DJKI: Permohonan Hak Paten Indonesia Naik 14,7 Persen Tiap Tahun

- Pertumbuhan permohonan paten domestik rata-rata 14,7 persen setiap tahun sejak 2015 hingga April 2025.
- Pada tahun 2024, tercatat sebanyak 6.757 permohonan paten, jumlah tertinggi dalam 10 tahun terakhir.
Jakarta, IDN Times - Permohonan paten dalam negeri menunjukkan tren peningkatan jelang kuartal II-2025. Dari data Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum, jumlah pengajuan paten domestik mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 14,7 persen setiap tahun sejak 2015 hingga April 2025.
Pada 2024, tercatat sebanyak 6.757 permohonan paten. Jumlah ini menjadi yang tertinggi dalam 10 tahun terakhir.
“Tidak ada lonjakan yang drastis, tapi grafiknya konsisten naik, kecuali pada 2020 saat pandemi sempat membuat permohonan turun,” kata Direktur Paten, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, dan Rahasia Dagang Kementerian Hukum, Sri Lastami, dikutip Rabu (14/5/2025).
1. Permohonan paten berasal dari beragam sektor

Pertumbuhan permohonan paten berasal dari beragam sektor, dengan lima bidang teknologi yang paling menonjol, mulai dari keperluan medis, kedokteran gigi, dan kebersihan diri, komunikasi visual, metalurgi, perangkat kesehatan, serta perlengkapan merokok.
Menurut Lastami, sektor kesehatan dan teknologi komunikasi saat ini menunjukkan aktivitas paling dinamis. Secara geografis, wilayah DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Sumatera Utara menjadi provinsi dengan jumlah pengajuan paten domestik tertinggi.
Kawasan-kawasan tersebut merupakan pusat industri dan pendidikan, serta memiliki akses yang lebih baik terhadap informasi, peluang usaha, dan fasilitas penelitian dibandingkan daerah lainnya.
2. Digitalisasi tulang punggung kemudahan akses

Beberapa upaya yang dilakukan antara lain melalui peningkatan sosialisasi dan edukasi lewat program DJKI Goes to Campus dan Goes to Pesantren, pemberian insentif pendaftaran bagi pelaku UMKM, institusi pendidikan, serta lembaga riset dan pengembangan milik pemerintah, hingga pengembangan sistem pendaftaran paten secara digital.
“Digitalisasi ini jadi tulang punggung kemudahan akses. Kami berharap dapat memberikan kemudahan bagi para inventor untuk mengajukan pendaftaran paten. Kami juga memberikan penghargaan dan pengakuan kepada inventor untuk meningkatkan motivasi dan kesadaran masyarakat untuk terus berinovasi dan mendapatkan pelindungan hukumnya," katanya.
3. Tantangan rendahnya pemahaman hak paten

DJKI mendorong hilirisasi riset lewat pendekatan triple helix, yakni kolaborasi antara pemerintah, universitas, dan industri. Tujuannya agar hasil invensi tidak sekadar menjadi dokumen hukum, tetapi bisa dikomersialkan dan dimanfaatkan masyarakat.
“Tujuannya, agar invensi yang didaftarkan tidak berhenti sebagai dokumen hukum semata. Kami ingin hasil riset itu bisa dikomersialkan, bisa dipakai masyarakat,” ujar Lastami.
Namun, masih ada tantangan seperti rendahnya pemahaman soal paten dan lemahnya koneksi riset dengan industri. Banyak peneliti lokal yang memiliki riset potensial tapi belum tahu cara melindungi atau memanfaatkannya.
Lastami optimistis, dalam lima hingga 10 tahun ke depan, paten bisa menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi berbasis inovasi. Regulasi yang lebih adaptif, kemudahan akses digital, dan penghargaan terhadap inovator diharapkan bisa memperkuat ekosistem paten nasional.