Bom Gereja Surabaya: Kehilangan Calon Istri Sehari Setelah Hari Pertunangan

SURABAYA, Indonesia — Kehilangan sosok yang dicintai tentu sangat berat, apalagi jika harus kehilangan dengan cara yang tragis dan mendadak. Hal ini yang dirasakan oleh Estefanus Masae, staf Gereja Pantekosta Pusat Surabaya yang harus kehilangan Martha Djumani, salah satu korban yang meninggal dunia akibat ledakan bom di gereja tersebut pada Minggu, 13 Mei lalu.
Martha Djumani yang lebih dikenal dengan panggilan Bing Bing meninggal dunia saat bertugas sebagai penerima tamu di Gereja Pantekosta. Berikut kisah cinta yang belum sempat berlabuh di pelaminan seperti yang dituturkan Estefanus kepada Rappler Selasa, 15 Mei kemarin.
Sudah lama kenal

Jika harus berbicara tentang kepribadian Martha tentu akan sangat panjang sekali. Saya mengenal Bing Bing sudah lama, sejak tahun 2000-an, karena kami sama-sama merupakan staf di gereja. Dia sudah puluhan tahun bekerja di gereja karena memang merupakan alumni dari sekolah di gereja itu.
Sejak dulu saya selalu melihat sosok Bing Bing sebagai perempuan yang setia, taat, patuh, tekun, serta tidak kenal rasa lelah. Apapun tugas yang diberikan padanya di kantor selalu dikerjakan tanpa mengeluh.
Bing Bing juga merupakan sosok dengan kepedulian sosial yang tinggi. Ia tidak suka melihat orang lain susah, baik orang tua maupun anak-anak. Apalagi, salah satu kualitas utama dari dalam diri Bing Bing adalah kecintaannya pada anak-anak, terutama karena dia adalah pengajar Sekolah Minggu. Anak-anak juga sangat lengket dengan Bing Bing. Setiap Rabu, ia selalu menjemput anak-anak untuk datang ke gereja.
Meskipun sudah lama kenal, kami baru mulai menjalin hubungan asmara pada Februari. Sebelumnya, saya sudah pernah menikah dan sudah memiliki dua orang anak serta satu orang cucu. Istri saya pun sudah meninggal beberapa tahun lalu. Saya sangat menyukai sosok Bing Bing dan merasa dia adalah orang yang cocok untuk saya. Saya pun langsung mengajaknya untuk serius berumah tangga.
Ada banyak sekali kenangan bersama Bing Bing yang pasti akan sulit saya lupakan. Tetapi yang paling mengingatkan saya tentang sosoknya adalah perhatiannya pada hal-hal kecil, terutama pada kesehatan saya. Setiap saya akan pergi tugas dari kantor, Bing Bing selalu membantu menyiapkan obat-obatan. Setiap saya akan berpergian jauh, dia sudah menyiapkan makanan dan snack agar saya tidak kelaparan selama perjalanan.
Terakhir kali bertemu
Semula kami berencana untuk menggelar lamaran pada 2 Juni nanti, tetapi akhirnya dimajukan menjadi Sabtu, 12 Mei kemarin. Acara pertunangan kami berlangsung sederhana di Tokyo Resto Seafood Restaurant, Surabaya, dengan dihadiri oleh keluarga kami berdua.
Setelah acara, saya mengantar Bing Bing dan keluarganya kembali ke rumah mereka di daerah Kepatihan, Surabaya. Saya pun menunggu hingga Bing Bing selesai mandi dan menghapus riasan wajah serta rambutnya. Setelah itu saya mengantar Bing Bing kembali ke gereja, beliau memang tinggal di asrama gereja.
Dalam perjalanan dari Kepatihan menuju Jalan Arjuno, Bing Bing memberitahu saya bahwa cincin tunangan yang baru saja dipakaikan tadi sore ia lepas. Katanya, takut terkena sabun jadi lebih baik di lepas saja. Saat itu memang di jarinya tidak terlihat ada cincin. Saya pun mencandainya dan bilang, "Jangan kamu melanggar aturan." Kami pun bercanda dan bersenda gurau hingga akhirnya tiba di asrama, sekitar pukul 10 malam. Bing Bing pun masuk dan saya kembali pulang ke rumah untuk bersiap-siap dengan tugas kami masing-masing di hari Minggu keesokan harinya.

Minggu kelabu
Seperti biasa, setiap hari Minggu Bing Bing bertugas sebagai penjaga absensi di Gereja Pantekosta. Ia selalu berdiri di pintu masuk, untuk mencatat siapa jemaat yang hadir serta membagikan warta. Sesibuk apapun Bing Bing selalu menyempatkan diri melakukan tugasnya di gereja setiap Minggu, termasuk pada pagi itu.
Hari Minggu pagi itu saya sedang bertugas untuk memberikan ceramah pada kediaman warga di kawasan Benowo, Surabaya. Saat sedang berkhotbah, saya mendapatkan informasi bahwa ada pengeboman yang terjadi di beberapa gereja di Surabaya. Meskipun sudah cukup banyak pesan yang masuk ke Whatsapp, saya belum membukanya karena ibadah belum selesai.
Setelah jemaat pulang, baru saya langsung berangkat menuju rumah sakit menggunakan sepeda motor agar lebih cepat. Saya tidak berangkat ke gereja karena saya sudah tahu bahwa korban pasti berjatuhan. Dalam perjalanan, staf gereja memberi tahu saya bahwa mereka tidak bisa menemukan Bing Bing.
Saya mulai panik, saya langsung mempercepat laju sepeda motor menuju Rumah Sakit William Booth, tapi tidak ada namanya dalam daftar korban. Saya ke Rumah Sakit RKZ juga tidak menemukan nama Bing Bing. Saya lalu mengarahkan motor saya menuju Rumah Sakit Bhayangkara, tetapi saat masih dijalan saya dihubungi kembali dan diberi tahu bahwa Bing Bing ada di UGD Rumah Sakit dr. Sutopo.
Sesampainya di sana saya bertemu dengan keluarga Bing Bing yang sudah menunggu. Saat itu Bing Bing masih bernafas dan dalam penangan dokter. Beberapa penanganan medis telah dilakukan, termasuk memberikan tindakan dengan alat pacu jantung. Namun akhirnya nyawa Bing Bing tidak bisa diselamatkan. Sekitar pukul 1 pagi dini hari pada Senin, 14 Mei, Bing Bing telah dipanggil Tuhan untuk selama-lamanya..
—Rappler.com