Uni Eropa Belum Mau Cabut Sanksi ke Suriah

Jakarta, IDN Times - Perwakilan Luar Negeri Uni Eropa (UE) Kaja Kallas, pada Minggu (15/12/2024), mengklaim belum mau mencabut sanksi kepada pemerintah Suriah. Ia mendesak seluruh hak-hak kepada kelompok minoritas di Suriah terpenuhi dan dijamin oleh pemerintah baru.
UE sudah menjatuhkan sanksi kepada rezim Bashar al Assad dan jajarannya sejak 2011 imbas langkah represif kepada rakyatnya. Pada 2022, UE memperluas sanksi kepada sepuluh pejabat Suriah yang terlibat rekrutmen tentara bayaran untuk membantu Rusia di Ukraina.
1. Klaim perlindungan minoritas adalah prioritas di Suriah
Kallas mengatakan bahwa adaptasi dari sanksi keras UE kepada rezim Suriah masih belum menjadi pertanyaan saat ini. Ia menyebut perlu melihat situasi ke depan di Suriah di bawah pemerintahan baru.
"Salah satu pertanyaannya, apakah kami akan mengangkat sanksi kepada rezim Suriah. Namun, ini belum menjadi pertanyaan saat ini dan tergantung pada arah ke depannya jika mengarah pada arah yang benar. Kami membutuhkan diskusi lanjutan," terang Kallas, dilansir TVP World.
Dalam pertemuan dengan pemimpin regional Timur Tengah dan Barat, Kallas menyetujui bahwa perlindungan kepada kelompok minoritas di Suriah adalah hal yang utama. Ia menyebut, pemerintah Suriah saat ini menunjukkan sinyal positif, tapi itu belum cukup.
"Suriah menghadapi masa depan yang belum pasti. Mereka hanya dapat dinilai dari tindakan, bukan dari perkataannya. Maka dalam beberapa pekan ke depan kami akan melihat apakah tindakan mereka menuju ke arah yang benar," tambahnya.
2. UE akan tingkatkan bantuan kepada warga Suriah
Pada Jumat (13/12/2024), Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengumumkan peningkatan dana bantuan kemanusiaan dan jembatan bantuan kemanusiaan lewat udara ke Suriah usai kejatuhan Assad.
"Keruntuhan rezim Assad akan membawa harapan baru bagi rakyat Suriah. Saat ini, perubahan juga memunculkan risiko dan memunculkan kesulitan. Di tengah kesulitan dan instabilitas, kami akan membantu rakyat Suriah," terangnya.
Ia mengatakan akan meningkatkan dana kemanusiaan tahun ini hingga lebih dari 160 juta euro. Ia menyebut, jembatan bantuan udara ini akan mengirimkan makanan, obat-obatan, dan perlengkapan lain kepada rakyat Suriah.
Von der Leyen mengatakan, UE akan mengirim hampir 100 ton suplai makanan, pendidikan, dan shelter dalam beberapa hari ke depan. Pengiriman ini akan dilakukan melalui Turki dan mendapat bantuan dari UNICEF dan WHO.
3. Masyarakat Kurdi di Suriah khawatir kepemimpinan HTS
Sepekan setelah kejatuhan Assad, situasi bagi masyarakat minoritas Kurdi di Suriah bagian utara masih belum pasti. Pasukan Kurdi mendapat dukungan dari Amerika Serikat (AS) untuk memerangi pasukan Islamic State (IS) di wilayahnya.
Juru Bicara Syrian Democratic Forces (SDF) dari Kurdi, Siamand Ali, mengatakan bahwa kelompok IS bebas bergerak setelah kejatuhan rezim Assad. Ia merasa pemegang pemerintahan Suriah saat ini memiliki pandangan seperti kelompok IS.
"IS sekarang bebas bergerak di seluruh Suriah. Terdapat ratusan pasukan IS di sana, mereka menggunakan logo IS di seragamnya. Menurut saya pemegang pemerintahan baru di Damaskus saat ini memiliki ideologi yang sama dengan IS," tuturnya, dikutip Euronews.
Tak hanya itu, seorang warga Kurdi, Azad Ismael mengaku terdapat ancaman dari tentara Turki. Ia menyebut, militer Turki berpura-pura menyasar target militer, tapi sebenarnya mereka menyasar warga sipil dan menakut-nakuti warga Kurdi.