Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

9 Penyakit yang Bisa Timbul dari Bakteri Usus Besar, Bisa Mematikan!

ilustrasi sistem pencernaan (unsplash.com/julien Tromeur)
ilustrasi sistem pencernaan (unsplash.com/julien Tromeur)

Tubuh kita terdiri dari sekitar 100 triliun sel dan menyimpan mikroorganisme paling banyak ada pada usus, setidaknya terdiri dari 400 juta bakteri. Kompleksitas usus yang luar biasa ini sangat penting bagi kesehatan secara keseluruhan, yang menarik perhatian banyak ilmuwan.

Sejumlah penelitian telah menunjukkan hubungan antara kesehatan usus dan sistem kekebalan tubuh, suasana hati, kesehatan mental, penyakit autoimun, gangguan endokrin, kondisi kulit, dan kanker.

Terdapat beberapa penyakit yang bisa timbul akibat bakteri di usus besar kita yang perlu diwaspadai. Apa saja?

1. Infeksi C. difficile

ilustrasi perut (IDN Times/Mardya Shakti)
ilustrasi perut (IDN Times/Mardya Shakti)

Contoh "klasik" penyakit yang berasal dari mikrobioma usus adalah infeksi C. difficile, bakteri yang menyebabkan diare, kram perut, demam, dan dalam kasus yang parah, gagal ginjal.

Penyakit akibat infeksi bakteri tersebut sering berkembang pada orang-orang yang menggunakan antibiotik dengan dosis tinggi untuk membunuh bakteri normal di saluran pencernaan.

Jika adanya gangguan mikrobioma (lingkungan bakteri di saluran pencernaan), maka bakteri jahat akan menyebar dan penderitanya akan kehilangan bakteri baik. Nah, keseimbangan keragaman bakteri terganggu, infeksi bakteri bisa terjadi. Persis seperti itulah yang dilakukan patogen oportunistik seperti C. difficile

2. Kanker usus besar

ilustrasi kanker usus besar atau kanker kolorektal (freepik.com/brgfx)
ilustrasi kanker usus besar atau kanker kolorektal (freepik.com/brgfx)

Dilansir New York Times, para ilmuwan telah menemukan racun yang dihasilkan oleh dua jenis bakteri seperti E. coli dan B. fragilis, yang bergabung dalam usus besar bisa merusak DNA.

Berdasarkan laporan dalam jurnal Science tahun 2018, para peneliti menyarankan bahwa penemuan itu, dalam waktu dekat, mengarah pada tes yang akan mengidentifikasi pasien yang harus diawasi secara ketat untuk kanker usus besar.

Selain itu, temuan mereka diharapkan dapat mengarah pada pengembangan vaksin yang dapat memberi perlindungan dari kanker usus besar.

3. Sindrom iritasi usus besar

ilustrasi sindrom iritasi usus besar atau IBS (scientificanimations.com)
ilustrasi sindrom iritasi usus besar atau IBS (scientificanimations.com)

Sindrom iritasi usus besar (irritable bowel syndrome atau IBS) adalah masalah pencernaan kronis yang dapat menyebabkan ketidaknyamanan perut ekstrem, serta diare ataupun sembelit.

Sayangnya, hingga kini penyebab IBS belum diketahui pasti. Pengobatan dilakukan untuk mengendalikan gejala serta menghindari stres dan makanan pemicu gejala.

Meski demikian, mikrobioma berperan dalam seberapa cepat usus menggerakkan makanan yang dicerna, yang merupakan komponen utama IBS. Masalahnya terletak pada menentukan bakteri mana yang berkontribusi terhadap masalah tersebut.

Bagaimana pengobatannya? Kemungkinan puasa bisa membantu. Studi dalam International Journal of Behavioral Medicine tahun 2006 mengamati 58 pasien dengan IBS, lalu mereka dibagi menjadi dua kelompok. Satu kelompok diberikan obat resep dan psikoterapi untuk mengurangi gejala IBS, sedangkan kelompok lainnya berpuasa selama 10 hari, hanya minum air. Kelompok puasa melaporkan perbaikan pada 7 dari 10 gejala.

4. Penyakit radang usus

loyolamedicine.org
loyolamedicine.org

Dua jenis penyakit radang usus (inflammatory bowel disease atau IBD) yang paling umum adalah penyakit Crohn dan kolitis ulseratif, yang mana keduanya adalah masalah kesehatan serius.

Terdapat komponen genetik pada IBD, meskipun para ahli belum dapat menjelaskan asal mula kebanyakan kasus. Ini karena mikrobioma adalah "pemain ulung" dalam penyakit. Sebab, dalam beberapa kasus ditemukan bahwa orang dengan IBD memiliki komposisi mikroba yang sangat berbeda.

Para peneliti telah mencoba merawat pasien penyakit radang usus dengan transplantasi feses, tetapi sejauh ini prosedur tersebut kurang berhasil untuk IBD daripada untuk C. difficile. Meski begitu, dalam pengobatan ini fokus pentingnya adalah bagaimana menyesuaikan transplantasi untuk mengobati peradangan.

