Eks Direktur Umum PT Pertamina Luhur Budi Tersangka Korupsi Pembelian Tanah

Jakarta, IDN Times - Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri menetapkan eks Direktur Umum PT Pertamina Luhur Budi Djatmiko sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi pembelian tanah oleh PT. Pertamina (Persero) di Komplek Rasuna Epicentrum Kuningan Jakarta Selatan.
Dalam perkara ini, Luhur membeli lahan dari PT. SP dan PT. BSU, sebanyak 4 lot yang terdiri dari 23 bidang tanah seluas 4,8 hektare pada 2013 sampai dengan 2014.
“Pada hari Selasa 5 November 2024, Penyidik Dittipidkor Bareskrim Polri telah menetapkan saudara LBD selaku Direktur Umum PT. Pertamina (Persero) tahun 2012 sampai dengan 2014 sebagai tersangka,” kata Wakil Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri, Kombes Arief Adiharsa dalam keterangan tertulisnya, Rabu (6/11/2024).
Kasus ini dilaporkan dengan Nomor: LP/250/II/2018/Bareskrim, 19 Februari 2018. Serta Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sprin.Sidik/18.a/IV/2024/Tipidkor, 18 April 2024.
Dugaan tindak pidana korupsi diawali dengan penyusunan anggaran dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) PT. Pertamina (Persero) tahun 2013 dengan nilai sebesar Rp2.070.000.000.000 (dua triliun) yang diperuntukan kegiatan pembelian tanah di kawasan Rasuna Epicentrum, Kuningan, Jakarta Selatan dan direncanakan untuk pembangunan Gedung Pertamina Energy Tower (PET) sebagai perkantoran PT. Pertamina (Persero) serta seluruh anak perusahaannya.
Pada kurun waktu bulan Juni 2013 sampai dengan Februari 2014, PT. Pertamina (Persero) telah melakukan proses pembelian tanah sebanyak empat lot yang terdiri dari 23 bidang tanah dengan total luas sebesar 48.279 M2 dari PT. SP dan PT. BSU, dengan harga sebesar Rp35.000.000 per meter diluar pajak dan jasa Notaris-PPAT yang totalnya sebesar Rp1.682.035.000.000 (satu triliun).
Di dalam proses pembelian tanah yang dilakukan oleh PT Pertamina diduga telah terjadi perbuatan melawan hukum atau tidak mendasari kepada ketentuan dan peraturan yang berlaku.
“Dari rangkaian proses pekerjaan tersebut mengakibatkan terjadinya kerugian keuangan negara sebesar Rp348.691.016.976 (tiga ratus miliar), yang didasari kepada telah terjadinya pemahalan harga (pengeluaran yang lebih besar dari yang seharusnya) dan pengeluaran atau pembayaran yang tidak seharusnya, yaitu aset berupa jalan milik Pemerintah Propinsi DKI Jakarta seluas 2.553 meter persegi,” imbuhnya.
Terkait penetapan status hukum mantan direksi Pertamina oleh Bareskrim Polri, Pertamina menyatakan pihaknya menghormati proses hukum yang sedang berjalan di Bareskrim POLRI.
"Dapat kami sampaikan bahwa kasus tersebut terjadi pada tahun 2012-2104 yang lalu. Pertamina berharap proses hukum dapat berjalan sesuai aturan berlaku," ujar VP Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso dalam keterangan tertulis kepada IDN Times.
Dia mengatakan dalam menjalankan operasional perusahaan, Pertamina senantiasa berkomitmen untuk mengelola bisnis dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas sesuai dengan Good Corporate Governance (GCG).