Lebih dari 700 Orang Tewas, PBB Takut Myanmar Rusuh Seperti Suriah

Kutukan saja tidak cukup untuk Myanmar

Jakarta, IDN Times - Kantor Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) khawatir situasi di Myanmar akan menyerupai Suriah, yang penuh kejahatan dan pelanggaran terhadap kemanusiaan.
 
Untuk mencegah hal itu terjadi, lembaga internasional itu mendesak negara-negara untuk mengambil tindakan yang lebih tegas. Para militer, dalang di balik kerusuhan Myanmar, juga dikecam dan diminta agar menyudahi tindakan regresif kepada demonstran.
 
"Saya khawatir situasi di Myanmar sedang menuju konflik besar-besaran. Negara-negara tidak boleh membiarkan kesalahan mematikan di masa lalu di Suriah terulang kembali di tempat lain,” kata Komisaris Tinggi Kantor HAM PBB Michelle Bachelet, sebagaimana dilaporkan Channel News Asia, Selasa, 13 April 2021.

Kerusuhan berawal pada 1 Februari 2021, ketika rezim militer menggulingkan pemerintahan sipil yang dipimpin Aung San Suu Kyi. Mereka berdalih kudeta adalah suatu keharusan untuk melindungi negara dari pemimpin yang korup, dan menuduh Suu Kyi memenangi pemilihan umum dengan curang.

Baca Juga: Ratusan Pengungsi Rohingya akan Dideportasi India ke Myanmar

1. Bibit perang sipil mulai terjadi di Myanmar

Lebih dari 700 Orang Tewas, PBB Takut Myanmar Rusuh Seperti SuriahPengunjuk rasa menggelar aksi protes terhadap kudeta militer di Kota Yangon, Myanmar, Sabtu (6/2/2021). Mereka menuntut pembebasan pemimpin terpilih Myanmar Aung San Suu Kyi. ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer/wsj.

Kelompok etnis pemberontak bersenjata, yang menolak kudeta, telah meningkatkan intensitas serangan kepada militer dan polisi, dalam beberapa pekan terakhir.
 
Seolah tidak mau kalah, aparat kemudian membalas dengan serangan udara yang dilaporkan membunuh ribuan warga yang mengungsi. PBB khawatir tindakan balas-membalas serangan menjadi awal dari perang sipil.
 
"Militer terlihat bermaksud untuk meningkatkan kebijakan kekerasannya yang kejam terhadap rakyat Myanmar, menggunakan persenjataan kelas militer tanpa pandang bulu," kata Bachelet.
 
"Ada gema yang jelas tentang Suriah pada 2011," dia memperingatkan, merujuk pada perang sipil di Suriah yang telah menewaskan lebih dari 400 ribu orang, dan memaksa lebih dari 6 juta orang mengungsi, serta berlangsung lebih dari satu dekade.

2. Semakin represif aparat, semakin warga tegas melawan

Lebih dari 700 Orang Tewas, PBB Takut Myanmar Rusuh Seperti SuriahKepala junta Myanmar Jenderal Senior Min Aung Hlaing, yang menggulingkan pemerintah terpilih dalam kudeta pada 1 Februari, memimpin parade militer pada Hari Angkatan Bersenjata di Naypyitaw, Myanmar, Sabtu (27/3/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer

Berkaca dari kasus negara yang dipimpin Bashar Al-Assad, kerusuhan berawal dari protes damai yang berlarut-larut. Karena negara tidak mampu mengendalikan massa, maka aparat mulai mengerahkan tindakan represif.
 
"Di sana (Suriah) kami juga melihat protes damai bertemu dengan kekuatan yang berlebihan dan jelas tidak proporsional," kata Bachelet.
 
Bachelet juga memperingatkan supaya junta tidak menodongkan senjata kepada masyarakat sipil. Sebab, kata dia, semakin represif negara, maka keinginan warga melawan akan semakin kuat.
 
"Represi negara yang brutal dan terus-menerus terhadap rakyatnya sendiri menyebabkan beberapa individu mengangkat senjata, diikuti oleh spiral kekerasan yang menurun dan meluas dengan cepat di seluruh negeri," kata dia.
 

3. Komunitas internasional tidak boleh terlambat mengambil sikap

Lebih dari 700 Orang Tewas, PBB Takut Myanmar Rusuh Seperti SuriahIlustrasi Suasana Pandemik COVID-19 di Myanmar (ANTARA FOTO/Ye Aung Thu)

Berdasarkan laporan kelompok pemantau setempat, lebih dari 700 pengunjuk rasa tewas akibat bentrokan dengan aparat, sekitar 50 di antaranya adalah anak-anak. Lebih dari tiga ribu orang ditetapkan sebagai tahanan politik.
 
Pendahulu Bachelet, Navanethem Pillay, sejak 2011 telah memperingatkan bahwa kegagalan komunitas internasional untuk menanggapi situasi di Suriah dengan tekad kuat hanya akan menyebabkan bencana.
 
"Sepuluh tahun terakhir telah menunjukkan betapa mengerikan konsekuensinya bagi jutaan warga sipil," tutur Bachelet.
 
Oleh sebab itu, Bachelet mendesak supaya masyarakat internasional mengambil tindakan. Menurut perempuan yang pernah menjadi Presiden Chili itu, kecaman atau kutukan saja tidak akan cukup untuk menekan rezim yang dipimpin Jenderal Min Aung Hlaing.
 
"Negara-negara dengan pengaruh harus segera menerapkan tekanan bersama pada militer di Myanmar, untuk menghentikan tindakan pelanggaran berat HAM dan kemungkinan kejahatan terhadap kemanusiaan terhadap rakyat," tutup dia.

Baca Juga: Dagang Senjata ke Junta Myanmar, Tiongkok-Rusia Dituding Uni Eropa Ini

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya