Heri Gunawan Gerindra Diperiksa KPK Terkait Kasus Korupsi CSR BI

- KPK panggil Heri Gunawan dan Satori
- KPK tetapkan keduanya sebagai tersangka korupsi CSR BI dan OJK
- Heri Gunawan terima Rp15,86 M dan Satori terima Rp12,52 miliar
Jakarta, IDN Times - Anggota DPR dari Partai Gerindra, Heri Gunawan, diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia kembali diperiksa KPK dalam kasus dugaan korupsi CSR Bank Indonesia.
"Hari ini KPK menjadwalkan pemeriksaan saksi terkait dugaan tindak pidana korupsi dana CSR di Bank Indonesia," ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, Senin (1/9/2025).
1. KPK juga panggil Satori

Selain Heri Gunawan, KPK sebetulnya juga memanggil anggota DPR dari Partai NasDem, Satori. Namun, hingga artikel ini dimuat, Satori belum hadir.
"Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK," ujarnya.
2. KPK tetapkan Heri Gunawan dan Satori tersangka

Diketahui, KPK telah menetapkan Heri Gunawan dan Satori sebagai tersangka dugaan korupsi CSR BI dan OJK Keduanya sama-sama pernah duduk di Komisi XI, namun Satori kini pindah ke Komisi VIII.
Meski sudah ditetapkan sebagai tersangka, keduanya belum ditahan KPK.
3. Heri Gunawan terima Rp15,86 M dan Satori terima Rp12,52 miliar

Heri Gunawan diduga menerima Rp15,86 miliar. Rinciannya, sebanyak Rp6,26 M dari BI, Rp7,64 miliar dari OJK, dan Rp1,94 M dari mitra kerja Komisi XI lainnya.
Sedangkan Satori diduga menerima Rp12,52 miliar. Rinciannya, sebanyak Rp6,3 miliar dari BI, Rp5,14 miliar dari OJK, dan Rp1,04 miliar dari mitra kerja Komisi XI DPR lainnya.
Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan telah melanggar Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP; serta Tindak Pidana Pencucian Uang Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 55 ayat 1 ke-(1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.