Gobel Minta Mendag Tak Diam, Bantu Purbaya Perangi Impor Thrifting

- Gobel mendukung langkah Purbaya.
- Impor pakaian bekas tidak layak pakai.
- Impor pakaian bekas menciptakan kemiskinan di tingkat bawah.
Jakarta, IDN Times– Anggota Komisi VI DPR RI dari Partai Nasdem, Rachmat Gobel meminta agar Menteri Perdagangan Budi Santoso jangan berpangku tangan dan diam saja menyaksikan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa berjuang memerangi impor pakaian bekas.
“Mendag harus bantu Menkeu. Ini untuk melindungi UMKM di bawah, di desa, dan untuk membuka lapangan kerja di tingkat bawah,” katanya dalam keterangan tertulis, Minggu (26/10/2026).
1. Gobel dukung langkah Purbaya

Gobel sangat mendukung langkah Menteri Keuangan yang sedang memerangi impor pakaian bekas ini. Menurutnya, impor pakaian bekas marak dalam 10 tahun terakhir ini membuat kolaps industri konveksi rumahan di tingkat bawah dan di desa-desa. Hal ini juga membuat hilangnya lapangan kerja di tingkat bawah.
“Namun kewenangan dan regulasi impor pakaian bekas bukan hanya ada di Kemenkeu yang membawahkan Ditjen Bea Cukai tapi juga ada di bawah Kemendag yang mengatur tentang perdagangan,” katanya.
2. Tidak semua pakaian bekas layak pakai

Lebih lanjut Gobel mengingatkan tentang keberadaan Asta Cita yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto. Dari delapan cita-cita, setidaknya ada tiga cita yang terkait dengan impor pakaian bekas ini. Pertama, pada cita kedua tertulis, Memantapkan sistem pertahanan keamanan negara dan mendorong kemandirian bangsa melalui swasembada pangan, energi, air, ekonomi kreatif, ekonomi hijau, dan ekonomi biru.
"Di sini ada aspek ekonomi kreatif dan ekonomi hijau. Impor pakaian bekas itu sistemnya bal-balan. Hanya ditimbang saja. Jadi tak semuanya layak pakai. Jadi sebagian akan menjadi sampah. Hal ini jelas tak sesuai konsep ekonomi hijau. Indonesia menjadi negara buangan sampah. Selain itu juga ada aspek ekonomi kreatif, impor pakaian bekas membunuh kreativitas masyarakat dalam industri pakaian jadi untuk masyarakat bawah,” katanya.
3. impor pakaian bekas telah menciptakan kemiskinan di tingkat bawah

Kedua, dalam cita ketiga, tertulis, Meningkatkan lapangan kerja yang berkualitas, mendorong kerwirausahaan, mengembangkan industri kreatif, dan melanjutkan pengembangan infrastruktur.Impor pakaian bekas jelas-jelas membunuh semua tujuan cita ketiga ini.
Ketiga, pada cita keenam, tertulis, Membangun dari desa dan dari bawah untuk pemerataan ekonomi dan pemberantasan kemiskinan. Impor pakaian bekas jelas-jelas membuat mati industri konveksi di desa-desa dan di bawah karena segmen pasarnya sama.
"Dengan demikian impor pakaian bekas telah menciptakan kemiskinan di tingkat bawah," ucapnya
4. Bisnis impor sampah pakaian hanya memerlukan power and money

Biasanya, kata Gobel, pelaku impor pakaian bekas selalu berdalih bahwa impor pakaian bekas telah menciptakan lapangan kerja.Padahal yang akan dihitung adalah pedagangnya.
"Ya, industri konveksi di tingkat bawah juga akan melibatkan para pedagang juga. Jadi ini dalih yang absurd,” katanya.
Jika diperhatikan secara cermat, impor pakaian bekas juga bertentangan dengan asta keempat yakni meningkatkan pembangunan sumberdaya manusia, sains, teknologi, pendidikan, kesehatan, prestasi olahraga, kesetaraan gender, serta penguatan peran perempuan, pemuda, dan penyandang disabilitas.
"Pada cita ini ada banyak aspek yang terkait dengan impor pakaian bekas, yaitu, sumberdaya manusia, peran perempuan, dan kesehatan. Industri konveksi, katanya, membutuhkan manusia-manusia berkualitas seperti kemandirian, kreativitas, dan jiwa juang," katanya.
Sedangkan bisnis impor sampah pakaian hanya memerlukan power and money untuk memengaruhi kebijakan tapi hasilnya merusak bangsa. Industri konveksi rumahan, kata Gobel, juga biasanya dikelola dan melibatkan kaum Perempuan. Dengan demikian, katanya, impor pakaian bekas telah mereduksi peran kaum perempuan dalam kegiatan ekonomi rakyat.




.jpg)













