Dilema NasDem Jadi Oposisi, Terancam Gagal pada 2024?

Jakarta, IDN Times - Pengamat Politik dari Citra Institute, Efriza, menilai saat ini Partai NasDem berada di posisi terjepit usai mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai calon Presiden (Capres) 2024.
Dia mengatakan, perselisihan hubungan antara Nasdem dengan PDIP menunjukkan posisinya yang dilematis. Parpol yang dipimpin Ketua Umum Surya Paloh itu tidak ingin keluar dari koalisi pemerintahan Presiden Joko "Jokowi" Widodo, tetapi di sisi lain hubungannya kian memanas dengan partai yang saat ini berkuasa di pemerintahan.
"NasDem tidak ingin melepaskan jabatannya di kementerian, ini bukan sekadar komitmen dalam etika berkoalisi ala NasDem," kata Efriza kepada IDN Times, Sabtu (15/10/2022).
1. NasDem tak punya pengalaman jadi oposisi

Dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Sutomo ini menjelaskan, jika menjadi oposisi pemerintah, sejauh ini NasDem tidak memiliki pengalaman dan justru bakal membawa kerugian.
Bila masuk oposisi, kata dia, NasDem sudah berhitung bahwa mereka akan mengalaim banyak kerugian. Baik dari segi dukungan finansial maupun jaringan kelembagaan kementerian.
"Selama ini kecenderungan umum bahwa seorang kader dengan jabatan menteri dapat membantu menyokong pendanaan kepartaian. Menjadi oposisi juga percuma tak ada taringnya di parlemen karena penguasaan politik di Senayan dikuasai oleh pemerintah," ujar Efriza.
2. Kecil peluang NasDem dongkrak elektabilitas Pemilu 2024 bila jadi oposisi

Di sisi lain, kata Efriza, kepuasan masyarakat terhadap Jokowi juga masih tinggi. Hal ini menunjukkan kecilnya peluang meningkatkan elektabilitas sebagai oposisi pada 2024 mendatang.
"Menyerang pemerintah juga akan menjadi blunder untuk NasDem. Sebab, dua periode NasDem adalah pendukung pemerintah paling loyal, bahkan NasDem adalah kekuatan pendukung paling dipercaya oleh Jokowi sehingga rasanya janggal dan tak sesuai dengan khas NasDem dalam berpolitik kepartaian," ujar dia.
Efriza menjelaskan, jika NasDem menarik diri dari pemerintahan, otomatis efek elektoral NasDem tidak terdongkrak signifikan. Sebab, kepuasan masyarakat terhadap pemerintah juga menambah kenaikan elektabilitas NasDem selain dari dukungannya terhadap Anies.
"Komitmen NasDem dan Anies yang berupaya tetap mendukung kebijakan pemerintah Jokowi juga akan diragukan, jika NasDem menarik diri dari pemerintahan. Apalagi, koalisi dan pasangan calon Presiden/Wakil Presiden belum terwujud, ini tentu saja merugikan jika NasDem memilih terburu-buru keluar dari pemerintahan," tutur dia.
3. Koalisi dengan PKS dan Demokrat akan membentuk NasDem sebagai oposisi

Pasca deklarasi Anies sebagai capres, NasDem kini disebut bakal membentuk koalisi dengan dua partai oposisi pemerintah, yakni PKS dan Demokrat.
Efriza mengungkapkan, jika koalisi itu terbentuk, maka NasDem akan dilabeli sebagai oposisi. Tentu saja ini tidak akan memperluas dan membesarkan segmentasi pemilih yang diincar NasDem.
"Apalagi warna ideologi NasDem nasionalis, tentunya wajah nasionalis NasDem sebagai oposisi semata akan sulit merangkul semua pemilih," ucap dia.