Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Ukraina Desak Negara Lain Boikot Parade Hari Kemenangan Rusia

Tentara Ukraina. (commons.wikimedia.org/President Of Ukraine)
Intinya sih...
  • Kementerian Luar Negeri Ukraina mendesak negara lain memboikot parade militer di Moskow, menyebut Rusia bukan liberator Eropa.
  • Presiden Ukraina menolak tawaran gencatan senjata Rusia selama 3 hari, dan Kiev mengungkapkan partisipasi militer asing tidak dapat diterima.
  • Pemimpin dunia termasuk China, Mesir, Vietnam, Myanmar akan hadir dalam perayaan Hari Kemenangan di Moskow, dengan Rusia merespons serangan Ukraina.

Jakarta, IDN Times - Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Ukraina, pada Selasa (6/5/2025), mendesak negara lain ikut memboikot parade militer Hari Kemenangan di Moskow, Rusia. Kiev menyebut bahwa Rusia bukanlah liberator tapi negara agresor. 

"Orang-orang tersebut bukanlah liberator Eropa, melainkan penjajah dan penjahat perang. Partisipasi bersama mereka artinya ikut bertanggung jawab dalam pembunuhan kepada anak-anak, penduduk sipil, dan tentara Ukraina. Parade ini bertujuan untuk menghapus kejahatan perang dan justifikasi agresi," tuturnya, dikutip TVP World

Pekan lalu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy menyebut tidak akan menjamin keamanan pemimpin dunia yang hadir dalam parade Hari Kemenangan pada 9 Mei mendatang. Ia pun menolak tawaran Rusia soal gencatan senjata selama 3 hari. 

1. Tolak kehadiran militer asing dalam parade militer di Moskow

Tentara Rusia. (Mil.ru, CC BY 4.0 , via Wikimedia Commons)

Kemlu Ukraina mengungkapkan segala bentuk partisipasi personel militer asing dalam parade militer di Moskow tidak dapat diterima. Pihaknya menyebut, 6 juta tentara Ukraina ikut serta dalam pembebasan Eropa dari Nazisme 80 tahun lalu. 

"Kami menyerukan kepada negara lain untuk tidak mengirimkan tentaranya dalam parade di Moskow pada 9 Mei nanti. Terutama bagi negara yang mendeklarasikan netralitas dalam perang Rusia-Ukraina. Partisipasi militer dalam parade ini sama dengan dukungan kepada negara agresor," terangnya, dilansir Interfax

Kiev meminta agar semua negara dan organisasi internasional utnuk menghormati korban Perang Dunia II dan kemenangan bersama melawan Nazisme. Namun, pada saat yang sama, Ukraina tidak mengharapkan justifikasi terhadap agresi Rusia ke negaranya. 

Terdapat kabar bahwa tentara dari 13 negara akan ikut serta dalam parade militer di Moskow, termasuk dari China, Mesir, Vietnam, Myanmar, dan beberapa negara bekas Uni Soviet. 

2. Sebut 29 pemimpin dunia akan hadir dalam parade militer

Pensehat Luar Negeri Presiden Rusia, Yuri Usakov mengumumkan bahwa akan ada 29 pemimpin dunia yang hadir dalam perayaan Hari Kemenangan di Moskow pekan ini.

Ia menyebut, Presiden China Xi Jinping dan Presiden Brasil Lula da Silva akan hadir dalam acara tersebut. Ia juga mengatakan pemimpin Eropa yang diundang hanyalah Perdana Menteri Slovakia Robert Fico dan Presiden Serbia Aleksandar Vucic, dilansir The Moscow Times

Selain itu, pemimpin Armenia dan Azerbaijan juga disebut akan datang. Bahkan parade militer ini juga akan dihadiri oleh pemimpin dari dua wilayah pecahan Georgia, Ossetia Selatan dan Abkhazia yang kemerdekaannya belum diakui secara internasional. 

Tak hanya itu pemimpin dari negara-negara lain, termasuk Indonesia, Burkina Faso, Bosnia, Mesir, Zimbabwe, Irak, Kongo, Myanmar, Ethiopia, Guinea Khatulistiwa, Venezuela, serta negara-negara Asia Tengah sudah diundang dalam acara ini. 

3. Rusia akan merespons serangan Ukraina saat Hari Kemenangan

Ilustrasi bendera Rusia. (Dmitry Djouce, CC BY 2.0 , via Wikimedia Commons)

Juru Bicara Kepresidenan Rusia, Dmitry Peskov mengatakan akan merespons dengan pantas serangan Ukraina pada perayaan Hari Kemenangan. Ia meminta Kiev menghargai tawaran gencatan senjata selama perayaan Hari Kemenangan. 

"Presiden Rusia Vladimir Putin sudah memberikan tawaran inisiatif gencatan senjata selama tiga hari dan ini akan tetap diterapkan. Semua instruksi sudah diberikan kepada komandan di lapangan. Apabila Kiev masih terus menyerang posisi dan fasilitas kami, maka kami akan membalas dengan sepantasnya," tuturnya, dikutip Kyiv Post

Menurut Institute for the Study of War (ISW), gencatan senjata sepihak ini hanyalah taktik untuk mengistirahatkan tentara dan melancarkan serangan di kemudian hari. 

"Putin menggunakan gencatan senjata sepihak ini untuk meningkatkan posisi militernya dan terbuka dengan dialog perdamaian, tapi mereka rupanya tidak berkomitmen pada perdamaian yang sebenarnya," ungkapnya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Brahm
EditorBrahm
Follow Us