Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Apakah Hewan Memiliki Perasaan Layaknya Manusia?

potret kasih sayang antara induk singa laut dengan anaknya (commons.wikimedia.org/Carlos Ponte)

Di dunia ini, hanya manusia yang jadi makhluk hidup dengan akal untuk berpikir. Sedangkan bagi hewan, mereka lebih banyak mengandalkan insting beserta pengalamannya untuk menjalani kehidupan sehari-hari. Kalaupun ada hewan-hewan cerdas, itu lebih terpengaruh pada kemampuan otak serta adaptasi ketimbang berpikir layaknya manusia. 

Akan tetapi, bagaimana dengan perasaan? Percaya atau tidak, kita pasti pernah melihat secara langsung ataupun melalui video soal hewan-hewan yang menunjukkan rasa empati, kasih sayang, hingga emosi seperti manusia. Bentuk dari perasaan itu pun bisa berasal dari hewan mana saja.

Misalnya, hewan peliharaan yang nampak memahami emosi pemiliknya, kawanan gajah melakukan "pemakaman" bagi anggotanya yang mati, sampai perhatian dari induk-induk hewan terhadap anaknya jadi beberapa contoh yang bisa kita amati. Lantas, sebenarnya hewan-hewan yang ada di dunia itu punya perasaan seperti manusia atau tidak, ya? Yuk simak ulasan lengkapnya di bawah ini!

1. Dari mana munculnya perasaan?

ilustrasi berbagai emosi yang dimiliki manusia (commons.wikimedia.org/Kuiperbharat)

Sebelum mengetahui jawaban soal apakah hewan memiliki perasaan atau tidak, agaknya perlu diketahui terlebih dahulu soal apa itu perasaan dan dari mana ia berasal. Pada dasarnya perasaan dan emosi yang timbul pada manusia muncul ketika ada stimulus tertentu yang diterima bagian otak. Stimulus itu bisa berasal dari pengalaman yang mempengaruhi jaringan saraf melalui pemikiran, perilaku, sampai bahasa.

Buah dari pengalaman-pengalaman itu akan membuat manusia bisa belajar, menilai, sampai memprediksi stimulus yang dirasakannya hingga memunculkan perasaan tertentu. Selain karena stimulus, ada beberapa reaksi kimia dalam otak yang membantu kita memunculkan perasaan tertentu. Sebut saja adrenalin, kortisol, oksitosin, dopamin, sampai serotonin.

Adrenalin berperan untuk memunculkan perasaan marah, gugup, hingga takut. Kortisol memunculkan perasaan untuk meredakan stres lewat peningkatan energi otot dan memori. Oksitosin bertanggung jawab atas rasa percaya, cinta, sampai simpati. Dopamin berfungsi untuk memberikan perasaan menyenangkan ketika mencapai suatu tujuan. Sementara itu, serotonin dapat mengatur mood seseorang, baik itu senang maupun sedih.

Mengutip jurnal, "Understanding Emotions: Origins and Roles of the Amygdala" karya Goran Šimić dkk., segala bentuk perasaan dan emosi ini bagi manusia bukan hanya untuk menunjukkan apa yang sedang dirasakan, tetapi juga untuk kemampuan bertahan hidup. Sebab, dalam perkembangan otak manusia, perasaan berperan secara psikologis ketika mereka berkelompok atau beraktivitas dengan sesamanya.

Oleh karena kemampuan kita untuk mengontrol perasaan dan emosi, hal ini disebut-sebut membantu manusia dalam beradaptasi dengan lingkungannya yang kerap berubah. Misalnya saja, perasaan dan emosi bisa mempengaruhi manusia lain untuk saling menjaga, mencari makanan dan minuman, sampai menemukan pasangan.

Menunjukkan perasaan dan emosi juga membantu memperingati manusia lain jika terjadi bahaya atau hal yang kurang mengenakkan dari manusia yang menunjukkan hal tersebut. Ditambah lagi, perasaan dan emosi turut membantu kita dalam menunjukkan afeksi terhadap sesama.

Jadi, pada dasarnya perasaan dan emosi itu muncul dari dalam otak manusia karena rangkaian stimulus dan reaksi kimia. Jika ada kaitannya dengan kedua hal tersebut, maka sebenarnya bukan tidak mungkin kalau hewan juga turut memilikinya. Akan tetapi, kalaupun memang punya, apakah alasan adanya perasaan dan emosi pada hewan serupa dengan manusia?

2. Jawabannya iya, hewan juga memiliki perasaan dan emosi layaknya manusia, tapi ...

Gajah bisa dibilang jadi salah satu hewan paling ekspresif dalam menunjukkan perasaan dan emosinya. (commons.wikimedia.org/Marcmiquel)

Jawaban atas keberadaan perasaan dan emosi pada hewan sebenarnya sudah dipercaya sejak lama sekali. Pythagoras yang merupakan filsuf sekaligus ahli matematika kenamaan Yunani Kuno menyebut pada tahun 490 SM bahwa ia percaya hewan pun memiliki perasaan layaknya manusia. Hal tersebut kemudian didukung dengan ungkapan Charles Darwin yang menyebutkan kalau sebenarnya tidak ada perbedaan mencolok antara manusia dengan mamalia lain dalam hal mental.

