Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Draf RUU Perampasan Aset Telah Selesai, Jokowi Siap Kirim Surpres

Menko Polhukam, Mahfud MD memberikan keterangan pers soal RUU Perampasan Aset di kantor Kemenko Polhukam pada Jumat, 14 April 2023. (IDN Times/Santi Dewi)

Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD mengatakan draf Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset sudah rampung dibahas dan diparaf oleh enam menteri atau kepala lembaga. Maka, dalam waktu dekat, kata Mahfud, draf RUU Perampasan Aset itu bakal dikirim oleh Presiden Joko "Jokowi" Widodo ke DPR dengan mengirimkan surpres. 

Sebelumnya, diketahui ada tiga menteri atau kepala instansi yang belum paraf draf RUU Perampasan Aset. Mereka adalah Menteri Keuangan, Sri Mulyani, Kapolri, Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo dan Jaksa Agung, ST Burhanuddin. Namun, Mahfud menyebut dokumen tersebut akhirnya telah ditandatangani oleh semua pihak yang terdiri dari enam kepala lembaga atau instansi. 

"Saya informasikan bahwa naskah yang memuat keseluruhan substansi sudah selesai dan diberi paraf oleh menteri dan kepala lembaga yang terkait dalam hal ini Menkum HAM, Menteri Keuangan, Jaksa Agung, Kapolri, Kepala dan PPATK dan saya selaku Menko Polhukam," kata Mahfud di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat pada Jumat, (14/4/2023). 

Sebelum memberikan keterangan pers, Mahfud sempat memimpin rapat teknis mengenai draf RUU Perampasan Aset dengan sejumlah pejabat eselon I serta Kantor Staf Presiden (KSP). Namun, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu menyebut rapat pada siang tadi sama sekali tidak menyentuh isu substantif. 

"Tadi, kami hanya merapikan kembali masalah-masalah teknis dan redaksional yang itu tidak akan berpengaruh terhadap apa yang secara substantif sudah diparaf oleh para pejabat tadi," tutur dia. 

Ia mengatakan draf naskah RUU Perampasan Aset bakal diajukan ke Jokowi usai ia kembali dari kunjungan kerja ke Jerman. Lalu, apakah draf RUU Perampasan Aset bakal didukung penuh oleh parlemen?

1. DPR klaim tak pernah tolak RUU Perampasan Aset

Anggota Komisi III DPR RI Fraksi NasDem, Taufik Basari di DPR, Selasa (16/8/2022). (IDN Times/Melani Putri)

Sementara, anggota Komisi III DPR, Taufik Basari mengatakan saat ini bola untuk pengesahan RUU Perampasan Aset sepenuhnya di tangan pemerintah. Sehingga, ketika Menko Mahfud diminta untuk mengonsolidasikan internal pemerintahan sebelum mendesak ke parlemen supaya RUU tersebut segera disahkan. 

"Berdasarkan informasi terakhir yang saya terima, pemerintah masih menyusun RUU ini. Jadi, RUU ini belum selesai di pemerintah," ungkap politisi dari Partai Nasional Demokrat itu kepada media di Jakarta pada Kamis, (13/4/2023). 

Maka, pria yang akrab disapa Tobas itu justru mendesak pemerintah agar segera menyerahkan naskah akademik dan RUU Perampasan Aset supaya bisa dibahas. "Jadi, jangan kemudian mendesak kepada DPR. Orang naskah akademik dan RUU-nya saja belum diterima oleh DPR," tutur dia. 

Tobas mengaku juga sudah menelusuri ke beberapa pihak terkait penolakan RUU Perampasan Aset di parlemen. Menurutnya, tidak pernah ada penolakan RUU Perampasan Aset. 

"Ketika pemerintah mengajukan itu agar masuk prolegnas, diterima tanpa ada keberatan. Saat kemudian di prolegnas 2020 dan 2021, pemerintah tidak memasukan ke prolegnas prioritas. Ketika di perubahan prolegnas 2022 dan 2023, pemerintah baru mengajukan. Artinya, pemerintah baru mengajukan ke parlemen pada 2022 lalu," katanya.

