Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Tahanan Palestina Abdullah Barghouti Disiksa di Penjara Israel

ilustrasi penjara (unsplash.com/Khashayar Kouchpeydeh)
Intinya sih...
  • Abdullah Barghouti, tahanan Palestina terkemuka, mengalami penyiksaan fisik parah di penjara Israel.
  • Penyiksaan semakin parah sejak dimulainya perang Israel di Gaza pada Oktober 2023, menyebabkan patah tulang dan rasa sakit yang luar biasa.
  • Keluarga Barghouti mendesak pemerintah Yordania untuk segera mengambil tindakan guna menyelamatkan nyawanya.

Jakarta, IDN Times -  Tahanan Palestina terkemuka, Abdullah Barghouti, dilaporkan mengalami kekerasan fisik yang parah di penjara Israel. Setiap hari, para petugas penjara menyiksanya hingga berjam-jam.

Barghouti, yang telah ditahan sejak 2003, memang telah menghadapi kondisi keras sepanjang masa penahanannya. Namun, keluarganya mengatakan bahwa penyiksaan tersebut semakin parah sejak dimulainya perang Israel di Gaza pada Oktober 2023.

Barghouti adalah anggota sayap bersenjata Hamas, Brigade Izz al-Din al-Qassam. Pria yang juga memegang kewarganegaraan Yordania ini menjalani hukuman penjara terlama di tahanan Israel. Ia dijatuhi hukuman 67 kali penjara seumur hidup karena keterlibatannya dalam serangan bom yang menewaskan puluhan warga Israel.

Pria berusia 53 tahun itu termasuk tokoh penting Palestina yang enggan dibebaskan oleh Israel dalam negosiasi pertukaran tahanan dengan Hamas.

1. Disiksa hingga alami patah tulang dan tidak dapat bergerak

Pada Jumat, putri Barghouti, Tala, membagikan unggahan di Facebook, yang mengungkapkan penganiayaan yang dialami oleh ayahnya setiap hari. Ia menjelaskan bahwa setelah para tahanan lain dikeluarkan dari sel mereka, petugas penjara akan menyiksa Barghouti selama berjam-jam, termasuk dengan menggunakan tongkat besi dan ikat pinggang.

Akibat siksaan tersebut, Barghouti mengalami patah tulang, rasa sakit yang luar biasa, hingga tidak mampu berdiri atau bergerak. Ia juga tidak menerima perawatan medis apapun, sehingga rekan-rekan sesama tahanan terpaksa mensterilkan lukanya dengan cairan pencuci piring. Berat badannya dikabarkan telah turun drastis hingga hanya 70 kilogram.

"Pengacara meninggalkan ruang kunjungan dengan air mata berlinang, tidak mampu mengungkapkan keterkejutan dan kepedihan yang ia saksikan. Itu merangkum penderitaan harian seorang tahanan yang martabatnya dihancurkan tanpa belas kasihan," tulis Tala.

Keluarganya juga telah mendesak pemerintah Yordania untuk segera mengambil tindakan guna menyelamatkan nyawanya.

2. Pengacara dan keluarga tidak diizinkan berkunjung

Istri Barghouti, Faida, mengatakan bahwa pengacaranya terkejut melihat kondisi kesehatan suaminya yang semakin memburuk saat kunjungan terakhirnya pada Rabu (23/4/2025). Barghouti saat ini ditahan di Penjara Gilboa, tempat ia dipindahkan pada Desember 2023.

“Suami saya telah dipukuli beberapa kali, namun kami tidak pernah mendengar kabar darinya karena pengacara dilarang mengunjunginya. Diperlukan setidaknya tiga bulan untuk menerima tanggapan atas permintaan kunjungan mereka, apakah disetujui atau ditolak, dan seringkali permintaan tersebut ditolak,” katanya kepada Middle East Eye.

Selama 23 tahun dipenjara, Barghouti menghabiskan sebagian besar waktunya di sel isolasi dan dilarang bertemu keluarga.

“Kami biasa menerima kabar tentangnya dari para tahanan yang dibebaskan. Kami hanya berhasil mengunjunginya lima kali dalam 23 tahun, dan ayahnya, yang meninggal pada Januari 2024, hanya melihatnya sekali,” tambah Faida.

3. Hampir 10 ribu warga Palestina berada di penjara Israel

Keluarga Barghouti telah menghubungi berbagai organisasi hak asasi manusia, berharap dapat menekan Israel supaya memberikan perawatan medis kepadanya. Namun, mereka mengatakan bahwa upaya tersebut terbukti sia-sia, lantaran Israel tampaknya bertekad untuk menargetkan Barghouti secara pribadi.

Menurut kelompok hak asasi tahanan Addameer, saat ini terdapat hampir 10 ribu warga Palestina yang ditahan di penjara-penjara Israel dan wilayah pendudukan. Dari jumlah tersebut, 427 di antaranya adalah anak-anak dan perempuan, dikutip dari Al Jazeera.

Kondisi penahanan yang buruk, terutama sejak Oktober 2023, telah menyebabkan sedikitnya 60 tahanan meninggal dunia dalam 17 bulan terakhir.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Fatimah
EditorFatimah
Follow Us