5. Multiple sclerosis

ilustrasi multiple sclerosis (stemcellstransplantinstitute.com)
ilustrasi multiple sclerosis (stemcellstransplantinstitute.com)

Multiple sclerosis adalah suatu penyakit saat sistem kekebalan tubuh menggerogoti lapisan pelindung saraf. Kerusakan saraf akibat penyakit ini mengganggu komunikasi antara otak dan tubuh.

Multiple sclerosis menyebabkan tremor, kelelahan, masalah kognitif, dan gejala lainnya, terjadi ketika sistem kekebalan menyerang lapisan mielin pada neuron.

Sebuah studi tahun 2017 menemukan bahwa dua jenis bakteri lebih umum pada pasien dengan multiple sclerosis, dan strain-nya dapat menyebabkan perubahan sel dalam darah yang sehat, meningkatkan kemungkinan respons autoimun yang berbahaya, dilansir STAT News

6. Radang sendi

ilustrasi radang sendi (pexels.com/Towfiqu barbhuiya)
ilustrasi radang sendi (pexels.com/Towfiqu barbhuiya)

Penyakit autoimun lainnya, artritis reumatoid, adalah suatu kondisi sistem kekebalan tubuh terutama menyerang sendi, tetapi bisa juga menyerang kulit, mata, paru-paru, jantung, dan pembuluh darah. Baru-baru ini beberapa studi menjelaskan kemungkinan adanya peran mikrobioma.

Studi pertama mengungkapkan bahwa pasien artritis reumatoid lebih mungkin memiliki beberapa spesies bakteri langka di usus mereka, dibandingkan dengan orang sehat. 

Dalam studi kedua, para peneliti mentransplantasi strain bakteri yang sehat ke tikus dengan artritis reumatoid, dan hasilnya gejalanya membaik. Meskipun para peneliti tidak yakin mengapa pendekatan ini berhasil, tetapi mereka yakin mikrobioma dapat merangsang sistem kekebalan untuk menyerang tubuh.

7. Alergi

ilustrasi seseorang mengalami reaksi alergi (unsplash.com/Brittany Colette)
ilustrasi seseorang mengalami reaksi alergi (unsplash.com/Brittany Colette)

Salah satu masalah sistem imun yang paling umum adalah alergi, baik itu reaksi terhadap serbuk sari, makanan, dan zat lain yang menyebabkan kesulitan bernapas, gatal-gatal, ruam, dan gejala lainnya.

Beberapa peneliti menyebut ini dengan istilah “hygiene hypothesis”. Istilah ini hadir karena kebanyakan anak modern kini tumbuh dalam kondisi yang sangat bersih, terutama di dalam ruangan, mereka tidak terpapar berbagai jenis bakteri. Nah, ketika mereka terpapar dengan mikrooganisme, sistem kekebalan mereka bereaksi berlebihan.

Penelitian yang lebih terkini menunjukkan bahwa kemungkinan yang lebih kompleks dari itu dan berkaitan dengan interaksi mikrobioma dengan mikroba yang ditemukan di lingkungan. Gaya hidup, paparan lingkungan, urbanisasi, diet, dan penggunaan antibiotik memiliki efek yang besar pada mikrobioma manusia, yang menyebabkan kegagalan toleransi imun dan peningkatan risiko alergi.

8. Penyakit jantung

ilustrasi kesehatan jantung (freepik.com/pressfoto)
ilustrasi kesehatan jantung (freepik.com/pressfoto)

Penyakit jantung atau penyakit kardiovaskular adalah kondisi arteri tersumbat oleh plak, lalu mengeras oleh kalsium, hingga menyempit karena peradangan. Akibatnya bisa berupa serangan jantung atau stroke. 

Dalam beberapa tahun terakhir, para peneliti menaruh perhatian pada cara mikrobioma dapat memengaruhi penyakit jantung. Sekarang tampaknya bakteri tertentu bisa membuat bahan kimia yang mengganggu kemampuan tubuh untuk memecah kolesterol, dilansir The Atlantic

9. Penyakit kejiwaan

ilustrasi orang dengan gangguan kecemasan (pixabay.com/xenseru)
ilustrasi orang dengan gangguan kecemasan (pixabay.com/xenseru)

Beberapa bahan kimia yang dihasilkan bakteri usus bertindak sebagai neurotransmiter, yang berarti para bakteri ini dapat menyampaikan pesan melalui sistem saraf kita. Mereka dapat menghasilkan zat yang berinteraksi dengan otak untuk meningkatkan kecemasan atau gangguan mental lainnya.

Dalam uji coba terhadap tikus, para peneliti telah mampu mengobati perilaku seperti depresi, kecemasan, dan bahkan autisme, mengutip Scientific American, dengan memperkenalkan jenis bakteri yang lebih sehat. Mereka berharap mengembangkan perawatan serupa untuk manusia.

Menjaga kesehatan pencernaan itu penting agar bisa mencegah beberapa penyakit yang bisa timbul dari bakteri usus besar. Misalnya dengan menerapkan pola makan sehat bergizi seimbang dan konsumsi probiotik. Tak lupa, optimalkan dengan olahraga rutin, istirahat cukup, dan kelola stres dengan baik.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Nuruliar F
EditorNuruliar F
Follow Us