Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Bincang Mantan: Perkara Bagi-Bagi Seragam Pernikahan

Ilustrasi oleh Rappler Indonesia

Oleh Adelia Putri dan Bisma Aditya

JAKARTA, Indonesia — Kedua penulis kolom baru Rappler, Bincang Mantan, adalah antitesa pepatah yang mengatakan kalau sepasang bekas kekasih tidak bisa menjadi teman baik. Di kolom ini, Adelia dan Bisma akan berbagi pendapat mengenai hal-hal acak, mulai dari hubungan pria-wanita hingga (mungkin) masalah serius

Bisma: Don't sweat the small stuff

Zaman sekarang katanya gampang banget loh melihat siapa aja sih sebetulnya yang dianggap teman dekat oleh seseorang. Tunggu aja waktu dia nikah, liat deh siapa-siapa aja yang pakai seragam. Voila, itu dia inner circle si pengantin sedangkan yang lain mungkin tidak seistimewa itu.

Pandangan yang demikian ini sangat lumrah lho ditemukan di sekitar kita. Tapi apa betul begitu adanya?

Paradigma ini sangat dipercaya di masyakarat sampai saya ingat betul salah satu teman saya ada yang curhat baper karena tidak dapet seragam di pernikahan teman kami. Dia merasanya dia tidak dianggap teman dekat padahal mereka sering banget bareng waktu kuliah, sedangkan beberapa orang yang diketahui teman adiknya malah dapet seragam.

Bukannya ikut bahagia di hari istimewa teman, dia malah baperin hal yang enggak penting!

Kaum-kaum mudah baper gini bikin saya juga kena curhatan banyak teman saya yang mau nikah, dia bingung siapa-siapa aja yang harus dapat seragam karena dia tidak mau menyinggung teman yang lain.

Dari segitu banyaknya hal yang bisa dipikirin soal pernikahan, dia malah buang-buang tenaga memikirkan hal ini. Tuh, urusan seragam aja bisa bikin baik tamu maupun si pengantin kepikiran, padahal ini hal kecil enggak sih? Enggak penting!!

Please don’t sweat the small stuff!!

Kalau buat saya, seragam pernikahan itu tidak ada bedanya sama dekorasi pernikahan atau band acara pernikahan itu, cuma sebagai pemanis acara aja. Nah yang namanya pemanis kan suka-suka si empunya acara mau kayak apa bentuknya, karena dia pun punya banyak pertimbangan soal budget atau selera.

Tamu, jangankan teman, saudara aja tidak perlu tau alasan dibalik keputusan yang diambil pengantin, ya kan?

Memang sih ada pengantin yang bisa kasih seragam untuk semua temannya, tapi banyak juga yang harus lebih selektif. Kita harus maklum atas apapun pilihan apapun yang diambil oleh si pengantin karena dia tidak punya urgensi maupun waktu untuk menjelaskan semuanya ke kamu, iya kan?

Daripada baper sendiri? Malah jadi kurang bersyukur atas kebahagiaan teman. Kalau kamu sampai menjadikan hal begini 'masalah' di hari istimewa teman kamu, ya kamu berarti memang bukan teman yang baik dan memang layak untuk tidak diangap istimewa.

Kalau dari segi pengantin, saya sering bantu teman saya yang mau nikah dimana seragam itu bukan sekedar lucu-lucuan, melainkan yang dapat seragam adalah orang-orang yang punya tugas di pernikahan tersebut. Seragam diberikan untuk mempermudah koordinasi antar panitia aja.

Makanya kadang orang yang kamu anggap tidak 'pantas' dapat seragam, eh, malah dapat.

Apakah si pengantin perlu jelasin ini semua ke semua tamu?

TIDAK!!

Yang pasti tidak usah baper lah sama hal-hal begini. Jangan semuanya dimasukin ke hati. Kalau teman nikah ya kita senang aja. Dapat seragam bersyukur karena nanti foto kita bagus. Udah tidak lebih dari itu. Kalo tidak dapet seragam kita harus tetap datang dengan rasa syukur karena teman kita bahagia.

