Keracunan Massal MBG, Anggota DPR: Kualitas Mutu Diabaikan

- Yayasan SPPG punya keterbatasan modal, membuat dapur MBG dibangun tidak sesuai ketentuan
- Dorong pengawasan SPPG secara berkala, akreditasi dari lembaga luar BGN diperlukan untuk memastikan kelayakan dan standar mutu
- BGN ungkap kasus keracunan MBG mencapai 3.000 orang, Presiden Prabowo memerintahkan SOP di semua SPPG diseragamkan
Jakarta, IDN Times - Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto, prihatin dengan banyaknya penerima manfaat Makan Bergizi Gratis (MBG) di beberapa wilayah mengalami gejala keracunan. Banyaknya kasus ini harus menjadi evaluasi dan pembenahan di Badan Gizi Nasional (BGN).
Dalam seminggu terakhir, kabar keracunan MBG datang dari Baubau, Lamongan, Sumbawa, Gunungkidul hingga Garut. Ini menimbulkan indikasi bahwa pengawasan belum jalan karena BGN terlalu fokus mengejar pembangunan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
“Saya menyampaikan keprihatinan atas kejadian ini. Fakta adanya penerima manfaat MBG yang menunjukkan gejala keracunan menunjukkan lemahnya kontrol mutu,” kata Edy kepada wartawan, Jumat (19/9/2025).
Ia mengungkapkan, akar masalah kasus keracunan massal ini tidak bisa dilepaskan dari peran BGN yang lebih fokus mengejar kuantitas dapur demi meningkatkan serapan anggaran.
Edy menyampaikan, anggaran BGN sejumlah Rp 71 triliun baru terserap 18,6 persen. Untuk meningkatkan serapan itu, Edy menduga BGN terus berupaya meningkatkan jumlah SPPG.
“Yang dikejar sekarang itu jumlah dapur, bukan kualitas. Kuantitas dapur jadi target, sementara standar mutu dan keamanannya diabaikan. Akibatnya, dapur-dapur itu ada yang dibangun asal jadi ada yang belum memenuhi standar,” kata Legislator Fraksi PDI Perjuangan itu.
1. Yayasan SPPG punya keterbatasan modal

Edy menambahkan, sebagian besar pembangunan dapur MBG diserahkan BGN ke yayasan masyarakat. Yayasan ini tidak memiliki cukup modal untuk membangun SPPG.
Dengan keterbatasan tersebut membuat dapur MBG dibangun belum sesuai ketentuan demi mengurangi potensi cemaran. Harusnya dalam awal pendirian SPPG ini perlu diawasi.
Edy juga mengusulkan agar yayasan ini diberikan pinjaman lunak untuk mendirikan SPPG yang sesuai dengan ketentuan.
“Pembenahan dari hulu ini penting karena membangun SPPG ini bukan hanya mendirikan bangunan saja. Dengan adanya standar harapannya dapat mengurangi adanya cemaran yang masuk dalam makanan,” tuturnya.
2. Dorong pengawasan SPPG secara berkala

Lebih jauh, Edy juga menilai perlunya akreditas SPPG dari lembaga di luar BGN untuk memastikan kelayakan dan standar mutu.
"Jangan mudah mengizinkan SPPG yang belum sesuai standar untuk beroperasi agar penerima manfaat tidak dirugikan,” ungkapnya.
Selain ke BGN, kritik tajam juga dilayangkan kepada BPOM dan Dinas Kesehatan daerah yang belum menjalankan fungsi pengawasan dengan optimal dengan melakukan monitoring berkala minimal sebulan sekali. Terakhir, ia mengingatkan, memperbanyak SPPG harus sejalan dengan pengawasan kualitas SPPG dan pelaksanaan MBG.
"BPOM sudah diberikan tambahan anggaran sampai Rp700 miliar untuk pengawasan SPPG. Keselamatan penerima manfaat MBG jauh lebih penting daripada sekadar mengejar target pembangunan dapur atau angka serapan anggaran,” tutur Edy.
3. BGN ungkap kasus keracuman MBG mencapai 3.000 orang

Presiden RI Prabowo Subianto mengundang sejumlah pemimpin redaksi media mainstream untuk melihat presentasi program MBG di Hambalang, Bogor. Dalam pertemuan yang berlangsung tiga jam tersebut, Kepala BGN Dadan Hindayana, dihadapan Prabowo dan para pemred menjelaskan keberlangsungan program MBG.
Dalam pertemuan tersebut juga disinggung soal kasus keracunan MBG. Dadan mengatakan, kasus keracunan MBG mencapai 3.000 orang.
Kemudian, untuk mencegah terjadinya keracunan, kata Dadan, pihaknya akan mendatangkan mesin pencuci piring yang menggunakan air panas atau mesin pencuci untuk wadah yang digunakan sebagai MBG.
Presiden Prabowo memerintahkan Kepala BGN agar standar operasional prosedur (SOP) di semua SPPG diseragamkan—semua ompreng tempat makan harus dicuci menggunakan air panas. Hal itu dilakukan untuk mencegah keracunan kembali terjadi.