Gaet NasDem dan PKB, Prabowo Diprediksi Bakal Tinggalkan PKS

Jakarta, IDN Times - Peneliti Utama Indikator Politik Indonesia, Kennedy Muslim mengungkap, koalisi Prabowo-Gibran sudah mencapai angka 70 persen (super majority) atau dan menembus aman psikologis untuk mengamankan berbagai program kerja di pemerintahannya usai merapatnya Partai NasDem dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Menurut dia, posisi super majority bagi Koalisi Indonesia Maju (KIM) ini tentu semakin melemahkan posisi tawar bagi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) saat ini terhadap Prabowo.
Dengan posisi seperti ini, maka Prabowo dinilai cenderung lebih punya kuasa dalam negosiasi dengan PKS. Bahkan PKS cenderung bisa dibiarkan untuk berada di luar pemerintahannya.
"Prabowo akan punya upper hand dalam negosiasi dengan PKS saat ini bahkan cenderung akan membiarkan PKS untuk berada di luar pemerintahannya untuk saat ini," kata Muslim saat dihubungi IDN Times, Rabu (1/5/2024).
Selain itu, Muslim menilai, jika koalisi menjadi kian menggemuk, maka bukan tidak mungkin akan ada resistensi dari partai-partai yang sejak awal mendukung Prabowo-Gibran karena berpotensi melemahkan posisi tawar masing-masing partai.
Dalam posisi ini, maka akan mengurangi jatah power sharing berbentuk posisi menteri untuk masing-masing partai tersebut.
"Resistensi akan datang dari partai-partai yang sejak awal mendukung Prabowo-Gibran karena berpotensi melemahkan posisi tawar masing-masing partai pendukung awal," ujar dia.
1. Kebutuhan check and balance bagi Prabowo sudah terpenuhi

Menurut Muslim, kebutuhan power balancing antara eksekutif dan legislatif di pemerintahan Prabowo-Gibran dengan menyisakan PDIP dan PKS sebagai oposisi sudah mencapai titik optimumnya. Hal itu tentu tanpa mengorbankan soliditas koalisi pendukung awal dan potensi kekacauan dalam perebutan jatah kursi bagi masing-masing partai.
Namun, berkaca dari pengalaman pemerintahan Presiden SBY dan Joko "Jokowi" Jokowi sebelumnya, menurut Muslim, dinamika hubungan antara presiden terpilih dan partai pendukung akan berjalan dinamis ke depan. Menurut dia, bila ada partai yang tidak disiplin mungkin akan ada perombakan komposisi partai koalisi ke depannya.
"Jika ada partai yg tidak disiplin bukan tidak mungkin akan ada perombakan komposisi partai koalisi ke depannya," ujar dia.
2. PKS tak masalah beroposisi atau gabung pemerintah

Ketua Fraksi PKS DPR RI Jazuli Juwaini mengatakan, komunikasi PKS dengan partai politik baik di eksekutif maupun legislatif sangat baik, termasuk dengan Prabowo Subianto sebagai presiden terpilih. Menurut dia, hubungan PKS dan Prabowo sudah terjalin baik.
"Termasuk dengan Pak Prabowo sebagai presiden terpilih hubungan PKS baik-baik saja dan memang sudah lama terjalin baik. Pimpinan PKS sudah biasa saling silaturahim," kata dia.
Di sisi lain, Jazuli mengatakan, PKS memiliki pengalaman panjang dalam kancah politik nasional baik sebagai oposisi atau terlibat di dalam pemerintahan. PKS sudah berpengalaman selama 10 tahun sebagai oposisi dan 10 tahun mendukung pemerintahan SBY.
Untuk itu, dia mengatakan, bagi PKS menjadi oposisi di pemerintahan yang akan datang bukan sebuah masalah besar, tapi berkoalisi juga siap.
"PKS punya pengalaman 10 tahun koalisi di masa Pak SBY dan 10 tahun oposisi di masa Pak Jokowi. Jadi oposisi gak ada masalah, koalisi siap. Kita lihat dinamikanya," ujar dia.
3. Koalisi atau oposisi akan ditentukan

Jazuli pun mengatakan, keputusan untuk menjadi oposisi atau bergabung ke dalam pemerintahan nantinya akan ditentukan dalam musyawarah majelis syuro partai.
Kendati, dia belum mengatakan, kapan PKS akan menggelar musyawarah majelis syuro. Yang pasti kata dia, PKS segara mengumumkan posisinya untuk pemerintahan yang akan datang.
"Kapan waktunya? Tunggu saja toh pelantikan presiden dan wapres masih bulan oktober. Pada saatnya PKS akan mengumumkan positioningnya," ujar dia.