serangan-serangan tersebut telah menewaskan 949 petugas kesehatan.

Mayoritas serangan berasal dari rezim Suriah dan pasukan sekutunya.

"Rumah sakit, sekolah, dan warga sipil bukanlah target perang. Kami semua harus membela kemanusiaan dan memprioritaskan kebutuhan mereka yang paling rentan, terlepas dari garis depan mana mereka berada," kata Mufaddal Hamadeh, pemimpin RS SAMS, dilansir The Guardian. 

3. Risiko penyakit menular meningkat

Sistem kesehatan Suriah hancur akibat konflik bersenjata yang berlangsung hampir 14 tahun. Keadaan ini diperparah gempa bumi dahsyat pada Februari 2023 yang semakin merusak infrastruktur air dan sanitasi yang sudah rapuh.

Kota Aleppo dan Idlib tercatat sebagai pusat wabah kolera pada 2022-2023. WHO khawatir dengan peningkatan risiko penyakit yang ditularkan melalui air dan infeksi saluran pernapasan di pengungsian yang padat.

Situasi kesehatan yang memburuk telah menyebabkan sekitar 16,7 juta warga Suriah membutuhkan bantuan kemanusiaan pada awal 2024.

"Situasinya terus berubah dan sangat dinamis. Meski beberapa jalur ditutup karena pertempuran aktif, masih ada tempat-tempat di mana kami bisa memberikan bantuan, misalnya di pusat penerimaan pengungsi di Idlib," kata Jens Laerke, juru bicara Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA).

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Leo Manik
EditorLeo Manik
Follow Us