56 Prajurit TNI Ditetapkan Tersangka Kasus Perusakan Polsek Ciracas
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Enam prajurit TNI Angkatan Laut (AL) telah ditetapkan sebagai tersangka kasus penyerangan Polsek Ciracas, Jakarta Timur. Sebelumnya, terdapat 50 prajurit TNI Angkatan Darat (AD) yang sudah ditetapkan menjadi tersangka.
Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI, Mayjen TNI Eddy Rate Muis, membenarkan ada enam prajurit TNI AL yang menjadi tersangka.
"Yang jadi tersangka seluruhnya 3 angkatan, jumlahnya 56 orang. Dengan rincian, AD 50 orang, AL 6 orang, dan dari AU masih pendalaman," ujar Eddy saat menggelar konferensi pers di Markas Pusat Polisi Militer TNI Angkatan Darat (Puspomad), Jakarta, Rabu (9/9/2020)
Sementara, hingga saat ini masih dilakukan pendalaman pemeriksaan terhadap prajurit TNI Angkatan Udara (AU). Sehingga masih belum bisa ditetapkan adanya tersangka dari TNI AU.
1. Motif para tersangka karena terpanggil jiwa korsa
Menurut hasil pemeriksaan, enam orang tersangka dari TNI AL berinisial Prada AS, Prajurit AM, Prajurit DF, Prajurit GP, Prajurit YF, dan Prajurit MF. Hingga saat ini, pemeriksaan terhadap tersangka dan prajurit TNI masih berlangsung.
Dari enam tersangka prajurit TNI AL, penyidik menemukan motif bahwa prajurit tersangka melakukan tindakan tersebut karena terpanggil jiwa korsanya. Jiwa korsa sendiri dapat diartikan sebagai rasa senasib, sepenanggungan, perasaan solidaritas, semangat persatuan dan kesatuan terhadap suatu korps.
“Mereka satu Angkatan, sama-sama prajurit TNI tidak terima rekan sesama TNI nya dianiaya,” ujar Eddy.
Baca Juga: Perusakan Polsek Ciracas, TNI AD Sudah Bayar Kerugian Rp305 Juta
2. Tersangka akan dijerat Undang-undang KUHP dengan ancaman maksimal 12 tahun penjara
Editor’s picks
Atas perbuatannya, Eddy mengatakan keenam tersangka ini akan dijerat dengan pasal 170 KUHP dan Pasal 169 KUHP.
“Ancaman maksimal sesuai dengan yang diancam dalam KUHP, tapi mekanisme kita serahkan ke persidangan,” ujar Eddy.
Pasal 169 KUHP ayat (1) menjelaskan, orang yang turut dalam perkumpulan yang melajukan kejahatan terancam hukuman penjara maksimal enam tahun.
Kemudian, Pasal 170 KUHP ayat (1) tercantum bahwa orang yang terang-terangan bersama-sama menggunakan kekerasan terhadap orang lain, terancam pidana paling lama 5 tahun 6 bulan.
Sedangkan, Pasal 170 KUHP ayat (2), yang bersangkutan bisa terancam penjara maksimal 7 tahun jika menghancurkan barang dengan sengaja. Apabila ada korban luka berat, yang bersangkutan terancam hukuman maksimal 9 tahun. Jika ada korban meninggal, terancam hukuman 12 tahun penjara.
3. Proses pengadilan tersangka melewati Oditur Militer
Menurut Direktur Hukum Angkatan Darat (Dirkumad), Tetty Lubis, merujuk Pasal 1 ayat 3 UUD 1945 yang berbunyi bahwa Indonesia adalah negara hukum.
Berkaitan dengan permasalahan ini, Tetty menilai jika yang melakukan adalah seorang prajurit, maka tersangka tersebut akan tunduk ke UU No. 31 tahun 1997 tentang peradilan militer. Sedangkan, bila kasus ini terjadi kepada warga sipil, maka aturan yang berlaku tertuang dalam UU No. 8 tahun 1981 tentang KUHAP.
“Jika suatu tindak pidana terjadi, kita harus melihat siapa subjeknya, siapa pelakunya, kalau sipil di (peradilan) umum, kalau TNI di oditur dan peradilan militer sesuai UU-nya,” ujar Tetty
Oleh karena itu, proses pengadilan 6 tersangka TNI AL dari permasalahan ini akan melewati peradilan militer (Oditur Militer).
Baca Juga: KSAD Ancam Pecat Anggotanya yang Terlibat Perusakan Polsek Ciracas