Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Indonesia Harus Segera Tempatkan Atase Pendidikan di Taiwan!

Wakil Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Taiwan periode 2024-2025, R. Mokhamad Luthfi (Dok. Pribadi)
Wakil Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Taiwan periode 2024-2025, R. Mokhamad Luthfi (Dok. Pribadi)

Artikel ini merupakan tindak lanjut dari penandatanganan MoU antara IDN Times dengan Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Taiwan seputar penyediaan informasi teraktual di Taiwan. 

Data Kementerian Pendidikan (MOE) Taiwan menunjukkan bahwa jumlah mahasiswa dari Indonesia yang menempuh pendidikan tinggi di Taiwan pada 2022 berjumlah 16.639 orang. Apabila dibandingkan dengan jumlah mahasiswa Indonesia yang studi di negara lain pada tahun yang sama, jumlah mahasiswa Indonesia di Taiwan merupakan yang terbesar.

Sebagai pembanding, berdasarkan informasi Atase Pendidikan dan Kebudayaan pada Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Australia, mahasiswa Indonesia yang studi di Australia pada 2022 berjumlah 11 ribuan orang dan diklaim sebagai jumlah terbanyak.

Di Malaysia, pada tahun yang sama, jumlah mahasiswa Indonesia berjumlah 11 ribuan. Adapun di Amerika Serikat berjumlah 8.003 mahasiswa (Trade.gov, 2024) dan di Inggris berjumlah 3.087 pelajar (The British Council, 2022).

Sayangnya, data Kementerian Pendidikan Taiwan ini tidak masuk dalam berbagai data yang muncul di laman statistik atau media massa nasional. Publik Indonesia, bahkan pemangku kebijakan pendidikan tinggi di Jakarta, mungkin tidak sadar dengan jumlah besar dan problematika yang dihadapi oleh mahasiswa dan pelajar Indonesia di Taiwan. Jumlah di atas bahkan belum memasukkan data para pekerja migran Indonesia yang menjadi mahasiswa di Universitas Terbuka (UT), atau satuan layanan Taiwan dan warga belajar yang menempuh Kejar Paket B dan C di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) PPI Taiwan.  

Di negara-negara yang menjadi tujuan lanjut studi bagi mahasiswa atau pelajar Indonesia, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdikti Saintek), atau Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) pada masa lalu, lazimnya menempatkan Atase Pendidikan dan Kebudayaan (Atdikbud) di KBRI. 

Dikutip dari laman Kemdikbud, peran Atdikbud dinilai sangat strategis untuk mengakselerasi kerja sama pendidikan tinggi, riset, teknologi, dan budaya. Selain itu, kehadiran Atdikbud juga akan menguatkan diplomasi publik Indonesia di wilayah tujuan.

Saat ini, terdapat 19 Atdikbud yang tersebar di Kuala Lumpur, Singapura, Bangkok, Beijing, Tokyo, Moskow, Paris, Den Haag, London, Washington DC, Riyadh, Kairo, Manila, Seoul, New Delhi, Berlin, Canberra, Port Moresby, dan Dili.

Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) Taipei, yang menjadi representasi Indonesia untuk Taiwan, sampai saat ini belum ditempatkan Atdikbud. Padahal, dengan jumlah mahasiswa Indonesia yang terbesar dibandingkan dengan negara-negara lain, sangat mendesak bagi Kemdikti Saintek untuk menempatkan Atdikbud.

Selama ini, fungsi pembinaan bagi para mahasiswa Indonesia ditangani oleh Bagian Perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) dan Pensosbud, yang sesungguhnya tidak lazim. Bagian Perlindungan WNI, yang merupakan para diplomat Kementerian Luar Negeri, sebenarnya sudah sangat kewalahan dengan berbagai program perlindungan dan masalah yang harus diatasi, mengingat terdapat lebih dari 313 ribu WNI yang sebagian besarnya adalah pekerja migran dan dengan 20 ribu mahasiswa.

Dapat dipahami bahwa ketiadaan hubungan diplomatik formal antara Indonesia dan Taiwan mungkin menjadi sebab belum ditempatkannya Atdikbud di Taipei. Namun, bila bercermin dari hadirnya bidang ketenagakerjaan (Kementerian Tenaga Kerja), bidang keimigrasian (Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan), bidang perdagangan (Kementerian Perdagangan), dan bidang perlindungan WNI (Kementerian Luar Negeri), maka hadirnya bidang Pendidikan setara Atdikbud adalah sebuah hal yang sangat memungkinkan.

