Ekonom Bank Mandiri Ungkap Efek Gencatan Senjata Gaza ke Pasar Global

- Dampak gencatan senjata dan kebijakan The Fed terhadap pasar: Stabilisasi harga minyak pasca gencatan senjata berpotensi menekan inflasi global; rupiah diperkirakan berpotensi menguat jangka pendek; fokus pasar pekan depan pada rilis inflasi AS September 2025
- Pergerakan pasar terkini: Pasar saham mayoritas turun di Asia, IHSG naik tipis di pasar domestik; Imbal hasil SBN dan US Treasury turun, dolar AS melemah sedikit; harga emas naik, minyak mentah turun.
Jakarta, IDN Times - Office of Chief Economist (OCE) Bank Mandiri mencatat sentimen pasar keuangan global dan domestik bergerak beragam. Hal itu dipengaruhi oleh arah suku bunga Amerika Serikat (AS) hingga kondisi geopolitik di Gaza.
Notulen rapat Federal Open Market Committee (FOMC) September 2025 menunjukkan The Fed menurunkan suku bunga karena pasar tenaga kerja melemah. Mayoritas anggota menilai kebijakan saat ini sudah cukup akomodatif, meski beberapa pejabat masih membuka peluang pelonggaran tambahan hingga akhir tahun.
"Israel dan Hamas sepakat gencatan senjata di Gaza, yang mendorong ketegangan mereda. Gencatan senjata tersebut mendorong harga minyak mentah mulai melandai karena ekspektasi pasokan kembali stabil," kata Kepala Ekonom Bank Mandiri, Andry Asmoro, Jumat (10/10/2025).
Di sisi domestik, pemerintah diperkirakan menyalurkan stimulus tambahan untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi. Paket insentif tersebut akan melengkapi delapan program akselerasi ekonomi yang sudah berjalan.
1. Dampak gencatan senjata dan kebijakan The Fed terhadap pasar

OCE BMRI menilai stabilisasi harga minyak pascagencatan senjata berpotensi menekan inflasi global dan menurunkan imbal hasil obligasi AS, yang dapat memperkuat sentimen risk-on di pasar negara berkembang.
Pelemahan dolar AS diperkirakan terjadi dalam jangka pendek karena pasar menilai kembali prospek penurunan suku bunga The Fed. Kondisi itu juga diyakini mendorong aliran modal ke aset berdenominasi rupiah, termasuk Surat Berharga Negara (SBN) dan instrumen pasar uang regional.
Rupiah diperkirakan berpotensi menguat jangka pendek, didorong melemahnya dolar dan menurunnya premi risiko global. Sentimen investor asing terhadap SBN diprediksi positif, terutama pada tenor menengah hingga panjang, seiring penurunan imbal hasil US Treasury dan ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed.
Likuiditas perbankan yang terjaga serta sinyal kebijakan akomodatif dari Bank Indonesia juga dapat memperkuat minat pada aset rupiah, meski risiko pelebaran defisit akibat kinerja pajak yang masih di bawah target tetap menjadi perhatian.
Fokus pasar pekan depan diperkirakan akan tertuju pada rilis inflasi AS September 2025, yang diproyeksikan meningkat menjadi 3,1 persen (year on year/yoy) dari 2,9 persen yoy sebelumnya akibat kebijakan tarif impor. Meski demikian, meredanya konflik di Timur Tengah diperkirakan menekan harga energi jangka pendek.
"Pada perdagangan awal pekan depan, kami memperkirakan nilai tukar rupiah bergerak di kisaran Rp16.500-16.600 per dolar AS, sementara imbal hasil SBN tenor 10 tahun diperkirakan bergerak di rentang 6,05-6,15 persen," sebutnya.
2. Pergerakan pasar terkini

Adapun kondisi pasar saham di kawasan Asia, mayoritas indeks saham melemah, dengan Hang Seng turun 1,73 persen ke 26.290, Nikkei turun 1,01 persen ke 48.089, dan Straits Times turun 0,30 persen ke 4.427. Di pasar domestik, IHSG naik tipis 0,08 persen ke 8.258, terdorong penguatan sektor transportasi dan logistik (+3,04 persen) serta infrastruktur (+2,18 persen).
Sementara di pasar obligasi, imbal hasil SBN 10 tahun turun 1,07 bps ke 6,11 persen, sedangkan US Treasury 10 tahun turun 3,11 bps ke 4,11 persen.
Di pasar uang, dolar AS melemah 0,25 persen ke 99,29, sementara rupiah melemah tipis 0,05 persen ke 16.553 per dolar AS. Mata uang Asia lainnya bergerak bervariasi, dengan yen Jepang menguat 0,27 persen dan won Korea Selatan melemah 1,06 persen.
Di pasar Komoditas, Harga emas naik 0,47 persen ke 3.995 dolar AS per troy ounce, minyak mentah ICE Brent turun 1,01 persen ke 65 dolar AS per barel, dan batu bara Newcastle stabil di 105 dolar AS per ton.
3. Stimulus ekonomi tambahan segera diumumkan

Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan, pemerintah masih menyiapkan tambahan stimulus ekonomi untuk kuartal III-2025. Pengumuman akan disampaikan oleh Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Airlangga Hartarto. Dia menegaskan anggaran tambahan tersebut sudah dipastikan mencukupi kebutuhan yang telah direncanakan pemerintah untuk menjaga daya dorong ekonomi.
"Nanti biar Pak Menko Perekonomian mengumumkan. Tapi ada lagi jadi kalau saya ditanya berapa, bertambah terus pokoknya, cukup," katanya di Kantor Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Jakarta, Rabu (8/10).
Purbaya menyampaikan pembahasan stimulus masih dilakukan oleh tim teknis lintas kementerian. Dia memperkirakan hasil diskusi dapat difinalkan dalam waktu dekat dan diumumkan pada minggu depan. Rencana pengumuman bisa dilakukan sekitar tanggal 17 atau 18 Oktober mendatang.
"Nanti nggak tahu apa tanggal Jumat depan tanggal 18 ya, apa dikeluarkan di situ sekaligus. Saya nggak tahu tapi mungkin tanggal 17 paling lambat sudah diumumkan semuanya," paparnya.