Thailand Bubarkan Partai Reformis Move Forward

- Mahkamah Konstitusi Thailand membubarkan partai Move Forward (MFP) yang reformis.
- Pemimpin partai, Pita Limjaroenrat, dilarang berpolitik selama 10 tahun karena kampanye mengubah undang-undang lesse majeste.
- 140 anggota parlemen MFP akan membentuk partai baru setelah pembubaran oleh MK.
Jakarta, IDN Times - Mahkamah Konstitusi (MK) Thailand membubarkan partai Move Forward (MFP) yang meraih suara terbanyak dalam pemilu tahun lalu. Pada Rabu (7/8/2024), pemimpin partai Pita Limjaroenrat dan 10 tokoh eksekutif lainnya dilarang berpolitik selama 10 tahun.
MFP dikenal sebagai partai yang reformis. Partai itu telah berkampanye untuk mengubah undang-undang lesse majeste yang kejam. MK mengatakan, perubahan terhadap undang-undang (UU) tersebut adalah inkonstitusional dan sama saja dengan menyerukan penghancuran monarki konstitusional.
UU lesse majeste adalah aturan yang melarang kritik terhadap keluarga kerajaan. UU tersebut kerap disebut sebagai salah satu aturan yang keras karena seseorang bisa dihukum puluhan tahun, bahkan seumur hidup sebab mengkritik keluarga kerajaan.
1. Anggota parlemen MFP akan bentuk partai baru

Dalam pemilu 2023, MFP memenangkan kursi dan suara terbanyak. Namun partai tersebut dihalangi untuk membentuk pemerintahan.
Dilansir Al Jazeera, Pita yang memimpin partai sangat populer di kalangan pemilih muda dan perkotaan karena janjinya untuk mereformasi UU lesse majeste. Namun upaya untuk menjadi Perdana Menteri, dihalangi oleh Senat.
Perintah pembubaran oleh MK itu kemungkinan besar akan membuat marah jutaan pemilih. Namun dampaknya diperkirakan akan terbatas.
Sekitar 140 anggota parlemen dari MFP tetap mempertahankan kursi mereka dan diperkirakan akan melakukan reorganisasi membentk partai baru. Ini juga pernah terjadi pada 2020, ketika pendahulu MFP yakni Future Forward Party dibubarkan karena melanggar UU keuangan pemilu.
2. Anggota parlemen MFP akan jadi oposisi utama
Ketua MFP saat ini adalah Chaithawat Tulathon. Dia mengatakan dalam konferensi persnya bahwa keputusan pengadilan telah menjadi preseden berbahaya bagi penafsiran konstitusi.
Dilansir BBC, anggota parlemen MFP yang masih bertahan, berjanji akan melanjutkan perannya sebagai oposisi utama di parlemen Thailand.
"Sebuah perjalanan baru telah dimulai. Mari kita terus berjalan bersama," kata partai tersebut.
Chaithawat yang termasuk dilarang berpolitik dalam 10 tahun ke depan, mengucapkan selamat tinggal kepada rekan-rekannya di ruang sidang. Dia mengatakan adalah suatu kehormatan untuk bekerja dengan mereka.
"(Putusan MK ini) dapat menimbulkan pertanyaan apakah Thailand adalah sebuah monarki konstitusional atau monarki absolut," kata Thitinan Pongsudhirak, profesor ilmu politik di Universitas Chulalongkorn.
3. Bersedih satu hari lalu melupakannya

Para pendukung MFP di Bangkok mengenakan pakaian warna oranye, khas partai tersebut. Mereka berkumpul untuk menyatakan dukungannya kepada partai.
"Bagi saya, Pita adalah PM saya," kata Sakhorn Kamtalang, salah satu pendukung, dikutip Deutsche Welle.
"PM saat ini hanyalah seorang salesman, yang tidak cocok menjadi pemimpin negara," tambahnya.
Pendukung lain bernama Siriporn Tanapitiporn menangis setelah mendengar putusan MK dibacakan.
"Saya percaya pada generasi muda, mereka akan mengembalikan demokrasi ke negara kita," ujarnya.
Dalam konferensi persnya pada Rabu, Pita mengatakan akan menjalankan proyek untuk membentuk partai baru sebagai kendaraan politik.
"Mari kita bersedih hari ini untuk satu hari, tapi besok kita akan melupakannya dan melepaskan rasa frustrasi melalui pemungutan suara berikutnya yang akan kita berikan pada pemilu berikutnya," katanya.