KemenPPPA Enggan Dibebankan Restitusi Korban Pelecehan Herry Wirawan

Jakarta, IDN Times - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mendorong Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Jawa Barat, untuk melakukan upaya hukum banding terhadap putusan Hakim PN Bandung.
Banding dilakukan untuk Herry Wirawan yang merupakan terdakawa kasus pemerkosaan 13 santriwati di Bandung.
KemenPPPA menilai, putusan Hakim terkait restitusi terhadap anak korban persetubuhan tak dapat dibebankan kepada KemenPPPA.
"Dalam putusannya, hakim menyatakan negara harus hadir untuk melindungi dan memenuhi hak korban dengan cara memberikan restitusi. Hanya saja restitusi itu kewajiban pelaku dan pihak ketiga, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan terkait Perlindungan saksi dan korban. Memperhatikan ketentuan tersebut, KemenPPPA tidak dapat dibebankan untuk membayar restitusi,” kata Deputi Perlindungan Khusus Anak, KemenPPPA, Nahar, pada Kamis (17/2/2022).
1. Alasan restitusi tidak dibebankan pada Herry Wirawan

Nahar menjelaskan, hakim membebaskan terdakwa dari hukuman bayar restitusi ganti kerugian dengan pertimbangan bahwa terdakwa telah dihukum seumur hidup.
Hakim merujuk Pasal 67 KUHP yang menyebutkan, terdakwa yang telah divonis seumur hidup tidak boleh dijatuhkan pidana lain lagi, kecuali pencabutan hak-hak tertentu dan pengumuman majelis hakim.
Nahar menambahkan, jika mempertimbangkan asas hukum Lex Posterior Derogat Legi Priori, artinya asas hukum yang terbaru (Lex Posterior), kesampingkan hukum yang lama (lex prior) selanjutnya juga dapat mempertimbangkan ketentuan terbaru UU 17 tahun 2016 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
UU 17 tahun 2016 menegaskan bahwa pelaku persetubuhan terhadap anak selain mendapat hukuman maksimal dengan pidana mati, dapat juga dikenakan juga hukuman tambahan, tindakan kebiri kimia dan rehabilitasi. Pertimbangan ini dapat diusulkan sebagai bahan penyusunan memori banding JPU.
2. Penunjukkan KemenPPPA perlu dipertimbangkan lagi

Penunjukan KemenPPPA untuk menanggung restitusi perlu dipertimbangkan kembali, dengan alasan pemerintah bukan keluarga atau relasi kuasa dari terdakwa.
Nahar mengatakan, dengan mengacu pada UU 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban dan PP 7 Tahun 2018 tentang Pemberian Kompensasi, restitusi dan bantuan kepada saksi dan korban sebagaimana telah dirubah melalui PP 35 Tahun 2020, maka KemenPPPA tidak sepatutnya menanggung kerugian korban.
"Jika dilihat pada peraturan perundangan-undangan tersebut, yang menegaskan bahwa restitusi adalah ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau keluarganya oleh pelaku atau pihak ketiga, maka restitusi tidak dibebankan kepada negara," kata Nahar.
3. KemenPPPA berkoordinasi soal restitusi 9 bayi dari 8 korban Herry

Tim KemenPPPA terus berkoordinasi dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan Dinas PPPA Jawa Barat, dalam menyikapi putusan hakim soal penetapan restitusi kepada korban dan perawatan kepada 9 anak dari 8 anak korban, yang selanjutnya dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk mendorong upaya banding.
Perlu diketahui, dalam kasus ini ada 13 santriwati yang jadi korban kekerasan seksual Herry Wirawan di Cibiru, Bandung, Jawa Barat.
Dia divonis pidana penjara seumur hidup. Herry Wirawan terbukti bersalah sesuai dengan Pasal 81 ayat (1), ayat (3) Dan (5) jo Pasal 76.D UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan pertama.
Majelis Hakim juga membebankan restitusi kepada KemenPPPA terhadap anak dari 12 korban pemerkosaan terdakwa sebesar Rp331.527.186.