Timur Tengah Tidak Akan Pernah Damai Tanpa Kedaulatan Palestina

Jakarta, IDN Times – Juru Bicara Kepresidenan Palestina, Nabil Abu Rudeineh, mengatakan stabilitas Timur Tengah bergantung pada pendirian negara Palestina. Pernyataan itu muncul setelah Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menolak pembentukan Palestina setelah perang Gaza.
“Jika ada keinginan internasional untuk memulihkan stabilitas kawasan dan dunia, harus ada pengakuan negara Palestina merdeka berdasarkan perbatasan 4 Juni 1967 dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya,” katanya, dikutip Anadolu Agency, Jumat (19/1/2023).
Abu Rudeineh menambahkan, instabilitas kawasan terjadi akibat kebijakan agresif Israel. Penolakan Netanyahu disebut hanya mendorong kawasan itu ke jurang yang lebih dalam.
“Rakyat Palestina dan perjuangan mereka akan menang, dan tidak ada seorang pun yang mampu mengalahkannya,” tambahnya.
1. Netanyahu tolak pembentukan Palestina

Sebelumnya, Netanyahu menyatakan tidak akan menyetujui gagasan pembentukan negara Palestina, bahkan setelah perang Gaza berakhir.
Netanyahu berjanji akan melanjutkan kampanye militer sampai Israel mencapai kemenangan atas Hamas. Meski demikian, upaya itu diragukan oleh para analis.
Pembentukan Palestina sendiri diusulkan oleh pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden. Israel dan AS kemudian berselisih atas ketidaksepahaman itu, sebagaimana dilaporkan The Jerusalem Post.
2. Arab Saudi turut melobi Israel

Arab Saudi juga sempat menawarkan normalisasi hubungan dengan Israel, syaratnya adalah Palestina harus merdeka terlebih dahulu. Namun, usulan itu ditolak oleh Netanyahu.
Menteri Luar Negeri Saudi, Faisal Bin Farhan, tidak menampik ketika ditanya terkait keinginan Saudi atas Israel itu. Menurutnya, kemerdekaan Palestina adalah prasyarat mutlak.
“Kami setuju bahwa perdamaian regional mencakup perdamaian bagi Israel, namun hal itu hanya dapat terjadi melalui perdamaian bagi Palestina, melalui negara Palestina,” kata Faisal dalam World Economic Faorum (WEF) di Davos, Selasa (16/1/2023).
3. Serangan berlanjut

Israel telah melancarkan serangan udara dan darat tanpa henti di Jalur Gaza, sejak serangan lintas batas Hamas pada 7 Oktober, yang menurut Tel Aviv menewaskan 1.200 orang.
Setidaknya, 24 ribu lebih warga Palestina telah tewas dalam serangan balasan Israel. Sebagian besar perempuan dan anak-anak dan 61 ribu lebih orang terluka, menurut otoritas kesehatan Palestina.
Serangan Israel telah menyebabkan 85 persen penduduk Gaza menjadi pengungsi di tengah kekurangan makanan, air bersih dan obat-obatan, sementara 60 persen infrastruktur di wilayah kantong tersebut hancur.