Kehadiran Atdikbud akan berperan penting dalam melakukan pembinaan terhadap mahasiswa dan pelajar asal Indonesia yang berada di Taiwan. Kehadirannya akan mendorong semakin banyak mahasiswa Indonesia yang studi di kampus terbaik Taiwan, yang kemudian akan membawa ilmu dan pengetahuannya untuk Indonesia.

Saat ini, Taiwan banyak menawarkan beasiswa bagi mahasiswa asal Indonesia, baik melalui skema beasiswa MOE, ICDF (International Cooperation and Development Fund), dan beasiswa dari masing-masing kampus. Khusus S2 dan S3, para mahasiswa dari Indonesia sering dilibatkan dalam berbagai riset bersama para professor di kampus, sehingga menambah pengalaman dan pengetahuan yang berharga ketika kembali ke Indonesia.

Kualitas pendidikan tinggi di Taiwan pun tidak diragukan dan dapat bersaing dengan perguruan tinggi negara lain. Paling tidak, terdapat National Taiwan University (NTU) yang masuk dalam 100 terbaik dunia dan beberapa lainnya (NTHU, NCKU, NYMCTU) masuk dalam 300 terbaik dunia berdasarkan QS World University Ranking 2025.

Kehadiran Atdikbud di Taipei akan mempermudah peluang kerja sama perguruan tinggi Indonesia dengan Taiwan. Kampus-kampus di Taiwan pun membuka diri untuk bekerja sama dengan kampus di Indonesia seiring dengan kebutuhan internasionalisasi perguruan tinggi dan kebutuhan mahasiswa internasional. Universitas Al Azhar Indonesia dari Jakarta misalnya, telah menjalin kerja sama dengan National Taipei University (NTPU) dan Asia University dari Kota Tainan dalam beberapa tahun ini.

Salah satu keberhasilan pendidikan tinggi dan ekosistem riset di Taiwan terbukti dari status Taiwan sebagai negeri pemasok terbesar semikonduktor atau chip untuk berbagai perangkat, mulai dari ponsel sampai dengan perangkat akal imitasi (AI). TSMC, Mediatek, Realtek, UMC, merupakan contoh perusahaan-perusahaan Taiwan yang memproduksi semikonduktor.

Saat ini, industri semikonduktor Taiwan telah memasok sampai 90 persen kebutuhan semikonduktor tercanggih dunia dan dapat ditemukan dengan mudah pula di berbagai perangkat berteknologi tinggi di Indonesia. Indonesia tentu bisa menyerap pengetahuan dan pengalaman dari Taiwan apabila kerja sama pendidikan tinggi dan riset Indonesia – Taiwan berkembang dengan baik.

Hadirnya Atdikbud juga diharapkan bisa mencegah praktik-praktik penyimpangan yang memanfaatkan iming-iming studi lanjut di Taiwan, namun pada akhirnya menjerumuskan calon mahasiswa menjadi pekerja pabrik yang tidak sesuai dengan kontraknya.

Atdikbud dapat menyeleksi kampus, agensi, atau pihak ketiga yang memfasilitasi keberangkatan calon mahasiswa. Misalnya, pada 2019, terdapat 300 mahasiswa Indonesia yang diduga menjadi korban kerja paksa di sebuah pabrik lensa kontak yang pada awalnya ditawari berangkat ke Taiwan dalam skema Industry-Academia Collaboration. Kasus ini awalnya ditemukan oleh anggota parlemen Taiwan dan menjadi isu yang diberitakan media Taiwan dan Indonesia.

Dengan berbagai dampak positif dari hadirnya bidang pendidikan setara Atdikbud, sudah sangat mendesak bagi Kemdikti Saintek untuk menempatkan perwakilannya di KDEI Taipei. Hadirnya bidang pendidikan akan memberikan pelayanan yang lebih baik terhadap mahasiswa dan pelajar Indonesia di Taiwan, mengingat jumlah terbesar dibandingkan mahasiswa dan pelajar Indonesia di negara lain.

***

Penulis adalah Dosen Tetap Program Studi Hubungan Internasional di Universitas Al Azhar Indonesia, Jakarta. Saat ini sedang menempuh S-3 di National Chengchi University dan aktif sebagai Wakil Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Taiwan periode 2024-2025.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rama
EditorRama
Follow Us