Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Eks Anak Buah Johnny Klaim Konsorsium Kembalikan Rp1,77 T ke Kejagung

Sidang perdana perkara korupsi BTS Kominfo dengan tersangka Eks Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Johnny G Plate (kiri), Direktur Utama Bakti Kominfo, Anang Achmad Latif (kanan) dan Tenaga Ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia Tahun 2020, Yohan Suryanto (kiri) di Pengadilan Tipikor, Jakpus, Selasa (27/6/2023). (IDN Times/Irfan Fathurohman)
Sidang perdana perkara korupsi BTS Kominfo dengan tersangka Eks Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Johnny G Plate (kiri), Direktur Utama Bakti Kominfo, Anang Achmad Latif (kanan) dan Tenaga Ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia Tahun 2020, Yohan Suryanto (kiri) di Pengadilan Tipikor, Jakpus, Selasa (27/6/2023). (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Jakarta, IDN Times - Eks Direktur Utama Bakti Kominfo, Anang Achmad Latif, dalam eksepsinya mengklaim para penyedia dalam konsorsium proyek BTS Kominfo telah mengembalikan Rp1,77 triliun ke Kejaksaan Agung (Kejagung).

Namun, menurutnya, jaksa penuntut umum (JPU) mengabaikan pengembalian uang tersebut.

“Bahkan JPU tanpa uraian alasan yang jelas telah mengesampingkan fakta adanya pengembalian pembayaran dari para penyedia pada 31 Maret 2022 sekitar Rp1,77 triliun,” kata salah satu penasihat hukum Anang, saat membacakan eksepsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Selasa (4/7/2023).

Eksepsi Anang sebut JPU membatasi rentang waktu penghitungan kerugian pada 31 Maret 2022, tanpa menguraikan bahwa proses penyelesaian pekerjaan yang dipermasalahkan masih berlangsung sesuai perintah Presiden RI.

Ia pun membantah proyek BTS Kominfo telah menghilangkan uang negara Rp8,32 trilirun. Ia menyebut yang terjadi adalah keterlambatan proyek.

“Padahal faktanya uang tersebut telah menjadi berbagai barang yang diperlukan untuk penyelesaian pembangunan BTS 4G. Dengan kata lain dalam penyediaan BTS 4G di daerah 3T yang diperkarakan JPU, yang terjadi adalah keterlambatan, bukan hilangnya uang negara,” kata Anang, dalam eksepsinya.

Adapun keterlambatan yang terjadi akibat berbagai faktor, antara lain pandemik COVID-19 yang pada 2021 sedang tinggi. Saat itu pemerintah juga membatasi pergerakan orang dan barang atau logistik.

“Serta situasi keamanan di daerah Papua yang sampai sekarang masih tidak memungkinkan untuk pembangunan BTS 4G di ratusan lokasi yang direncanakan,” kata penasihat hukum.

Bahkan, pada Maret 2022, terjadi penembakan oleh Kelompok Kekerasan Bersenjata (KKB) yang menewaskan delapan pekerja BTS, serta dilanjutkan dengan penyanderaan pada Mei 2022.

“Kerugian keuangan negara yang didakwakan juga ternyata tidak dihitung berdasarkan
fakta dan keadaan terkini/faktual. Tanpa pertimbangan dan dasar hukum yang jelas,” ujarnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Irfan Fathurohman
EditorIrfan Fathurohman
Follow Us

Latest in News

See More

Di PBB, Maria Ressa: Tanpa Fakta, Tak Ada Kebenaran dan Kepercayaan

22 Sep 2025, 23:53 WIBNews