Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Koalisi Sipil Desak Panglima TNI Cabut Instruksi Pengamanan Kejaksaan

Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto ketika menerima laporan korps kenaikan pangkat di Mabes TNI. (Dokumentasi Puspen TNI)
Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto ketika menerima laporan korps kenaikan pangkat di Mabes TNI. (Dokumentasi Puspen TNI)
Intinya sih...
  • Koalisi Masyarakat Sipil mendesak Panglima TNI mencabut instruksi pengerahan prajurit di kejaksaan di seluruh Indonesia.
  • Pengerahan prajurit TNI berpotensi mempengaruhi independensi penegakan hukum dan tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
  • Koalisi masyarakat sipil melihat intervensi TNI di ranah penegakan hukum lewat surat perintah itu, menimbulkan kekhawatiran dwifungsi TNI semakin nyata.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan, mendesak Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto untuk mencabut instruksi pengerahan prajurit di semua kejaksaan di seluruh Indonesia. Sebab, hal itu melanggar sejumlah aturan termasuk Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 mengenai Tentara Nasional Indonesia (TNI). 

"Di dalam catatan risalah sidang dan revisi (UU TNI) hanya khusus untuk Jampidmil (Jaksa Agung Muda Pidana Militer). Tetapi, itu tidak dipatuhi lewat surat perintah Panglima TNI itu. Sebab, Panglima TNI jelas-jelas mengerahkan pasukan bersifat umum untuk semua Kejati dan Kejari," ujar Direktur Eksekutif Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, di dalam keterangan tertulis, Senin (12/5/2025). 

Di sisi lain, pengerahan prajurit TNI di semua kejaksaan negeri dan kejaksaan tinggi berpotensi mempengaruhi independensi penegakan hukum di Indonesia. Kewenangan penegakan hukum, kata Isnur, tidak sepatutnya dicampuradukan dengan tugas fungsi pertahanan yang dimiliki oleh TNI. 

"Kami mendesak Panglima TNI mencabut surat perintah tersebut dan mengembalikan peran TNI di ranah pertahanan," katanya. 

Instruksi Panglima TNI untuk mengerahkan prajurit di semua kejaksaan kemudian diturunkan ke dalam Telegram Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Nomor ST/11925/2025 pada 6 Mei 2025. 

1. Kerja sama bilateral TNI dengan Kejaksaan tak memiliki dasar hukum yang jelas

Ilustrasi gedung lama Kejaksaan Agung. (www.kejaksaan.go.id)
Ilustrasi gedung lama Kejaksaan Agung. (www.kejaksaan.go.id)

Sementara, Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI Mayjen TNI Kristomei Sianturi mengatakan, pengerahan prajurit TNI di semua kejaksaan negeri dan kejaksaan tinggi merupakan bagian dari kerja sama rutin yang sudah ada. Kerja sama antara TNI dengan Kejaksaan Agung tertuang di dalam nota kesepahaman Nomor NK/6/IV/2023 TNI pada 6 April 2023.

"Itu bagian dari kerja sama pengamanan yang bersifat rutin dan preventif sebagaimana yang sudah berjalan sebelumnya," ujar Kristomei di dalam keterangan tertulis, dikutip Senin (12/5/2025). 

Namun, dalam pandangan Isnur, kerangka kerja sama bilateral antara TNI dengan kejaksaan justru tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Hingga saat ini belum ada regulasi tentang perbantuan TNI di dalam rangka operasi militer selain perang (OMSP) terkait bagaimana tugas perbantuan dilaksanakan. 

"MoU tersebut secara nyata telah bertentangan dengan UU TNI itu sendiri," kata Isnur. 

2. Pengamanan bagi kejaksaan tinggi dan kejaksaan negeri cukup ditangani polisi

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur (kedua dari kiri) ketika berbicara di kantor YLBHI, Jakarta Pusat. (IDN Times/Santi Dewi)
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur (kedua dari kiri) ketika berbicara di kantor YLBHI, Jakarta Pusat. (IDN Times/Santi Dewi)

Lebih lanjut, koalisi masyarakat sipil menilai pengamanan terhadap kejaksaan negeri dan kejaksaan tinggi tidak membutuhkan dukungan dari TNI. Sebab, tidak ada ancaman yang bisa menjustifikasi pengerahan satuan TNI. 

"Pengamanan institusi sipil penegak hukum cukup bisa dilakukan oleh misalkan satuan pengamanan (satpam) kejaksaan. Dengan begitu, surat telegram itu sangat tidak proporsional terkait fungsi perbantuannya dan tindakan yang melawan hukum serta undang-undang," kata Isnur. 

Di sisi lain, koalisi sipil melihat sudah ada intervensi TNI di ranah penegakan hukum lewat surat perintah itu. Sebab, instruksi itu akan sangat mempengaruhi independensi penegakan hukum di Indonesia. 

"Kondisi ini menimbulkan kekecauan dalam sistem ketatanegaraan yang ada dengan mencampurkan fungsi penegakan hukum dan fungsi pertahanan," tutur dia. 

3. Masyarakat sipil khawatir dwifungsi TNI semakin nyata

Operasi gaktib dan yustisi 2025 yang digelar di Lapangan Prima, Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur. (Dokumentasi Puspen TNI)
Operasi gaktib dan yustisi 2025 yang digelar di Lapangan Prima, Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur. (Dokumentasi Puspen TNI)

Isnur menyebut, dengan adanya surat perintah dari Panglima TNI itu malah menimbulkan kekhawatiran dwifungsi TNI semakin nyata. Maka, koalisi masyarakat sipil turut mendesak kepada jajaran pimpinan DPR RI, termasuk pimpinan komisi I DPR, komisi III DPR RI dan juga komisi XIII DPR RI yang berjanji untuk menjamin tidak adanya dwifungsi TNI. 

"Kami juga mendesak DPR RI untuk mendesak presiden sebagai kepala pemerintah dan Menteri Pertahanan untuk memastikan pembatalan surat perintah itu sebagai upaya menjaga tegaknya supremasi sipil dalam penegakan hukum di Tanah Air yang menganut negara demokrasi konstitusional," katanya. 

Di dalam telegram KSAD, ada sejumlah poin terkait pengamanan kejari dan kejati. Pertama, pengamanan di Kejaksaan Tinggi akan dikawal oleh 30 personel TNI. Sedangkan, 10 personel TNI untuk masing-masing Kejaksaan Negeri.

"Kedua, pelaksanaan penugasan dimulai 1 Mei 2025 hingga selesai. Personel yang ditunjuk pengamanan dari satuan tempur dan satbanpur di wilayah jajaran masing-masing dengan ketentuan penugasan rotasi per bulan," demikian isi telegram KSAD yang diteken oleh Asisten Operasi, Mayjen TNI Christian K. Tehuteru.

Di dalam telegram itu juga tertulis, bila prajurit TNI Angkatan Darat (AD) tidak bisa memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan, maka agar mengkoordinasikan dengan satuan TNI Angkatan Laut (AL) dan TNI Angkatan Udara (AU) di masing-masing wilayah. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
Sunariyah Sunariyah
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Follow Us