Indonesia Kembali Dinobatkan sebagai Negara Paling Dermawan di Dunia

Jakarta, IDN Times - Di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih karena pandemi COVID-19, sektor filantropi Indonesia kembali menorehkan prestasi. Indonesia kembali dinobatkan sebagai negara paling dermawan di dunia versi World Giving Index (WGI) 2022.
Laporan tahunan mengenai kedermawanan global yang dirilis Jumat (121/10) oleh CAF (Charity aid Foundation) ini mengukuhkan Indonesia di peringkat pertama dengan skor 68 persen, lebih rendah 3 persen dibanding skor di tahun sebelumnya. Pencapaian ini menempatkan Indonesia sebagai negara paling dermawan dalam kurun waktu 5 tahun bertutut-turut.
The World Giving Index (WGI) adalah laporan tahunan tentang kedermawanan di seluruh penjuru dunia yang diterbitkan oleh Charities Aid Foundation (CAF).
Laporan ini disusun dengan menganalisis hasil survei lebih dari 1,96 juta responden di 119 negara di seluruh dunia yang dikumpulkan oleh Gallup sejak 2009. Analisis data untuk laporan WGI 2022 dilakukan berdasarkan jajak pendapat secara global pada 31 Maret 2022. Laporan ini menggambarkan kondisi kedermawanan di berbagai penjuru dunia selama tahun 2021.
1. Indonesia tempati 2 peringkat teratas dari 3 kategori

Seperti laporan WGI tahun sebelumnya, Indonesia menempati 2 peringkat teratas dari 3 katagori atau indikator yang menjadi ukuran WGI, yakni menyumbang uang, menyumbang pada orang asing/tidak dikenal dan partisipasi dalam kegiatan kerelawanan/volunterisme.
Hasil penelitian CAF menunjukkan 84 persen orang Indonesia menyumbang uang pada tahun 2021, jauh lebih tinggi dari skor rata-rata global (35 persen). Persentase warga Indonesia yang berpartisipasi dalam kegiatan kerelawanan juga tinggi (63 persen), hampir 3 (tiga) kali lebih besar dari angka rata-rata global (23 persen).
Sementara persentase warga yang menyumbang untuk orang asing berjumlah 58 persen, sedikit lebih rendah dari angka rata-rata global (62 persen).
2. Sektor filantropi Indonesia patut diapresiasi

Ketua Badan Pelaksana PIRAC (Public Interest Research and Advocacy Center) Hamid Abidin, mengaku takjub atas prestasi yang ditorehkan oleh sektor filantropi Indonesia dalam kurun waktu lima tahun tersebut. Di saat negara-negara lain keluar masuk daftar sepuluh 10 besar negara paling dermawan, Indonesia konsisten berada di posisi puncak dalam waktu setengah dekade.
“Ini menunjukkan kuatnya tradisi menyumbang kita yang diinspirasi oleh ajaran agama dan tradisi lokal yang sudah dipraktikkan puluhan tahun. Kondisi pandemi ternyata tidak berpengaruh pada minat dan antusiasme menyumbang masyarakat Indonesia dan hanya berdampak pada jumlah dan bentuk donasi yang disumbangkan,” katanya dikutip dari keterangan tertulis, Minggu (23/10/2022).
3. Faktor keberhasilan Indonesia sebagai negara dermawan

Selain pengaruh ajaran keagamaan yang sangat kuat, Hamid menilai keberhasilan para pegiat filantropi, khususnya filantropi Islam, dalam menggalang, mengelola dan mendayagunakan donasi keagamaan, juga berkontribusi pada pencapaian tersebut.
Lembaga filantropi Islam, khususnya badan dan lembaga pengelola ZISWAF (Zakat, Infaq, Sedekah dan Wakaf) telah bermetamorfosis menjadi lembaga filantropi modern. Mereka mengembangkan strategi penggalangan sumbangan keagamaan secara konvensional dan digital, serta menerapkan standart pengelolaan donasi secara transparan dan akuntabel.
Para pegiat lembaga ZISWAF juga berhasil mendorong perluasan pendayagunaan ZISWAF untuk program strategik dan jangka panjang, seperti pemberdayaan ekonomi, pelestarian lingkungan, perlindungan anak, sampai bantuan hukum dan advokasi kebijakan. Mereka juga berhasil mengaitkan dan menyelaraskan program-program yang dijalankannya dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
“Tak heran jika perolehan donasi lembaga-lembaga filantropi Islam ini mengalami kenaikan selama pandemi, meski prosesntase kenaikannya tidak setinggi di masa normal sebelum pandemi," ucapnya.
Peneliti dan pegiat Filantropi ini menilai keberhasilan pegiat Filantropi dalam mengoptimalkan pemanfaatan TIK (Teknologi, Informasi dan Komunikasi) untuk kegiatan filantropi juga ikut andil dalam mendongkrak posisi Indonesia di WGI. Strategi ini terbukti bisa menyiasati kebijakan pembatasan interaksi langsung dan mobilitas warga yang menjadi kendala utama kegiatan filantropi selama pandemik.
4. Regulasi di Indonesia tidak terlalu berpengaruh terhadap prestasi sektor filantropi nasional

Seperti tahun-tahun sebelumnya, Hamid melihat regulasi filantropi di Indonesia tidak banyak berpengaruh dan berkontribusi terhadap prestasi sektor filantropi ini. Bahkan, dalam banyak kasus, berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait Filantropi justru menghambat kegiatan kedermawanan di Indonesia.
Hal ini dikarenakan regulasi yang mengatur sektor filantropi (UU 9/1961, PP 29/1980, Permensos 28/2021, dan lain-lain) dinilai sudah ketinggalan jaman, kurang mendukung dan cenderung restriktif terhadap kegiatan kedermawanan.
Sementara kebijakan insentif pajak yang biasanya menjadi faktor pendorong kegiatan filantropi juga ketinggalan dibandingkan kebijakan insentif pajak di negara-negara lain.
"Insentif pajak di Indonesia belum menjadi pendorong warga untuk berdonasi karena cakupannya terbatas, jumlah insentif yang kecil, serta ketidakjelasan dan ketidakkonsistenan dalam penerapan kebijakannya," paparnya.