Rencananya surpres draf RUU Perampasan Aset bakal dilayangkan Sekretariat Negara ke DPR usai kembali dari masa reses yakni 15 Mei 2023. 

2. Draf RUU Perampasan Aset 2023 memudahkan negara merampas aset pelaku pencucian uang

Ilustrasi Pencucian Uang (IDN Times/Aditya Pratama)

Sementara, di dalam naskah RUU Perampasan Aset 2023, negara lebih mudah merampas aset dari para pelaku tindak kejahatan, khususnya yang melakukan pencucian uang. Sebab, proses perampasan aset tidak tergantung atau menunggu pelaku tindak kejahatan diproses lebih dulu di pengadilan. 

Hal ini mirip dengan naskah akademik RUU Perampasan Aset yang pernah dirilis pada 2016 lalu. Bahkan, di naskah akademik pada 2016 lalu dirinci secara detail jenis aset tindak pidana apa saja yang dapat dirampas oleh negara. Total ada 11 jenis aset, termasuk aset pejabat publik yang tidak seimbang dengan penghasilannya atau yang tidak seimbang dengan sumber penambahan kekayaannya dan tak dapat dibuktikan asal usul perolehannya secara sah. Maka aset tersebut dapat dirampas berdasarkan RUU Perampasan Aset. 

Sementaram, jumlah minimum nilai aset dan perubahannya yang dapat dirampas diatur dalam peraturan perundang-undangan. 

3. Ketum parpol di parlemen didesak untuk dukung pengesahan RUU Perampasan Aset

Ketua Komisi III DPR, Bambang 'Pacul' Wuryanto di rapat komisi. (Tangkapan layar YouTube IDN Times)

Sementara, Koalisi Masyarakat Sipil Anti-Korupsi mendesak para ketua umum partai politik agar segera mengganti kader mereka yang duduk di Komisi III DPR namun tak bersedia mendukung pembahasan RUU Perampasan Aset. Sebab, RUU itu sudah sejak lama didorong pemerintah agar segera disahkan. Dengan memiliki RUU itu, pemerintah bisa lebih mudah merampas aset dari para tersangka kasus korupsi yang terbukti dibeli dengan uang hasil tindak kejahatannya. 

Pernyataan koalisi itu merupakan tindak lanjut dari pendapat yang disampaikan politikus PDI Perjuangan, Bambang Wuryanto, di ruang rapat Komisi III DPR pada 29 Maret 2023. Saat itu, pria yang akrab disapa Bambang Pacul, menyebut upaya pemerintah untuk mengesahkan RUU Perampasan Aset bakal terbentur tembok besar. Hal itu lantaran belum ada instruksi yang masuk ke dirinya dari ketum parpol agar segera membahas RUU tersebut.

"Pak Mahfud tanya kepada kami, 'tolong dong RUU Perampasan Aset dijalani, republik di sini gampang kok. Lobinya jangan di sini, Pak. Ini Korea-Korea yang ada di sini (Komisi III) nurut ke bosnya masing-masing.' Di sini boleh ngomong galak, tapi kalau tiba-tiba Bambang Pacul ditelepon ibu 'Pacul (berhenti bahas RUU Perampasan Aset)', ya harus jawab siap. Saya siap laksanakan," ungkap Bambang, ketika itu. 

Menurut koalisi, pernyataan Bambang Pacul menjadi penjelasan mengapa produk hukum bermasalah yang lebih dulu disahkan. Produk hukum itu antara lain revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), UU Cipta Kerja, UU Minerba, hingga pengesahan Perppu Cipta Kerja menjadi undang-undang. 

"Keseluruhan produk hukum itu menjadi bukti konkret bahwa pembentukan regulasi merupakan hasil dari konsolidasi elit politik dan bisnis yang telah berhasil mengekang demokrasi," kata Koalisi Masyarakat Sipil di dalam keterangan tertulisnya dan dikutip pada Rabu (5/4/2023). 

"Atas dasar tersebut, maka kami mendesak setiap ketua umum partai politik untuk mengganti anggota DPR di komisi III yang tidak mendukung percepatan pengundangan RUU Perampasan Aset," tutur mereka. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
Dwifantya Aquina
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Follow Us