Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

BI Sudah Turunkan Bunga, Tapi Kredit Masih Mahal?

Gubernur BI, Perry Warjiyo dalam Konferensi Pers RDG edisi Novemer. (IDN Times/Triyan).
Gubernur BI, Perry Warjiyo dalam Konferensi Pers RDG edisi Novemer. (IDN Times/Triyan).
Intinya sih...
  • Perbankan perlu turunkan suku bunga kredit agar penyaluran pembiayaan bisa meningkat
  • Permintaan kredit belum terlalu kuat, terutama pada sektor konsumsi dan modal kerja
  • Hasil stress test BI menunjukkan ketahanan perbankan tetap kuat dan mendukung stabilitas sistem keuangan
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyoroti industri perbankan yang masih lambat menurunkan suku bunga kredit. Pada Juli 2025, suku bunga kredit tercatat sebesar 9,16 persen, relatif stagnan dibanding bulan sebelumnya.

"Penurunan suku bunga kredit perbankan masih berjalan lambat. Pada Juli 2025, suku bunga kredit tercatat sebesar 9,16 persen, masih relatif sama dengan bulan sebelumnya. Bank Indonesia memandang suku bunga kredit perbankan perlu terus menurun sehingga dapat mendorong peningkatan penyaluran kredit/pembiayaan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi,"kata Perry dalam konferensi pers virtual, Rabu (20/8/2025).

Adapun sepanjang tahun ini, BI telah memangkas suku bunga acuan sebanyak empat kali, yakni pada Januari, Mei, Juli, dan Agustus, masing-masing pemangkasan sebesar 25 basis poin (bps), sehingga suku bunga acuan saat ini berada di level 5 persen atau yang terendah sejak November 2022.

1. Perbankan perlu turunkan suku bunga kredit agar penyaluran pembiayaan bisa meningkat

Ilustrasi Bank (pixabay.com/PabitraKaity)
Ilustrasi Bank (pixabay.com/PabitraKaity)

Menurut Perry, perbankan perlu menurunkan suku bunga kredit agar penyaluran pembiayaan bisa meningkat dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Saat ini, pertumbuhan kredit perbankan melambat menjadi 7,03 persen (yoy) pada Juli 2025 dari 7,77 persen (yoy) pada bulan sebelumnya.

Perbankan lebih memilih menempatkan kelebihan likuiditas pada surat-surat berharga, longgarnya likuiditas perbankan tersebut juga ditopang oleh pertumbuhan DPK pada Juli 2025 yang meningkat menjadi 7,00 persen (yoy) seiring ekspansi keuangan pemerintah. Kemudian sisi permintaan, pertumbuhan kredit lebih banyak ditopang oleh sektor-sektor yang berorientasi ekspor, khususnya pertambangan dan perkebunan, serta sektor transportasi, industri, dan jasa sosial.

2. Permintaan kredit belum terlalu kuat

Ilustrasi Bank. (IDN Times/Aditya Pratama)
Ilustrasi Bank. (IDN Times/Aditya Pratama)

Secara keseluruhan, perlambatan kredit mencerminkan permintaan dari pelaku usaha yang belum kuat dan cenderung menggunakan pembiayaan internal bagi usahanya. Berdasarkan penggunaan, pertumbuhan kredit konsumsi dan kredit modal kerja belum kuat yang masing-masing tumbuh sebesar 8,11 persen (yoy) dan 3,08 persen (yoy) sedangkan kredit investasi tumbuh tinggi sebesar 12,42 persen (yoy) sejalan dengan tingginya pertumbuhan investasi.

"Sementara itu, pembiayaan syariah tumbuh sebesar 8,31 persen (yoy), sedangkan pertumbuhan kredit UMKM masih rendah sebesar 1,82 persen (yoy). Ke depan, Bank Indonesia akan terus mendorong penyaluran kredit/pembiayaan perbankan, termasuk melalui kebijakan makroprudensial yang longgar dan mempererat koordinasi dengan KSSK. Secara keseluruhan, Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan kredit perbankan pada 2025 berada dalam kisaran 8-11 persen," tegasnya.

3. Hasil stress test BI, tunjukkan ketahanan perbankan tetap kuat

Pertumbuhan uang (pixabay.com)
Pertumbuhan uang (pixabay.com)

Ketahanan perbankan tetap kuat dan mendukung stabilitas sistem keuangan, permodalan terjaga pada level tinggi, likuiditas perbankan tetap memadai, dan risiko kredit rendah. Dari sisi permodalan, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan pada Juni 2025 tetap tinggi sebesar 25,81 persen sehingga masih mampu untuk menyerap risiko. Sementara itu, likuiditas perbankan juga terjaga yang tecermin dari tingginya rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) sebesar 27,08 persen pada Juli 2025. Rasio kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) perbankan terjaga rendah sebesar 2,22 persen (bruto) dan 0,84 persen (neto) pada Juni 2025.

"Hasil stress test Bank Indonesia juga menunjukkan ketahanan perbankan tetap kuat, ditopang oleh kemampuan membayar dan profitabilitas korporasi yang terjaga. Ke depan, Bank Indonesia terus memperkuat sinergi kebijakan bersama KSSK dalam memitigasi berbagai risiko ekonomi global dan domestik yang berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan," ungkapnya.

Selain itu, Perry Warjiyo mengatakan Bank Indonesia terus memperkuat implementasi Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) untuk mendorong pertumbuhan kredit/pembiayaan perbankan.  Adapun hingga minggu pertama Agustus 2025, total insentif KLM mencapai Rp384 triliun, yang disalurkan kepada kelompok bank BUMN sebesar Rp171,5 triliun, bank BUSN sebesar Rp169,2 triliun, BPD sebesar Rp37,2 triliun, dan KCBA sebesar Rp5,7 triliun.

Secara sektoral, insentif KLM disalurkan kepada sektor-sektor prioritas yakni Pertanian, Real Estate, Perumahan Rakyat, Konstruksi, Perdagangan dan Manufaktur, Transportasi, Pergudangan, Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, serta UMKM, Ultra Mikro, dan Hijau. 

"Ke depan, kebijakan KLM akan terus diperkuat untuk mendorong pertumbuhan kredit/pembiayaan perbankan melalui optimalisasi insentif pada sektor yang berkontribusi tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja serta selaras dengan program-program Asta Cita Pemerintah," tegasnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwifantya Aquina
EditorDwifantya Aquina
Follow Us