Dipecat dari Rektor UP, Prof Marsudi Bakal Lapor ke Mendikti

- Marsudi menilai pemberhentiannya tidak sesuai prosedur dan tanpa pembelaan
- Surat pemberhentian dianggap subjektif, Marsudi siap membuktikan di pengadilan
- Marsudi akan mengajukan audiensi ke Kementerian Pendidikan dan menempuh jalur hukum jika perlu
Jakarta, IDN Times - Profesor Marsudi Wahyu Kisworo bakal menempuh berbagai upaya setelah dicopot Yayasan Pendidikan dan Pembina Universitas Pancasila (YPP-UP) dari jabatannya sebagai Rektor Universitas Pancasila (UP). Marsudi menilai keputusan pemberhentiannya cacat prosedur dan dilakukan secara sewenang-wenang tanpa memberikan ruang pembelaan.
"Pertama saya nanti melaporkan ke Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Republik Indonesia. Karena apa? Prosedurnya sewenang-wenang. Harusnya ada proses melalui Senat, kemudian diberi kesempatan untuk membela diri, kita buktikan apa yang dituduhkan. Nah ini kan engga," kata Marsudi saat dihubungi, Rabu (30/4/2025).
1. Marsudi sebut alasan pemberhentian subjektif

Surat Keputusan Ketua Pembina YPP-UP Nomor 04/KEP/KA.PEMB/YPP-UP/IV/2025 yang memberhentikan Marsudi ditandatangani pada 24 April 2025. Dalam pandangannya, alasan yang tercantum dalam surat tersebut bersifat subjektif.
"Disurat pemberhentian itu alasanya gak bisa dibuktikan semua. Subyektif aja semua itu. Saya bisa di pengadilan bisa adu bukti bahwa itu gak ada yang diomongin itu," ujar dia.
2. Marsudi melayangkan surat permintaan audiensi

Marsudi mengaku telah mengirimkan surat permintaan audiensi ke Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Republik Indonesia.
Gayung bersambut, surat itupun langsung ditanggapi oleh Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) Brian Yuliarto. Kini, ia menyiapkan bukti dan dokumen untuk membuktikan pencopotan dirinya sebagai rektor tak berdasar dan sewenang-wenang.
"Karena kalau ke Mendiktisaintek harus membawa dokumen gak bisa hanya omon-omon harus ada bukti bukti yang saya bawa. Kemungkinan minggu depan ada kabar baru mengenai ini dari Mendiktisaintek, karena surat tadi sudah sampai ke Menteri," ucap dia.
Marsudi juga berencana menempuh, langkah hukum jika penyelesaian melalui Mendiktisaintek tidak membuahkan hasil.
“Ada dua langkah hukum pertama bisa perdata PTUN, karena SK Yayasan bisa digugat ke PTUN. Nah kedua adalah pidana yaitu pencemaran nama baik, karena dengan begini kan nama saya jadi rusak," ujar dia.
"Meskipun itu langkah terakhir kalau kita bisa selesaikan dengan baik-baik ya selesaikan dengan baik baik tapi kalau gak bisa selesai baik-baik mungkin lewat hukum gitu," sambung dia.
3. Marsudi menemui kejanggalan setelah melakukan audit keuangan

Marsudi menerangkan, saat menjabat sebagai rektor, ia menemukan sejumlah permasalahan dalam tata kelola keuangan UP. Temuan tersebut merupakan hasil audit oleh dua auditor eksternal, salah satunya auditor independen yang ia tunjuk.
"Jadi begini waktu saya menjabat saya melakukan meminta auditor yang saya percaya untuk melakukan audit kantor akuntan publik ya. Mengaudit yang terjadi sampai Mei. Karena saya menjabat bulan mei, karena saya gak mau yang terjadi pada masa sebelum saya. Nanti saya disuruh tanggung jawab gitu. Hasilnya sudah kita laporkan, banyak sekali lah masalah di sana berkaitan dengan keuangan," papar dia.
Namun sayangnya, laporan tersebut justru tidak ditindaklanjuti.
"Tapi gak ditanggapi sampai sekarang," ucap dia.
Sebaliknya, ia menduga temuan dan upayanya untuk melakukan pembenahan malah memicu ketegangan dengan yayasan. Ditambah lagi, ia juga menolak untuk mengaktifkan kembali mantan Rektor UP, Edie Toet Hendratno menjadi seorang dosen.
"Ternyata kemarin hari Senin itu saya tiba-tiba dipanggil dan langsung diberikan surat pemberhentian tanpa ada proses klarfikasi, langsung dibuat SK pemberhentian, tidak punya kesempatan membela diri juga," ujar dia.