Mendikdasmen Soroti Keadaban Berbahasa dan Penggunaan Kata Kasar

- Bahasa mencerminkan keadaban bangsa, menjadi identitas suatu bangsa, dan menunjukkan keadaban kita.
- Penggunaan bahasa Indonesia perlu diperkuat dengan konsep Trigatra Bangun Bahasa dan mengutamakan bahasa Indonesia.
- Perkuat peran guru bahasa Indonesia dalam pengajaran yang menyenangkan dan memicu rasa kritis serta logis.
Jakarta, IDN Times - Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti menyoroti bagaimana saat ini keadaban berbahasa mulai hilang, apalagi di ranah digital. Menurutnya, kini tidak ada kesantunan serta tidak ada rasa empati kepada orang lain dari bahasa yang digunakan.
"Keadaban berbahasa ini menurut saya sudah pada level yang sangat serius, orang berbicara kata-kata kasar mohon maaf kata-kata jorok kata-kata kotor dan sejenisnya itu sudah sangat biasa," kata dia dalam agenda "Pak Menteri Menyapa Guru Bahasa Indonesia, di Gedung A Kemendikdasmen, Jakarta Pusat, Senin (24/6/2025).
1. Bahasa mencerminkan keadaban bangsa

Dia menilai, bahasa sebenarnya menunjukkan bangsa. Maka bahasa bukan sekadar tutur, namun menjadi identitas suatu bangsa.
"Bahkan menjadi bagian dari ciri suatu bangsa tetapi mencerminkan keadaban kita itu seperti apa," katanya.
2. Penggunaan bahasa Indonesia kita tidak dijalankan dengan disiplin

Dia menilai, penggunaan bahasa Indonesia tidak dijalankan dengan disiplin. Alhasil, Abdul ingin Trigatra Bangun Bahasa perlu diperkuat, yakni konsep kebahasaan dan kesastraan Indonesia yang terdiri dari tiga aspek utama mulai dari mengutamakan bahasa Indonesia, melestarikan bahasa daerah, dan menguasai bahasa asing.
Masalah selanjutnya, kata dia adalah bagaimana masyarakat harusnya menjadikan bahasa Indonesia sebagai bagian dari upaya membangun kejayaan dan keadaban bangsa, lewat karya hingga capaian dunia. Dia bersyukur kini bahasa Indonesia sudah digunakan sebagai bahasa rapat di UNESCO.
3. Perkuat peran guru bahasa Indonesia

Maka, peran guru bahasa Indonesia dan pola pengajarannya harus diperhatikan, belum lagi bahasa Indonesia adalah mata pelajaran wajib. Bahasa Indonesia, kata dia, bukan hanya sebagai penyampai pesan, tetapi juga jadi ilmu tersendiri.
Dia juga mau Bahasa Indonesia juga diperlukan untuk memicu rasa kritis dan logis. Namun, pengajarannya harus menyenangkan dan mudah.
"Ini memang harus kita lihat bagaimana teks-teks yang dipakai dalam bahasa Indonesia dan bagaimana kemudian kita mengembangkan strategi mengajarnya," katanya.