Meksiko dan Chile Minta ICC Selidiki Kejahatan Perang di Gaza

Jakarta, IDN Times - Meksiko dan Chile meminta Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) untuk menyelidiki kemungkinan kejahatan terhadap warga sipil Palestina di Gaza pascaserangan 7 Oktober.
Dalam sebuah pernyataan, Kementerian Luar Negeri Meksiko mengatakan bahwa mereka mengajukan permintaan tersebut akibat meningkatnya kekhawatiran mengenai eskalasi kekerasan baru-baru ini.
“Tindakan yang dilakukan Meksiko dan Chile ini disebabkan oleh meningkatnya kekhawatiran atas peningkatan kekerasan terbaru, khususnya terhadap sasaran sipil,” kata kementerian pada Kamis (18/1/2024), dikutip Reuters.
Pihaknya berpendapat bahwa ICC merupakan forum yang ideal untuk menetapkan tanggung jawab pidana bagi setiap pelaku kejahatan.
1. Infrastruktur peradilan di Palestina hampir runtuh total
Dalam kasus yang diajukannya, Meksiko mengutip sejumlah laporan PBB yang mendokumentasikan berbagai contoh kekerasan yang dapat dianggap sebagai kejahatan di bawah yurisdiksi ICC.
Meksiko mengatakan bahwa Palestina tidak dapat menyelidiki atau mengadili kemungkinan kejahatan yang dilakukan di wilayahnya atau terhadap warga negaranya, karena infrastruktur peradilan di negara tersebut hampir runtuh total.
Mereka menambahkan bahwa pihaknya mengikuti kasus dugaan genosida oleh Israel di Gaza, yang disidangkan pekan lalu di hadapan Mahkamah Internasional (ICJ). Gugatan yang diajukan oleh Afrika Selatan itu juga menuntut pengadilan untuk memerintahkan Israel menghentikan operasi militernya di Gaza. Namun tuduhan tersebut dibantah oleh Israel.
Baik ICJ maupun ICC menangani kasus-kasus dugaan genosida, dimana ICJ menyelesaikan perselisihan antar negara, sementara ICJ mengadili individu atas kejahatan.
2. Korban tewas di Gaza mencapai lebih dari 24 ribu orang
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Chile Alberto van Klaveren pada Kamis mengatakan bahwa negaranya tertarik untuk mendukung penyelidikan terhadap kemungkinan kejahatan perang, di mana pun itu terjadi.
Ada begitu banyak klaim pelanggaran hukum internasional sejak pertempuran di Gaza meletus. Israel melancarkan operasi militernya di Jalur Gaza setelah kelompok perjuangan kemerdekaan Palestina Hamas melancarkan serangan lintas batas pada 7 Oktober, yang dilaporkan menewaskan 1.200 orang dan menyandera sekitar 253 lainnya.
Menurut laporan Kementeri Kesehatan Gaza pada Kamis, jumlah korban tewas akibat serangan Israel telah meningkat menjadi 24.620 orang, dan masih banyak lagi yang dikhawatirkan terkubur di bawah reruntuhan.
PBB mengatakan bahwa seperempat dari 2,3 juta orang yang terjebak di Gaza menderita kelaparan.
3. Penyelidikan potensi kejahatan oleh Hamas atau militer Israel adalah prioritas
Pada Desember, kepala jaksa ICC Karim Khan menyebut penyelidikan terhadap kemungkinan kejahatan yang dilakukan oleh Hamas dan pasukan Israel merupakan prioritas.
"Pertempuran di Gaza yang terjadi di daerah padat penduduk di mana para pejuang diduga ditempatkan secara tidak sah di tengah masyarakat sipil merupakan hal yang rumit, namun hukum humaniter internasional tetap harus diterapkan dan militer Israel mengetahui hukum yang harus diterapkan," kata Khan, dikutip Associated Press.
ICC adalah pengadilan pilihan terakhir yang dibentuk untuk mengadili kejahatan perang ketika pengadilan setempat tidak dapat atau tidak mau mengambil tindakan.
Israel sendiri bukan anggota pengadilan yang berbasis di Den Haag tersebut, dan tidak mengakui yurisdiksinya. Namun jaksa penuntut ICC menekankan bahwa pengadilannya mempunyai yurisdiksi atas potensi kejahatan perang yang dilakukan oleh Hamas di Israel ataupun oleh militer Israel di Gaza.