Kominfo: Perpres Publisher Rights Atur Hubungan Digital dan Penerbit

Jakarta, IDN Times - Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 32 Tahun 2024 tentang Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digital untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas atau Perpres Publisher Rights yang baru saja disahkan oleh Presiden Joko “Jokowi” Widodo.
Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika, Nezar Patria mengatakan regulasi ini diharapkan jadi kunci jurnalisme Indonesia yang berkualitas. Dia juga mengatakan beleid ini mengatur hubungan bisnis antara platform digital dengan penerbit.
"Perpres ini dirancang untuk menciptakan kerangka kerja yang memungkinkan kedua belah pihak untuk bernegosiasi dan mencapai kesepakatan bisnis yang saling menguntungkan," ujar dia dalam Dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) dengan tema ‘Perpres Publisher Rights untuk Siapa?’ pada Jumat (1/3/2024).
1. Sebut perpres ini gabungkan dua elemen penting

Nezar menjelaskan fokus utama aturan Publisher Rights di Indonesia pada jurnalisme berkualitas, berbeda dengan Australia dan Kanada yang lebih menitikberatkan pada aspek bisnis.
"Perpres ini menggabungkan dua elemen penting, yakni peningkatan kompetensi dan keterampilan jurnalis, serta penerapan etika jurnalisme yang kuat dalam setiap produk berita," katanya.
2. Menampik Perpres Publisher Rights menguntungkan pihak tertentu

Sementara Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers, Dewan Pers, Yadi Hendriana menampik Perpres Publisher Rights hanya akan menguntungkan pihak-pihak tertentu.
Menurutnya, Perpres No. 32 Tahun 2024 tentang Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digital untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas ini menguntungkan semua pihak, baik media besar maupun media kecil.
“Dengan lahirnya perpres ini, secara kelompok atau sendiri-sendiri, media kecil di daerah akan punya bargaining konten yang sama dengan media besar nasional. Konten mereka punya peluang yang sama untuk dipakai di platform seperti Google, Meta, dan sebagainya,” kata Yadi Hendriana.
3. Sebut tidak mengatur produk jurnalisme

Menurutnya, perpres ini tak membatasi ruang lingkup jurnalistik. Produk hukum ini, kata dia, tidak mengatur produk jurnalisme tetapi distribusi soal konten dan tanggung jawab platformnya.
“Proses jurnalisme ada tiga basic modal, yakni peliputan, editing, publishing. Itu semua sudah diatur Dewan Pers dalam kode etik. Ada satu proses yang tidak terkait kode etik, yakni distribusi konten. Nah distribusi konten ini belum ada standar etiknya. Itu yang akan diatur oleh perpres ini,” katanya.