Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Cegah Pasal yang Diselundupkan, PDIP Lobi Parpol Lain soal RUU MK

Ketua DPP PDIP Djarot Syaiful Hidayat sebut PDIP belum putuskan Ahok maju Pilgub Sumut 2024. (IDN Times/Amir Faisol)

Jakarta, IDN Times - Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP), Djarot Syaiful Hidayat mengakui partainya telah menjalin komunikasi dengan partai lain di parlemen untuk menolak pasal-pasal bermasalah di dalam Undang-Undang nomor 24 tahun 2003 mengenai Mahkamah Konstitusi (MK) yang hendak direvisi. Revisi UU MK ini termasuk salah satu produk legislasi yang ditentang oleh banyak pihak, termasuk akademisi dan mantan hakim konstitusi. Sebab, revisi UU MK dianggap mengganggu independensi hakim konstitusi di masa depan. 

"Menolak pasal-pasal yang melemahkan Mahkamah Konstitusi, menolak pasal-pasal yang berpotensi merintangi hakim-hakim MK yang kritis dan berani. Nantinya, hal ini bisa menurunkan derajat kemandirian MK di dalam rangka untuk menjaga konstitusi," ujar Djarot di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat pada Rabu (29/5/2024). 

Ketika ditanyakan apakah revisi UU MK hingga saat ini belum disahkan di sidang paripurna lantaran masih dilobi oleh PDIP, Djarot pun menganggukan leher dan membenarkan. 

"MK itu sangat strategis dan penting. Sebagai penjaga konstitusi, harus betul-betul independen, kredibel, dan mandiri. Karena dia penjaga terakhir dari konstitusi," tutur dia lagi. 

Sikap penolakan PDIP terhadap RUU MK itu sejalan dengan instruksi Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri yang mengkritik revisi aturan tersebut ketika digelar rapat kerja nasional pada pekan lalu. 

1. PKS belum tahu adanya lobi-lobi PDIP terkait revisi UU MK

Gedung DPR/MPR (IDN Times/Amir Faisol)

Sementara, ketika ditanyakan kepada anggota komisi III DPR, Nasir Djamil, ia mengaku belum mendapat informasi mengenai adanya lobi-lobi fraksi PDIP ke fraksi partai lain untuk menolak RUU MK. Ia menegaskan semua tahapan revisi MK sudah selesai. Sehingga, harapannya RUU MK bisa segera dibawa ke rapat paripurna. 

Seluruh fraksi, kata dia, juga sudah memberikan pendapat terhadap RUU MK. "Kami tinggal mengambil keputusan di tingkat selanjutnya. Kita lihat sjaa nanti apakah kemudian, apakah ada fraksi yang tidak setuju, apakah ada fraksi yang memberikan catatan," kata politikus dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu. 

Menurutnya, pro-kontra terhadap sebuah RUU merupakan hal yang biasa. Namun, dalam pandangannya bila ada suatu fraksi yang menolak pengesahan atas sebuah RUU, seperti yang dilakukan fraksi PDIP, hal tersebut biasanya sudah diselesaikan di tingkat pimpinan DPR untuk mencari titik temu terhadap sejumlah perbedaan yang ada. 

2. Fraksi PDIP bakal sampaikan nota keberatan bila RUU MK dibawa ke sidang paripurna

Ketua Komisi III DPR, Bambang 'Pacul' Wuryanto. (IDN Times/Aryodamar)

Ketua Komisi III DPR, Bambang 'Pacul' Wuryanto sudah mengatakan bahwa fraksi PDIP bakal menyampaikan nota keberatan atau minderheit nota jika revisi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK disahkan pada Rapat Paripurna mendatang. 

"Tentu saja kan kami (sampaikan) minderheit nota," ujar Bambang di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat pada 27 Mei 2024 lalu. 

Ketika ditanya apakah sikap keberatan itu bakal diikuti juga oleh Menkum HAM Yasonna Laoly, Bambang menyebut pejabat di level eksekutif memiliki birokrasi tersendiri. Yasonna, kata Bambang, akan tegak lurus dengan kebijakan Presiden Joko "Jokowi" Widodo. 

"Tentu lain. Kalau eksekutif itu kan tegak lurusnya sama presiden. Jadi beda, harus dibedakan ya," tutur dia. 

3. Tiga hakim konstitusi berpotensi diberhentikan bila RUU MK disahkan

Hakim Konstitusi Saldi Isra (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)

Sementara, Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD, mengatakan salah satu dampak yang dirasakan langsung bila revisi keempat Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (MK) disahkan, yaitu tiga hakim konstitusi incumbent berpotensi diberhentikan. Ketiganya adalah Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Suhartoyo. 

Hal itu lantaran dalam RUU MK perubahan keempat tertulis di Pasal 23A ayat (1) bahwa masa jabatan hakim konstitusi 10 tahun. Lalu, ada pula keterangan di ayat (2) yang tertulis bagi hakim yang telah menjabat lebih dari lima tahun, maka wajib kembali kepada lembaga pengusul. Ketiga hakim ini harus meminta persetujuan kepada lembaga pengusul yang berwenang, apakah masa jabatannya sebagai hakim konstitusi tetap berlanjut atau dihentikan. 

Saldi Isra dan Enny Nurbaningsih harus memperoleh persetujuan dari lembaga pengusulnya, yaitu pemerintah. Sedangkan, Suhartoyo harus kembali ke Mahkamah Agung (MA) selaku lembaga pengusulnya. 

Saldi diketahui telah menjabat hakim konstitusi tujuh tahun satu bulan. Enny Nurbaningsih menjabat lima tahun delapan bulan. Sedangkan, Suhartoyo sudah menjabat sembilan tahun empat bulan.

"Kalau (RUU MK) dilihat dari sisi positif, bisa saja setelah UU MK disahkan, lalu tiga hakim MK yang harus meminta konfirmasi (ke lembaga pengusul) yaitu Saldi dan Enny kepada presiden, Suhartoyo kepada Ketua MA, lalu ketiganya tetap dinyatakan bertugas sampai SK (Surat Keputusan) masing-masing selesai berlaku. Kan bisa seperti itu," ujar Mahfud seperti dikutip dari akun media sosialnya.

"Tapi bisa juga ketiganya langsung diganti. Silakan saja, itu sudah terjadi," sambungnya dia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
Dwifantya Aquina
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Follow Us