Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Mengapa Kita Dapat Merasa Sakit? Ini Penjelasannya

ilustrasi asam lambung naik (pexels.com/Sora Shimazaki)
ilustrasi asam lambung naik (pexels.com/Sora Shimazaki)

"Aduh, sakit!"

Mengucek mata setelah memotong cabai, kepala terbentur, hingga jatuh dapat membuat kita merasa sakit. Bentuk sakit yang dirasakan pun bervariasi dengan level yang berbeda-beda. 

Pertanyaannya, mengapa kita dapat merasa sakit yang demikian? Begini cara kerja tubuh merespons stimulus hingga memicu sensasi yang kita sebut sebagai rasa sakit. Semuanya berlangsung sangat cepat, bahkan bisa tidak disadari, lho.

Mengapa kita dapat merasa sakit?

ilustrasi sakit (pexels.com/RDNE Production)
ilustrasi sakit (pexels.com/RDNE Production)

Alasan kenapa kita merasakan sakit ialah karena tubuh manusia memiliki reseptor nyeri yang dapat merespons stimulus tertentu. Rasa sakit atau nyeri ini penting, lho! Kemampuan merasakan sakit merupakan bagian dari jaringan pertahanan tubuh untuk melindungi diri dari cedera dan ancaman. 

Ketika merasa nyeri, itu berarti sistem saraf mengira ada bagian tubuh yang berisiko atau sudah cedera. Nyeri menjadi sinyal sensorik normal bahwa ada sesuatu yang salah dan tubuh perlu bereaksi untuk mengatasinya. 

Rasa sakit bisa berlangsung cepat atau bertahan lebih lama. Hal ini diartikan sebagai sensitivitas terhadap rasa sakit yang dipengaruhi oleh bagaimana otak menyimpan memori sebelumnya. Untuk lebih jelasnya, kamu perlu tahu bagaimana cara tubuh merespons stimulus dan mengartikannya sebagai rasa sakit.

Bagaimana rasa sakit muncul?

Mungkin rasa sakit karena suatu hal hanya muncul sekian detik. Namun, sebenarnya sensasi sakit yang kita rasakan merupakan proses fisiologis yang kompleks, lho. Dari stimulus sampai respons yang kita hasilkan perlu melalui serangkaian tahap panjang. 

Anggaplah kamu tidak sengaja menyenggol setrika panas. Reseptor nyeri khusus di titik tubuh tertentu akan melepaskan zat kimia yang disebut sebagai neurotransmiter. Bagian ini akan mengirimkan pesan ke otak. 

Dalam perjalanannya, pesan tersebut melalui saraf lalu ke sumsum tulang belakang hingga berakhir di otak. Setelah sampai, saraf tersebut akan diterima otak sebagai sinyal bahwa ada hal yang tidak beres dan membutuhkan perhatian segera. 

Otak yang menerima pesan tersebut memprosesnya, mengevaluasi, mencocokkannya dengan memori rasa sakit sebelumnya. Setelah hal tersebut dilewati, otak akan mengirimkan pesan balasan pada tubuh yang memerintahkan reaksi tertentu.  

Respons tubuh yang ditampilkan bisa bervariasi, tergantung pada situsasi yang dihadapi. Salah satunya, memicu otot-otot di tubuh untuk menjauhkan diri dari pemicu sakitnya. Selain menampilkan respon, otak juga dapat memicu pelepasan endorfin sebagai penghilang rasa sakit atau memberi tahu sistem kekebalan tubuh untuk mulai menyembuhkan lukanya.

Perubahan rasa sakit akut menjadi kronis

ilustrasi nyeri dada (pexels.com/koolshooters)
ilustrasi nyeri dada (pexels.com/koolshooters)

FYI, rasa sakit dibagi menjadi dua yakni, akut dan kronis. Ilustrasi sebelumnya merupakan gambaran rasa nyeri akut yang bisa hilang segera. Namun, rasa sakit tersebut bisa berubah menjadi kronis.

Ketika hal tersebut terjadi, otak mungkin salah mengartikan stimulus sehingga tetap merasa nyeri bahkan setelah cedera terlewati. Akan tetapi, mungkin juga karena penyebab nyerinya memang masih ada dan berkelanjutan, seperti radang sendi atau kanker. 

Mayoritas penyedia layanan kesehatan mendefinisikan rasa sakit kronis ketika berlangsung 3—6 bulan. Perubahan sakit akut menjadi kronis dapat dipengaruhi oleh banyak hal, seperti genetik, mekanisme fisiologis, dan faktor psikologis. 

Penjelasan mengapa kita dapat merasa sakit sejatinya bertujuan untuk melindungi diri dari risiko cedera. Berkat sensasi ini, tubuh dapat menampilkan respons agar tidak terluka atau setidaknya bisa segera pulih. 

Referensi:

"Ouch, that hurts!” The science of Pain". NIH MedlinePlus Magazine. Diakses Desember 2024.
"How We Feel Pain". National Vuvodynia Association. Diakses Desember 2024.
"Why We Feel Pain and Why It Can Last So Long". Jefferson Health. Diakses Desember 2024.
"Chronic Pain". Hopkins Medicine. Diakses Desember 2024.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Lea Lyliana
Laili Zain Damaika
Lea Lyliana
EditorLea Lyliana
Follow Us