OJK Ungkap Alasan Berlakukan Co-Payment Asuransi Kesehatan

- Dalam Surat Edaran OJK Nomor 7 tahun 2025 menyebutkan, peserta asuransi harus menanggung paling sedikit 10 persen dari total pengajuan klaim untuk rawat jalan dan rawat inap.
- Ruang lingkup pengaturan dalam SE OJK ini hanya berlaku untuk produk asuransi kesehatan komersial, dan tidak mencakup skema Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Jakata, IDN Times - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjelaskan alasan di balik pemberlakuan aturan pembagian risiko atau co-payment untuk produk asuransi kesehatan.
Aturan ini tertuang dalam Surat Edaran OJK Nomor 7 tahun 2025, yang menyebutkan, peserta asuransi harus menanggung paling sedikit 10 persen dari total pengajuan klaim untuk rawat jalan dan rawat inap.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK, Ismail Riyadi menjelaskan, penerbitan SE OJK 7/2025 bertujuan untuk memperkuat ekosistem, tata kelola, dan perlindungan konsumen dalam industri asuransi kesehatan.
"Melalui ketentuan ini, OJK mendorong efisiensi pembiayaan layanan kesehatan jangka panjang di tengah tren inflasi medis yang terus meningkat secara global," ujarnya dalam keterangan resmi, Jumat (6/6/2025).
1. Tren inflasi medis terus meningkat

Menurut Ismail, tren inflasi medis yang terus meningkat dan jauh lebih tinggi dari inflasi umum, dan tidak hanya di Indonesia, namun juga terjadi di seluruh dunia.
Berdasarkan laporan Global Medical Trend Rates 2025 yang dikeluarkan oleh Aon, inflasi medis tahunan secara gross di Indonesia tahun ini diperkirakan mencapai 16,2 persen. Sedangkan inflasi medis secara net diperkirakan mencapai 13,6 persen. Adapun angka inflasi umum di Indonesia adalah 2,6 persen.
2. Hanya berlaku untuk asuransi kesehatan komersial

Ismail menegaskan, ruang lingkup pengaturan dalam SE OJK ini hanya berlaku untuk produk asuransi kesehatan komersial, dan tidak mencakup skema Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan.
Ismail menyampaikan bahwa SE OJK 7/2025 juga bertujuan mendorong seluruh pihak dalam ekosistem asuransi kesehatan agar dapat memberikan nilai tambah dalam upaya efisiensi biaya kesehatan jangka panjang.
"Hal ini mempertimbangkan tren inflasi medis yang terus meningkat dan jauh melampaui inflasi umum, baik di Indonesia maupun secara global," ujarnya.
3. Peserta asuransi wajib menanggung 10 persen dari total pengajuan klaim

Salah satu ketentuan penting dalam SE OJK tersebut adalah Coordination of Benefit (CoB), yaitu mekanisme koordinasi pembiayaan apabila pelayanan kesehatan dilakukan sesuai skema JKN. Selain itu, perusahaan asuransi dan asuransi syariah diwajibkan untuk menerapkan fitur co-payment atau pembagian risiko dalam produk asuransi kesehatan.
Ketentuan ini menetapkan bahwa pemegang polis, tertanggung, atau peserta wajib menanggung minimal 10 persen dari total pengajuan klaim rawat jalan atau rawat inap di fasilitas kesehatan. Nilai maksimal co-payment ditetapkan sebesar Rp300 ribu per klaim rawat jalan, dan Rp3 juta per klaim rawat inap.
Ismail menuturkan, kebijakan ini bertujuan mendorong penggunaan layanan medis dan obat yang lebih berkualitas serta menjaga agar premi tetap terjangkau.
"Dengan skema ini, premi dapat dimitigasi agar tetap affordable dan tidak melonjak drastis," ucap Ismail.