Kalau dulu, mungkin sangat sulit bagi manusia untuk mengetahui apakah hewan itu memiliki perasaan atau tidak. Sebab, perasaan dan emosi itu berasal dari kesadaran dan untuk mengetahui kesadaran, perlu ilmu neurologi yang dulu bahkan belum kita pelajari pada sesama manusia. Selain memanfaatkan ilmu neurologi, mempelajari keberadaan perasaan dan emosi pada hewan juga memerlukan pendekatan yang agak berbeda.

Menyadur laporan dari University of West Alabama, peneliti yang menggunakan pendekatan perilaku lebih menyarankan untuk tak mengaitkan emosi manusia untuk menjelaskan emosi hewan. Justru, lebih baik menggunakan pendekatan stimulus dan respon karena dua hal tersebut adalah pokok utama yang menimbulkan perasaan atau emosi pada hewan.

Lewat berbagai teknologi dan observasi terkini, peneliti bisa mengambil kesimpulan bahwa memang pada dasarnya ada hewan-hewan yang memiliki perasaan dan emosi. Hal ini bergantung pada stimulus yang mereka terima.

Bahkan, bagi peneliti yang terjun untuk mengamati perilaku hewan liar bisa mengidentifikasi karakteristik dan perasaan dari hewan yang jadi target observasinya. National Geographic melansir bahwa ada begitu banyak contoh dari perasaan dan emosi hewan liar yang mereka tunjukkan ketika mengalami sesuatu. Misalnya saja terancam, takut, kasih sayang pada anak-anaknya, sampai duka karena ditinggal anggota kelompok. 

Sama seperti manusia pada masa awal evolusinya, fungsi perasaan dan emosi bagi hewan lebih ke arah praktikal. Lewat dua hal ini, hewan dapat beradaptasi dengan baik di lingkungannya sembari berinteraksi dengan sesama pada saat-saat tertentu. Perasaan dan emosi yang muncul juga bisa jadi pertanda soal kondisi yang sedang dialami hewan.

3. Lantas, apakah hewan juga dapat merasakan kasih sayang dari manusia?

potret interaksi antara manusia dengan hewan (commons.wikimedia.org/Aashna.jain)

Kalau hewan juga memiliki perasaan dan emosi, maka apakah mereka juga bisa memberikan ataupun menerima perasaan dan emosi dari manusia? Pasalnya, kita sudah sering melihat begitu banyak kasus dimana terjalin afeksi yang mendalam antara manusia dengan hewan tertentu. Kisahnya pun tak jarang dapat membuat hati kita tersentuh ketika mendengar pertama kali.

Misalnya, kisah antara Profesor Jan van Hooff dari Kebun Binatang Belanda yang begitu dekat dengan simpanse tua bernama Mama. Ia dan simpanse tersebut sudah saling mengenal puluhan tahun. Pada hari-hari terakhir kehidupan Mama yang sudah renta, Profesor Jan van Hooff datang mengunjungi simpanse itu setelah sekian lama. Terlihat bahwa Mama sama sekali tak melupakan pria tersebut dan bahkan terjalin interaksi mengharukan antar keduanya.

Kisah Mama dan Profesor Jan van Hooff itu kemudian menginspirasi ahli primata, Frans de Waal. Mengutip Greater Good Magazine, de Waal juga memberi contoh bahwa hewan selain primata pun juga turut merasakan perasaan dan emosi dari manusia. Misalnya, anjing dengan seribu satu ekspresi ketika menerima stimulus dari pemiliknya, gajah dengan rasa empati yang tinggi, hingga kuda yang bisa memberikan berbagai macam ekspresi pada manusia.

Jadi, pada dasarnya memang benar ada hewan-hewan yang bisa merasakan perasaan dan emosi yang ditujukan manusia kepadanya. Bahkan, mereka pun turut merespon dengan caranya masing-masing. Tak jarang, hewan pun menunjukkan adanya rasa empati, baik kepada sesama maupun makhluk lainnya. 

Butuh waktu begitu lama bagi kita sebelum akhirnya mengetahui keberadaan perasaan dan emosi pada hewan. Studi yang terus berkembang pada akhirnya menunjukkan kalau hewan pun bisa turut merasakan apa yang manusia rasakan. Setelah membaca artikel ini, semoga kita bisa lebih memahami segala makhluk hidup di sekitar kita dengan tidak menyakiti maupun memberikan ancaman pada mereka, ya!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Izza Namira
EditorIzza Namira
Follow Us