Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Tertunda Sejak 2016, Turki Akhirnya Ratifikasi Kesepakatan Iklim Paris

Suasana sidang parlemen Turki (twitter.com/TÜRKEYs VOİCE)

Jakarta, IDN Times – Turki meratifikasi kesepakatan iklim Paris (Paris Aggrement) pada Rabu (6/10/2021) dan mulai bergabung dalam perjuangan global untuk melawan perubahan iklim. Ratifikasi ini dilaksanakan beberapa minggu sebelum dimulainya pertemuan iklim COP26 di Glasgow, Skotlandia.

Langkah itu dilakukan beberapa hari setelah kabinet pemerintah menyetujui kebijakan Net Zero Emission pada 2053. Sejauh ini, terdapat lima negara lagi yang belum meratifikasi kesepakatan tersebut, yakni Iran, Iraq, Eritrea, Libya, dan Yaman. Selain itu, Turki juga menjadi negara terakhir yang meratifikasi kesepakatan ini di dalam forum G20.

1. Menunda ratifikasi sejak 2016

Melansir Reuters, meskipun Turki merupakan salah satu negara yang pertama kali menandatangai kesepakatan Paris, namun keputusan untuk meratifikasinya tak kunjung dilakukan sejak 2016.

Hal ini disebabkan Turki berusaha untuk diklasifikasikan sebagai negara berkembang daripada negara maju, untuk menghindari target pengurangan emisi yang semakin besar.

Selain itu, apabila Turki diklasifikasikan sebagai negara maju, maka itu akan berdampak pada dukungan keuangan negara tersebut. 

Rencana untuk meratifikasi sebelumnya sudah diumumkan oleh Presiden Recep Erdogan pada bulan lalu di Majelis Umum PBB. Ia mengatakan, setiap negara memiliki tanggung jawab terhadap perubahan iklim yang terjadi dan harus dilawan secara maksimal.

"Siapa pun yang paling banyak merusak alam, udara kita, air kita, tanah kita, bumi kita; siapa pun yang dengan kejam mengeksploitasi sumber daya alam harus memberikan kontribusi terbesar untuk memerangi perubahan iklim," katanya.

2. Menolak untuk diklasifikasikan sebagai negara maju

Melansir Climatechangenews, dengan ratifikasi kesepakatan Paris oleh Turki, mereka berusaha menolak secara sepihak untuk diklasifikasikan sebagai negara maju. Mereka akan mengimplementasikan kesepakatan itu sebagai negara berkembang, meskipun statusnya sudah menjadi negara maju dalam konvensi iklim PBB.

Penolakan itu dilakukan Turki karena sebagai negara berkembang, Turki akan memperoleh akses terhadap pendanaan iklim global, yang merupakan hak khusus bagi negara berkembang. 

Sebuah sumber mengatakan, upaya peningkatan dalam menyelaraskan aliran keuangan dengan Perjanjian Paris mungkin telah meyakinkan Erdogan bahwa ratifikasi dapat menarik lebih banyak dana, untuk mengurangi emisi dan membangun ketahanan daripada yang diterima negara tersebut selama ini.

Turki saat ini tidak dapat mengakses pendanaan iklim multilateral dari sumber-sumber seperti Dana Iklim Hijau PBB. Turki telah menerima dana besar dari lembaga-lembaga Uni Eropa. Antara 2013 dan 2016, Turki adalah penerima utama pendanaan UE dan menerima rata-rata €667 juta (sekitar Rp10,9 trilliun) per tahun, menurut data oleh Aliansi ACT. 

3. Perubahan iklim sebagai ancaman terbesar

Melansir Aljazeera, Sekitar 95 persen anak muda di Turki percaya perubahan iklim adalah salah satu ancaman terbesar yang dihadapi negara itu. Turki telah merasakan dampak besar dari adanya perubahan iklim. Salah satu dampaknya adalah peristiwa banjir dan kebakaran hutan yang terjadi pada Juli dan Agustus yang menewaskan sekitar 100 orang.

Sebagian wilayah juga telah menderita kekeringan yang berkepanjangan. Pakar iklim memperingatkan tentang kekeringan di sekitar cekungan mediterania tersebut.

Tujuan kesepakatan iklim Paris adalah untuk membatasi pemanasan global hingga mencapai kurang dari 2 derajat celcius, dibandingkan dengan tingkat pada masa pra-industri. Sebagai informasi, dunia telah menghangat 1,2 derajat Celcius sejak dimulainya era industri.

Dengan kesepakatan tersebut, negara-negara diharapkan untuk menetapkan tindakan pengurangan emisi gas rumah kaca, tergantung pada status ekonomi mereka.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Vanny El Rahman
EditorVanny El Rahman
Follow Us