Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Suriah: Butuh Empat Tahun untuk Adakan Pemilu

Ilustrasi pemilu. (Unsplash.com/Element5 Digital)

Jakarta, IDN Times - Ahmed al-Sharaa, pemimpin de facto Suriah, mengatakan pemilu baru dapat dilakukan empat tahun kemudian. Hal itu disampaikan dalam wawancara dengan stasiun televisi milik pemerintah Saudi, Al Arabiya, yang disiarkan pada Minggu (29/12/2024).

Kelompok milisi Hayat Tahrir al-Sham (HTS), yang dipimpin Sharaa, menggulingkan rezim Bashar al Assad pada 8 Desember. Tindakan itu mengakhiri perang saudara yang telah berlangsung selama 13 tahun.

1. Kelompok milisi akan dibubarkan

Ilustrasi milisi. (VOA, Public domain, via Wikimedia Commons)

Sharaa mengatakan HTS akan dibubarkan pada konferensi dialog nasional, dengan alasan negara tidak dapat dijalankan dengan mentalitas kelompok dan milisi. HTS pernah berafiliasi dengan ISIS dan Al-Qaeda, tapi kemudian meninggalkan keduanya dan beralih sebagai kekuatan yang lebih moderat.

Sharaa mengatakan konferensi dialog nasional akan mencakup partisipasi luas masyarakat Suriah dengan pemungutan suara mengenai isu-isu seperti pembubaran parlemen dan konstitusi. Penyusunan konstitusi baru bisa memakan waktu hingga tiga tahun, dan butuh waktu sekitar setahun bagi warga untuk merasakan perubahan drastis.

Saat ini, pemerintah baru sedang berusaha menyelesaikan perselisihan yang tersisa, termasuk dengan Pasukan Demokratik Suriah Kurdi.

"Kami menolak Suriah menjadi platform bagi Partai Pekerja Kurdistan (PKK) untuk melancarkan serangan terhadap Turki," kata Sharaa, menambahkan soal kekuatan senjata hanya milik negara dan akan menerima mereka yang mampu bergabung dengan tentara, dikutip dari Reuters.

Pemimpin baru tersebut juga menyampaikan pihaknya tidak akan mengekspor revolusi dan ingin membangun hubungan strategis dengan tetangga.

2. Pendukung Assad ditangkap

Ilustrasi Penangkapan (IDN Times/Aditya Pratama)

HTS telah berulang kali berjanji untuk melindungi hak dan kebebasan kelompok minoritas. Negara itu adalah rumah bagi banyak kelompok etnis dan agama, termasuk Kurdi, Armenia, Asyur, Kristen, Druze, Syiah Alawi, dan Arab Sunni, yang terakhir ini merupakan mayoritas penduduk Muslim, dilansir dari BBC.

Namun, pemantau perang yang berbasis di Inggris mengatakan dalam seminggu terakhir ada hampir 300 orang ditangkap dalam tindakan keras terhadap loyalis Assad.

Rami Abdel Rahman, kepala Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia, mengatakan mereka yang ditangkap termasuk informan, pejuang pro-rezim dan mantan tentara. Penangkapan itu dilakukan dengan kerja sama penduduk setempat.

Media pemerintah Suriah, Sana, juga melaporkan penangkapan minggu ini yang menargetkan anggota milisi Assad, tempat senjata dan amunisi disita.

3. Pemimpin baru Suriah ingin menjalin hubungan dengan Rusia

Ilustrasi bendera Rusia. (Schlurcher via Wikimedia Commons)

Sharaa mengatakan Suriah memiliki kepentingan strategis yang sama dengan Rusia, sekutu dekat Assad selama perang saudara. Dia mengatakan hubungan kedua negara seharusnya melayani kepentingan bersama.

Rusia memiliki pangkalan militer di negara tersebut. Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan status pangkalan militer Rusia akan menjadi subjek negosiasi dengan pimpinan baru di Damaskus.

"Ini bukan hanya masalah mempertahankan pangkalan atau benteng kami, tapi juga kondisi operasi, pemeliharaan dan penyediaannya, serta interaksi dengan pihak lokal," katanya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rama
EditorRama
Follow Us