IKOHI: Korban Mei 1998 Takut Pulang karena Trauma

- Komnas HAM sudah buat Tim Adhoc pada 2003 yang menyatakan kerusuhan Mei 1998 sebagai Pelanggaran HAM yang Berat
- Bentuk tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan termasuk pembunuhan dan penyiksaan.
- Laporan 2003 Komnas HAM sudah diserahkan ke Kejaksaan Agung namun belum ada respons mumpuni dari Kejaksaan Agung terkait laporan tersebut
- Korban takut membuka diri karena tidak ada jaminan proses hukum dan keamanan. Dorong Kejaksaan Agung untuk menindak lanjuti penyidikan
Jakarta, IDN Times -Sekretaris Umum Ikatan Keluarga Orang Hilang (IKOHI), Zaenal Muttaqin mengungkapkan, banyak korban peristiwa Mei 1998 takut kembali ke Indonesia. Dia menjelaskan, mendampingi 25 korban dan keluarga korban kerusuhan Mei 1998. Khususnya, korban peristiwa kebakaran di Mall Klender pada 11-13 Mei 1998.
Dia mengatakan, hingga kini banyak korban masih mengalami trauma mendalam akibat tidak adanya proses hukum yang memulihkan keadilan. Korban juga enggan bersuara karena takut ada serangan balik.
"Karena tidak ada proses hukum, maka korban masih trauma, tidak berani terbuka, khawatir ada serangan balik dari militer misalnya seperti itu, dianggap pencemaran nama baik," katanya kepada IDN Times, dikutip Selasa (17/6/2025).
Sebagian besar bahkan memilih tidak kembali ke Indonesia dan tinggal di negara seperti Amerika Serikat, Taiwan, dan Australia. Konsolidasi rutin dilakukan setiap tahun bersama Komnas Perempuan.
"Mereka masih trauma dengan peristiwa itu, karena tidak ada upaya untuk menyelesaikan," ujarnya.
1. Komnas HAM sudah buat Tim Adhoc pada 2003

Perlu diketahui, Komnas HAM pada Maret 2003 telah membentuk Tim Ad Hoc Penyelidikan Pelanggaran HAM yang Berat Peristiwa Kerusuhan 13-15 Mei 1998 . Tim ini bekerja atas dasar UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Tim Ad Hoc sudah merampungkan penyelidikan pada September 2003 dan dari hasil penyelidikan Komnas HAM, peristiwa Kerusuhan 13-15 Mei 1998 dinyatakan sebagai Pelanggaran HAM yang Berat, yaitu kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Bentuk-bentuk tindakan dalam Kejahatan terhadap Kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 UU Nomor 26 Tahun 2000 dalam peristiwa kerusuhan 13-15 Mei 1998 yaitu pembunuhan, perampasan kemerdekaan, penyiksaan, termasuk perkosaan atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara dan persekusi.
2. Laporan 2003 Komnas HAM sudah diserahkan ke Kejaksaan Agung

Setelahnya pada 19 September 2003, Komnas HAM melalui Surat Nomor: 197/TUA/IX/2003 telah menyerahkan hasil penyelidikan pelanggaran HAM yang berat Peristiwa Kerusuhan 13-15 Mei 1998 kepada Jaksa Agung selaku penyidik. Namun hingga kini, belum ada respons mumpuni soal laporan ini dari Komnas HAM ke Kejaksaan Agung (Kejagung).
"Kemudian Kejaksaan Agung tidak menindaklanjuti. Jadi memang ada missing link di situ. Jadi korban itu tidak berani terbuka, tidak berani bicara, atau tidak menunjukkan profilnya karena memang tidak ada jaminan bahwa itu akan masuk proses hukum, akan ada jaminan keamanan, tidak ada serangan balik ya dari pihak-pihak yang berpotensi mengkriminalisasi mereka," ujar Zaenal.
3. Dorong Kejaksaan Agung untuk menindaklanjuti penyidikan

Pada Rabu, 11 Juni 2025, Komnas HAM juga sudah melakukan audiensi dengan Kejagung. Pihaknya mendesak adanya peradilan pada 16 kasus pelanggaran HAM berat yang sudah diselidiki Komnas HAM. Sementara Komisioner Komnas Perempuan Dahlia Madanih menjelaskan, Kejagung perlu menindaklanjuti penyidikan hingga bisa diproses ke peradilan.
"Saat ini adalah tugas dari Kejaksaan Agung untuk menindaklanjuti penyidikan, sehingga dapat ditindaklanjuti pada proses peradilan," ujarnya kepada IDN Times, Selasa (17/6/2025).