DPD Usul Zakat Bisa Danai Program Makan Bergizi Gratis

- Ketua DPD RI Sultan B Najamudin usulkan pembiayaan program MBG melalui zakat untuk menekan kekurangan pendanaan
- Sultan ajak semua pihak terlibat agar pemerintah tidak sendirian dalam menjalankan program ini
- Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, menyatakan penyelenggaraan program makan bergizi gratis di sekolah masih ada yang menggunakan dana pribadi Presiden Prabowo Subianto
Jakarta, IDN Times - Ketua DPD RI Sultan B Najamudin mengusulkan agar pemerintah membuka peluang pembiayaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) melalui zakat, demi menekan kekurangan pendanaan untuk membiayai program unggulan Presiden Prabowo Subianto ini.
Sultan juga berpandangan bahwa masyarakat bisa ikut terlibat untuk menyukseskan program MBG yang telah diuji coba per Senin (6/1/2025) lalu.
"Saya kemarin juga berpikir kenapa enggak ya zakat kita yang luar biasa besarnya juga kita mau libatkan ke sana, itu salah satu contoh," kata Sultan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (14/1/2025).
1. Pemerintah tak boleh bekerja sendirian untuk MBG

Lebih jauh, Sultan juga mengajak semua pihak agar mau terlibat dalam program ini supaya pemerintah tidak sendirian dalam menjalankannya.
Ia pun mengakui telah mengajak koleganya yang berasal dari kalangan duta besar, supaya mau ikut bersama-sama menyukseskan program andalan Prabowo tersebut.
Ia mengaku senang karena Jepang sudah menyatakan keinginan untuk mendukung program ini.
"Saya mau mengatakan bahwa program makan bergizi gratis ini, kalaupun memang ini program andalan dari eksekutif atau pemerintah, tapi kami berharap dari parlemen melakukan semua fungsi yang ada," kata dia.
"Memastikan agar program ini juga betul-betul berjalan dengan maksimal. Bukan hanya dari anggaran APBN yang ada, karena pasti sangat terbatas," imbuh dia.
2. Prabowo masih pakai dana pribadi untuk MBG

Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, mengatakan penyelenggaraan program makan bergizi gratis di sekolah masih ada yang menggunakan dana pribadi Presiden Prabowo Subianto.
Hasan mencontohkan, daerah yang masih menggunakan dana pribadi dari Presiden itu berada di Kendari, Sulawesi Tenggara.
"Yang di Kendari memang itu dia masih punya sisa anggaran uji coba dari yang diberikan oleh Pak Prabowo sebelumnya. Jadi mereka masih menggunakan dana yang itu," ujarnya.
Hasan menjelaskan, program tersebut dimulai Senin (6/1/2025) di sejumlah daerah. Dia mengaku pada hari pertama, pemerintah belum bisa melakukan evaluasi terhadap penyelenggaraan makan bergizi gratis.
"Mungkin belum bisa disebut evaluasi, ya. Kita kan baru hari pertama untuk melihat tadi dapur dan titik-titik sekolah. Kalau evaluasi biar dari BGN (Badan Bergizi Gratis) saja, ya. Ini kan hasil pemantauan kita aja yang bisa kita sampaikan. Kalau evaluasi biar dari BGN. Jadi jangan disebut evaluasi," kata dia.
3. Prabowo dinilai menyalahi aturan

Sementara itu, Center of Law and Economics Studies (Celios) menganggap penggunaan uang pribadi Presiden Prabowo dalam implementasi program MBG melanggar sejumlah ketentuan hukum.
Peneliti Hukum Celios, Muhamad Saleh menilai, penggunaan dana pribadi oleh pejabat negara untuk membiayai program MBG merupakan penyimpangan serius terhadap prinsip dasar pengelolaan keuangan negara.
Dalam perspektif hukum, kata dia, tindakan Prabowo ini bertentangan dengan Pasal 1 angka 1 dan Pasal 3 ayat (5) UU Nomor 17 Tahun 2003 yang mengatur bahwa semua penerimaan dan pengeluaran negara harus dikelola dalam mekanisme resmi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Saleh menambahkan, ketentuan itu tidak hanya bersifat administratif, tetapi juga menjadi dasar akuntabilitas publik terhadap penggunaan keuangan negara. Pengelolaan keuangan negara yang baik menuntut adanya transparansi, efisiensi, dan tanggung jawab sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 3 ayat (1) UU Keuangan Negara.
"Ketika seorang pejabat menggunakan dana pribadi untuk membiayai program negara, transparansi pengelolaan menjadi kabur karena pengeluaran tersebut tidak dapat diaudit secara resmi," kata dia.
"Hal ini membuka ruang bagi potensi penyalahgunaan wewenang dan mengaburkan garis tegas antara kepentingan pribadi dan publik,” imbuh dia.