Utusan ASEAN Tiba di Myanmar, Siap Berunding dengan Junta Militer

Jakarta, IDN Times - Utusan ASEAN yang diwakili Menteri Luar Negeri II Brunei Darussalam, Erywan Pehin Yusof, dan Sekjen ASEAN, Lim Jock Hoi, telah tiba di Myanmar pada Kamis kemarin. Mereka diagendakan bertemu dengan pemimpin junta Min Aung Hlaing untuk membahas situasi di Myanmar pasca kudeta.
Dilansir dari The Straits Times, para utusan akan bertemu dengan Min Aung pada Jumat (4/6/2021) pagi. Sumber yang tidak ingin disebutkan namanya mengatakan, setelah pertemuan usai mereka akan segera menggelar konferensi pers untuk berbagi informasi.
Upaya ASEAN dalam menyudahi krisis di Myanmar menuai pro-kontra. Di satu sisi, ASEAN bersikeras pendekatannya adalah strategi yang paling efektif untuk menghentikan kekerasan di Myanmar. Di sisi lain, mereka baru bisa mengirim delegasi setelah kekacauan berlangsung selama lima bulan dan telah memakan ratusan korban.
1. Akankah utusan khusus menemui pemerintah bayangan?

Belum diketahui apakah utusan ASEAN akan bertemu dengan National Unity Government (NUG), pemerintah bayangan yang diisi oleh politisi Partai Liga Nasional Demokrasi (NLD). NUG mengklaim sebagai satu-satunya entitas politik yang mengantongi legitimasi rakyat karena memenangkan pemilu pada 2020 lalu.
Tidak sedikit pengamat yang mempertanyakan pendekatan ASEAN terhadap Myanmar. Pada saat yang sama, Amerika Serikat, Uni Eropa, dan beberapa negara Barat lainnya telah menjatuhkan sanksi kepada Burma.
“Barat kemungkinan akan memberi dukungan untuk kunjungan ini, (tapi) diplomasi ASEAN mati pada saat kedatangan (para utusan). (Kunjungan) seolah memberi sinyal kepada Naypyidaw bahwa kudeta mereka berhasil,” kata pengamat perpolitikan Myanmar David Mathieson.
Sejauh mana posisi ASEAN dapat dilihat apakah nantinya utusan akan bertemu dengan NUG, organisasi yang disebut oleh junta sebagai teroris, karena dituduh mendalangi sejumlah penyerangan dan pemboman.
2. Utusan PBB dan ASEAN masih menunggu

Kedatangan Erywan Pehin Yusof dan Lim Jock Hoi masih mewakili posisi Brunei sebagai Ketua ASEAN. Sementara, organisasi kawasan ini belum menunjuk sosok yang tepat pada posisi utusan khusus ASEAN untuk Myanmar, sebagaimana hasil kesepakatan ASEAN Leaders Meeting di Jakarta, Indonesia pada April lalu.
Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi, pada Rabu (2/6/2021) kembali menyerukan supaya ASEAN semakin cepat untuk memilih utusan khusus tersebut.
Utusan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Myanmar, Christine Schraner Burgener, juga belum menerima izin untuk melakukan perjalanan ke Myanmar. Dia mengatakan, pekan lalu, dia diberitahu oleh junta bahwa sekarang "bukan waktu yang tepat" baginya untuk pergi ke Myanmar.
Sumber yang terlibat dalam pemilihan utusan khusus ASEAN mengungkap, Indonesia dan Thailand menjadi dua negara yang berdebat keras terkait posisi ini. Indonesia menginginkan utusan khusus diisi oleh satu orang, sementara Thailand memilih untuk dipilih dua orang atau lebih.
3. Lebih dari 800 orang meninggal

Krisis domestik Myanmar tak kunjung berhenti sejak kudeta dilancarkan pada 1 Februari 2021. Masyarakat bersatu dalam Gerakan Pembangkangan Sipil, menyerukan restorasi demokrasi dan pembebasan atas tahanan politik, termasuk Suu Kyi dan Presiden Win Myint.
Asosiasi pemantau setempat melaporkan, lebih dari 800 warga sipil meninggal akibat represivitas aparat, termasuk anak-anak. Aparat juga menyasar dokter dan perawat atas dalih menghasut kerusuhan, padahal mereka adalah garda terdepan dalam memerangi pandemik COVID-19.
Kondisi di Myanmar lebih mengkhawatirkan karena Min Aung terlihat tidak memiliki komitmen dengan konsensus lima poin hasil ASEAN Leaders Meeting yang dihelat di Jakarta, Indonesia.
Min Aung bersikukuh, dia akan melaksanakan poin-poin konsensus jika kondisi Myammar sudah kondusif. Dalih itu dia gunakan untuk memberantas etnis pemberontak yang menentang kudeta, dengan mengatakan bahwa mereka mengganggu stabilitas keamanan.