Geram, IDAI Tuntut Produsen Sirop Cemaran EG dan DEG Dihukum Maksimal

Jakarta, IDN Times - Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menuntut perusahaan farmasi obat dengan cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) yang melebihi ambang batas aman dihukum maksimal.
"Bagi kami nyawa satu anak ini sangat berharga, jadi kalau meninggal sampai ratusan ini sudah dinyatakan sebagai kejahatan kemanusian. Maka kami menuntut ini diproses hukum seadilnya-adilnya jangan sampai 5 tahun jika ada bukti yang kuat," ujar Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR, Rabu (2/11/2022).
1. Para dokter anak frustasi kemunculan gagal ginjal akut

Dalam kesempatan tersebut, Piprim juga mengungkapkan para dokter anak juga cukup frustasi dengan kasus gagal ginjal akut yang ditemukan di pasien anak.
"Anehnya anak ini dominasi balita, anak sehat sebelumnya tanpa komorbid. Kondisi anak mengalami penurunan dengan cepat, padahal jika kondisi gagal ginjal akut saja, tidak ada kencing saja dilakukan cuci darah anaknya selamat, ini malah meninggal," ungkap Pripim.
2. IDAI apresiasi tindakan Kemenkes dan BPOM yang mengungkap adanya cemaran dalam obat cair sirop anak

Pimprim mengatakan pihaknya juga melakukan investigasi terkait penyebab gagal ginjal akut misterius ini, hingga akhirnya WHO mengeluarkan rilis tentang cemaran zat kimia pada obat yang menewaskan 70 anak di Gambia.
Pimprim juga mengapresiasi tindakan Kemenkes dan BPOM yang mengungkap adanya cemaran dalam obat cair sirop anak.
"Pada saat itu jika Kementerian Kesehatan tidak bertindak cepat dengan menghentikan dan menarik (obat) sirop, kita gak tahu kematian tetap tinggi," imbuh Pimprim.
3. Sebanyak 178 anak meninggal karena gagal ginjal akut

Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, mengungkapkan saat ini terdapat 325 kasus Gagal Ginjal Akut (acute kidney injury/AKI).
"Ada konsentrasi di beberapa daerah tertentu khususnya di Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Timur, Banten, Aceh Sumatera Barat dan juga Bali," ujar Budi.
Budi memaparkan dari 325 kasus tersebut sebanyak 178 di antaranya meninggal dunia atau 54 persen. "Ini (angka kematian) sudah menurun dibanding sebelumnya capai hampir 60 persen" katanya.