Anita Wahid: Kasus Meiliana Buktikan Rasa Tersinggung Jadi Bom Waktu

Surabaya, IDN Times - Kasus Meiliana, seorang warga yang memprotes suara azan di Tanjung Balai, Medan, Sumatera Utara rupanya juga menjadi sorotan Anita Wahid, anak ketiga dari presiden keempat Indonesia Abdurraham Wahid alias Gus Dur. Ditemui seusai acara peringatan 100 hari tragedi bom Surabaya di warung Mbah Cokro, Jumat (24/8), Anita menyampaikan pendapatnya terkait kasus yang menimpa Meiliana.
1. Pemicu konflik lain

Anita beranggapan bahwa jika vonis hukuman penjara selama 18 bulan benar-benar akan dijalankan oleh Meiliana, maka kasus ini akan menjadi pemicu konflik-konflik lainnya yang serupa. Sehingga tentu hal ini akan menciptakan suasana yang tidak nyaman di lingkungan antar umat beragama. "Makin berat aja sih. Kalau kita ngomongin antar umat beragama mungkin tidak berdampak (langsung). Tapi yang jelas akan memicu konflik-konflik lainnya," ujarnya.
2. Ketersinggungan menjadi bom waktu

Anita menganggap konflik ini berasal dari rasa tersinggung yang ada di masyarakat karena Meiliana sempat mengeluh tentang pengeras suara masjid yang nyaring. Oleh karena itu, ia sangat menyayangkan rasa tersinggung yang sulit dikendalikan oleh masyarakat sehingga dapat memicu konflik besar. "Rasa marah dan rasa tersinggung itu seakan-akan kita hidup dengan bom waktu," jelasnya.
3. Minta pemerintah tanamkan pendidikan emosi

Melihat ujung permasalahan ini adalah emosi yang tak terkendali dari masyarakat, Anita meminta pemerintah melalui kementerian pendidikan mulai menanamkan pendidikan manajemen emosi. Ia meminta seluruh pihak mulai menyadari pentingnya mengatur emosi dan rasa tersinggung mengingat hal ini dapat menjadi sumbu konflik yang besar. "Karena emosi itu gak bisa dikendalikan. Tapi ia bisa dipengaruhi. Maka ini lah kapasitas kita untuk mempengaruhi emosi yang ada dalam diri kita," tuturnya.