Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Ayah Zaman Now Banyak yang Turun Tangan Dukung Menyusui

ilustrasi orang tua mengasuh bayi (unsplash.com/Taylor Gray)
ilustrasi orang tua mengasuh bayi (unsplash.com/Taylor Gray)
Intinya sih...
  • Ayah generasi milenial dan gen Z makin terlibat dalam menyusui, mencari informasi, mendukung istri, dan berdiskusi soal ASI.
  • Dukungan terhadap ibu menyusui makin inklusif dengan munculnya komunitas Ayah ASI yang aktif mengedukasi peran ayah dalam proses menyusui.
  • Angka menyusui naik di Indonesia, sementara penjualan susu formula menurun, mencerminkan pergeseran pola pikir tentang pentingnya ASI.

Dulu, topik menyusui sering dianggap urusan ibu semata. Namun, sekarang makin banyak ayah muda dari generasi milenial dan gen Z yang mulai terlibat lebih jauh. Mereka tak lagi canggung mencari informasi soal air susu ibu (ASI), ikut menemani istri ke ruang laktasi, bahkan ikut berdiskusi soal pompa ASI atau jadwal menyusui.

Perubahan ini bukan sekadar tren, tetapi cerminan pergeseran pola pikir tentang peran ayah dalam pengasuhan anak sejak dini. Para ayah generasi baru ini hadir, mendukung, dan peka—bukan hanya soal logistik, tetapi juga soal emosi dan kesejahteraan ibu menyusui.

Angka menyusui naik, penjualan sufor menurun

ilustrasi ibu menyusui (pexels.com/Greta Fotografía)
ilustrasi ibu menyusui (pexels.com/Greta Fotografía)

Di Indonesia, dukungan terhadap ibu menyusui mulai bergerak ke arah yang lebih inklusif. Kini, bukan hanya para ibu yang berbicara tentang pentingnya ASI, tetapi juga para ayah. Salah satu yang menarik adalah kehadiran komunitas Ayah ASI, sebuah gerakan unik yang bahkan tidak ditemukan di banyak negara lain. 

Komunitas ini aktif mengedukasi dan menyebarkan informasi tentang pentingnya peran ayah dalam mendukung proses menyusui, dan menjadi mitra kerja Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI). Meski kesadaran ini belum merata, tetapi tren positifnya tak bisa diabaikan.

"Cukup meningkat trennya seiring dengan maraknya isu dukungan yang positif dari ayah-ayah di keluarga, dalam keluarga. Walaupun saya tidak bisa memungkiri, belum merata. Jadi masih banyak yang melihat menyusui itu urusan perempuan saja, urusan ibu-ibu gitu. Tapi mudah-mudahan dengan semakin meningkatnya awareness masyarakat, maka semakin banyak juga pihak yang sadar," kata Nia Umar, Ketua Umum Pusat AIMI.

Dukungan ayah dalam keluarga terbukti memberi dampak besar—baik bagi ibu, bayi, hingga keberlanjutan pola menyusui itu sendiri. Data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2022 mencatat, angka menyusui di Indonesia telah mencapai 52,5 persen.

Pada saat yang bersamaan, laporan Euromonitor menunjukkan penurunan tren penjualan susu formula untuk bayi usia 0–1 tahun. Artinya, makin banyak keluarga yang memilih kembali ke hakikat alami, yakni menyusui sebagai fondasi awal kehidupan.

Menyusui pernah "ditinggalkan"

Tak banyak yang tahu, bahwa tren menyusui di dunia sempat mengalami kemunduran drastis pada era 1970-an. Saat itu, menyusui yang sejatinya adalah proses alami dan penting bagi kelangsungan hidup bayi, mulai ditinggalkan. 

Penyebab utamanya adalah masifnya promosi susu formula yang dilakukan secara agresif oleh industri. Iklan-iklan yang menyasar ibu-ibu muda saat itu begitu meyakinkan, seolah susu formula adalah pilihan yang lebih modern, praktis, bahkan superior dibanding ASI. Akibatnya, angka menyusui turun tajam. 

Situasi inilah yang kemudian memantik kekhawatiran para pakar kesehatan, pegiat laktasi, dan organisasi internasional. Mereka mulai membentuk gerakan untuk melindungi dan mempromosikan kembali pentingnya menyusui. Dari sinilah lahir Kode Internasional Pemasaran Produk Pengganti ASI pada awal 1980-an, serta berdirinya jaringan seperti International Baby Food Action Network (IBFAN) dan World Alliance for Breastfeeding Action yang terus memperjuangkan hak bayi untuk mendapatkan ASI.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nuruliar F
EditorNuruliar F
Follow Us