Kalau kita bisa bahagia ketika teman kita bahagia tanpa syarat dan ketentuan, itu baru kita bisa dianggap teman yang sesungguhnya.

Bukan cuma sekedar tamu yang diseragamkan. Tapi teman yang tulus ikhlas bahagia atas kebahagiaan temannya. Jadi teman atau bukan teman bukan dilihat dari seragam kamu, tapi dari attitude kamu ke orang tersebut.

Adelia: Seragam pernikahan bukan sekedar basa-basi, lho

Yang pernah melangsungkan pernikahan atau ngurusin pernikahan pasti tahu kalau weddings are about symbols. “Ah, enggak kok, pernikahan itu kan tentang cinta!”

Ha ha ha. Yakin? Kalau gitu, kenapa hal-hal yang selama ini tidak pending di kehidupan sehari-hari bisa jadi bahan pertentangan ketika mau melangsungkan ritual dan resepsi pernikahan? Kenapa dua keluarga bisa ribut masalah baju adat siapa yang akan dipakai? Kenapa ngotot pakai baju putih saat akad karena ‘melambangkan kesucian’ padahal warna kulitmu terlihat kusam kalau pakai putih sebenarnya?

Ya begitu juga perkara bagi-bagi seragam saat mau nikah. Ada dua masalah di sini. Satu, siapa yang akan diberi seragam, dan dua, berapa uang yang harus dikeluarkan untuk seragam.

Untuk memitigasi kedua poin di atas saat pernikahan saya tahun lalu adalah menentukan sebuah dress code. Untuk keluarga besar, saya hanya memberikan warna apa yang harus dipakai saat acara. Untuk keluarga dekat, ada baju adat yang ingin kami pakai, namun untuk urusan biaya, ya ditanggung masing-masing pemakai. 

Begitu juga dengan teman-teman. Untuk resepsi, saya menentukan dress code warna putih, dan untuk seragam yang saya bagikan pun sangat subtle: kain untuk bawahan dan tas warna senada untuk perempuan, serta dasi kupu-kupu untuk laki-laki. Kenapa? Supaya tidak terlihat ada ‘kesenjangan sosial’ yang begitu jelas.

Yang saya kasih seragam pun yang benar-benar inner circle: mereka yang punya peran dalam hubungan saya dan suami, serta mereka yang betul-betul dekat dan selalu ada bagi kami.

But then again, tidak semua orang bisa ‘seberuntung’ saya: bisa punya resepsi khusus dengan tamu terbatas. Kalau tamunya ada ribuan, ya bagaimana bisa pakai dress code, ya kan?

Nah, kalau Mas di atas bilang jangan baper, menurut saya sebaliknya perkara seragam ini bisa dijadiin bahan refleksi diri. Kamu ngerasa dekat tapi enggak dikasih seragam? Ya berarti kamu mungkin tidak terlalu berguna selama ini atau punya salah terhadap mempelai yang kamu tidak sadari. Mungkin, setelah ini kamu bisa mencoba untuk lebih dekat dan membantu temanmu lebih sering. Yang penting, jangan dijadikan alasan sakit hati. Kan, katanya sudah dewasa.

Begitu juga kalau kamu dikasih seragam. Jangan sia-siakan pemberian temanmu, jangan pikir ini cuma basa-basi. Put more effort untuk bantuin calon mempelai, mulai dari belanja kain, suvenir, hingga datang lebih pagi saat akad. Jadikan ini awal mula persahabatan yang lebih erat ke depannya.

Adelia adalah mantan reporter Rappler yang kini berprofesi sebagai konsultan public relations, sementara Bisma adalah seorang konsultan hukum di Jakarta. Keduanya bisa ditemukan dan diajak bicara di @adeliaputri dan @bismaaditya

—Rappler.com

Share
Topics
Editorial Team
Yetta Tondang
EditorYetta Tondang
Follow Us