Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Gobel Minta Mendag Tak Diam, Bantu Purbaya Perangi Impor Thrifting

WhatsApp Image 2025-10-22 at 15.15.12.jpeg
Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa. (IDN Times/Pitoko)
Intinya sih...
  • Gobel mendukung langkah Purbaya.
  • Impor pakaian bekas tidak layak pakai.
  • Impor pakaian bekas menciptakan kemiskinan di tingkat bawah.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times– Anggota Komisi VI DPR RI dari Partai Nasdem, Rachmat Gobel meminta agar Menteri Perdagangan Budi Santoso jangan berpangku tangan dan diam saja menyaksikan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa berjuang memerangi impor pakaian bekas.

“Mendag harus bantu Menkeu. Ini untuk melindungi UMKM di bawah, di desa, dan untuk membuka lapangan kerja di tingkat bawah,” katanya dalam keterangan tertulis, Minggu (26/10/2026).

1. Gobel dukung langkah Purbaya

HYP01120.jpeg
Anggota Komisi VI DPR RI, Rachmat Gobel. (IDN Times/Herka Yanis)

Gobel sangat mendukung langkah Menteri Keuangan yang sedang memerangi impor pakaian bekas ini. Menurutnya, impor pakaian bekas marak dalam 10 tahun terakhir ini membuat kolaps industri konveksi rumahan di tingkat bawah dan di desa-desa. Hal ini juga membuat hilangnya lapangan kerja di tingkat bawah.

“Namun kewenangan dan regulasi impor pakaian bekas bukan hanya ada di Kemenkeu yang membawahkan Ditjen Bea Cukai tapi juga ada di bawah Kemendag yang mengatur tentang perdagangan,” katanya.

2. Tidak semua pakaian bekas layak pakai

Suasana di jalan masuk Pasar Thrifting atau pakaian bekas di Pasar Terong, Jl Gunung Bawakaraeng Makassar, Kamis (2/6/2022) (Dahrul Amri/IDN Times)
Suasana di jalan masuk Pasar Thrifting atau pakaian bekas di Pasar Terong, Jl Gunung Bawakaraeng Makassar, Kamis (2/6/2022) (Dahrul Amri/IDN Times)

Lebih lanjut Gobel mengingatkan tentang keberadaan Asta Cita yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto. Dari delapan cita-cita, setidaknya ada tiga cita yang terkait dengan impor pakaian bekas ini. Pertama, pada cita kedua tertulis, Memantapkan sistem pertahanan keamanan negara dan mendorong kemandirian bangsa melalui swasembada pangan, energi, air, ekonomi kreatif, ekonomi hijau, dan ekonomi biru.

"Di sini ada aspek ekonomi kreatif dan ekonomi hijau. Impor pakaian bekas itu sistemnya bal-balan. Hanya ditimbang saja. Jadi tak semuanya layak pakai. Jadi sebagian akan menjadi sampah. Hal ini jelas tak sesuai konsep ekonomi hijau. Indonesia menjadi negara buangan sampah. Selain itu juga ada aspek ekonomi kreatif, impor pakaian bekas membunuh kreativitas masyarakat dalam industri pakaian jadi untuk masyarakat bawah,” katanya.

3. impor pakaian bekas telah menciptakan kemiskinan di tingkat bawah

IMG_3701.jpeg
Anggota Komisi VI DPR RI, Rachmat Gobel. (IDN Times/Aditya Mustaqim)

Kedua, dalam cita ketiga, tertulis, Meningkatkan lapangan kerja yang berkualitas, mendorong kerwirausahaan, mengembangkan industri kreatif, dan melanjutkan pengembangan infrastruktur.Impor pakaian bekas jelas-jelas membunuh semua tujuan cita ketiga ini.

Ketiga, pada cita keenam, tertulis, Membangun dari desa dan dari bawah untuk pemerataan ekonomi dan pemberantasan kemiskinan. Impor pakaian bekas jelas-jelas membuat mati industri konveksi di desa-desa dan di bawah karena segmen pasarnya sama.

"Dengan demikian impor pakaian bekas telah menciptakan kemiskinan di tingkat bawah," ucapnya

4. Bisnis impor sampah pakaian hanya memerlukan power and money

Thrifting fashion di Denpasar. (IDN Times/Ayu Afria)
Thrifting fashion di Denpasar. (IDN Times/Ayu Afria)

Biasanya, kata Gobel, pelaku impor pakaian bekas selalu berdalih bahwa impor pakaian bekas telah menciptakan lapangan kerja.Padahal yang akan dihitung adalah pedagangnya.

"Ya, industri konveksi di tingkat bawah juga akan melibatkan para pedagang juga. Jadi ini dalih yang absurd,” katanya.

Jika diperhatikan secara cermat, impor pakaian bekas juga bertentangan dengan asta keempat yakni meningkatkan pembangunan sumberdaya manusia, sains, teknologi, pendidikan, kesehatan, prestasi olahraga, kesetaraan gender, serta penguatan peran perempuan, pemuda, dan penyandang disabilitas.

"Pada cita ini ada banyak aspek yang terkait dengan impor pakaian bekas, yaitu, sumberdaya manusia, peran perempuan, dan kesehatan. Industri konveksi, katanya, membutuhkan manusia-manusia berkualitas seperti kemandirian, kreativitas, dan jiwa juang," katanya.

Sedangkan bisnis impor sampah pakaian hanya memerlukan power and money untuk memengaruhi kebijakan tapi hasilnya merusak bangsa. Industri konveksi rumahan, kata Gobel, juga biasanya dikelola dan melibatkan kaum Perempuan. Dengan demikian, katanya, impor pakaian bekas telah mereduksi peran kaum perempuan dalam kegiatan ekonomi rakyat.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us

Latest in Business

See More

6 Bisnis Sampingan untuk Millennial dengan Modal Minim

26 Okt 2025, 23:27 WIBBusiness