Komisi VIII DPR Nihil Pimpinan Perempuan, Menteri PPPA Angkat Bicara

- Arifatul Choiri membuka suara terkait komposisi pimpinan Komisi VIII yang tak diisi perempuan di level pimpinannya.
- Arifatul yakin laki-laki di level pimpinan bisa sensitif gender karena memiliki istri dan anak.
- Kementerian PPPA menyajikan 16 poin pembahasan fokus prioritas tahun 2025, termasuk penguatan regulasi dan penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Jakarta, IDN Times - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) Arifatul Choiri buka suara soal komposisi pimpinan Komisi VIII yang mengampu bidang agama, sosial, pemberdayaan perempuan, dan anak. Pasalnya Komisi ini justru tak diisi satupun perempuan di level pimpinannya.
Saat rapat perdana dengan Komisi VIII, Arifatul yang didampingi wakil menteri Veronica Tan mengaku bawa semua anggota dewan komisi VIII punya energi tersendiri.
"Saya dapat informasi bahwa ketua komisinya laki-laki ya, ini sensitif gender gak ya kira-kira gitu ya? Tetapi ketika kita datang kok ternyata bersahabat sekali kemudian saya salaman dengan yang para perempuan-perempuan anggota dewan, saya pikir supportnya luar biasa. Jadi melihat kebersamaan itu menjadi energi tersendiri buat kami," kata dia saat ditemui di gedung DPR, Jakarta, Selasa (29/10/2024)
1. Jawaban Arifatul soal apakah mereka berprespektif gender

Arifatul yakin para laki-laki yang ada di level pimpinan komisi VIII itu bisa dikatakan sensitif gender. Belum lagi karena mereka punya istri dangan anak.
"Sebetulnya karena saya yakin bapak-bapak itu punya istri punya anak dan berbicara dari hati. Kalau kita berbicara tentang perempuan dan anak harus berbicara dari hati. Lepas dari semuanya supaya bisa mencapai apa yang kita inginkan," kata dia
2. Rapat perdana bahas 16 isu prioritas KemenPPPA

Pada rapat perdana di DPR, KemenPPPA menyajikan 16 poin pembahasan. Arifatul komisi VIII paham isu-isu yang mereka bawa, namun memang perlu pendalaman lagi.
"Ya paham sih, cuma perlu pendalaman. jadi dari 16 pointers yang akan kita menjadi prioritas itu akan mereka perlu penjelasan lebih detail dari kita. Nanti akan dilanjutkan dalam diskusi bersama," kata dia.
Berikut adalah 16 fokus prioritas Kementerian PPPA tahun 2025 yang dirilis oleh Kementerian PPPA:
- Penguatan regulasi dan peraturan teknis untuk meningkatkan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak;
- Pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak, termasuk Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO);
- Penguatan norma positif dan perubahan perilaku untuk mencegah kekerasan dan perilaku salah pada anak;
- Penyediaan layanan pengaduan SAPA 129 bagi perempuan dan anak korban kekerasan/TPPO yang terintegrasi antara pusat dan daerah untuk memudahkan masyarakat dalam pengaduan dan meningkatkan respons petugas;
- Penyediaan layanan rujukan akhir bagi perempuan dan anak korban kekerasan/TPPO serta layanan perlindungan sementara;
- Pengembangan Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PRA) sebagai instrumen manajemen penanganan kasus dan untuk menghasilkan satu data pelaporan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak secara nasional;
- Penguatan tata kelola layanan bagi perempuan dan anak korban kekerasan;
- Percepatan pengarusutamaan gender (PUG) di kementerian/lembaga, daerah, dan desa;
- Perluasan akses, peran, dan keterlibatan perempuan dalam bidang ekonomi dan ketenagakerjaan, termasuk bagi perempuan miskin, kepala keluarga, disabilitas, penyintas kekerasan, dan bencana;
- Peningkatan keterwakilan perempuan di legislatif melalui pendidikan politik dan kaderisasi di tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota;
- Optimalisasi pengasuhan berbasis anak dan peningkatan kapasitas perlindungan anak di lingkungan keluarga dan lembaga pengasuhan alternatif;
- Peningkatan koordinasi dan sinergi dalam pemenuhan hak anak, termasuk anak dalam kondisi khusus seperti disabilitas, anak yang berhadapan dengan hukum, situasi darurat, pekerja migran, serta anak di wilayah 3T;
- Peningkatan partisipasi anak yang bermakna dalam pembangunan;
- Penciptaan lingkungan yang ramah anak melalui pembinaan dan evaluasi kabupaten dan kota layak anak;
- Peningkatan replikasi Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA) secara mandiri;
- Pengawasan pelaksanaan perlindungan anak di kementerian/lembaga dan daerah.
3. Pimpinan Komisi VIII sekarang harus pastikan suara perempuan terwakili

Perlu diketahui, saat ini, DPR memiliki 13 komisi. Komisi VIII DPR RI mengampu bidang agama, sosial, pemberdayaan perempuan, dan anak. Namun pimpinan komisi ini seluruhnya laki-laki yang dipimpin Marwan Dasopang sebagai Ketua dari PKB dan empat wakilnya, yakni Abidin Fikri dari PDIP, Singgih Januratmoko dari Partai Golkar, Abdul Wachid dari Partai Gerindra serta Ansory Siregar (PKS).
Menanggapi hal ini Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Kasus menekankan pentingnya pimpinan DPR berkomunikasi dengan pimpinan fraksi untuk menggeser satu atau dua pimpinan di Komisi VIII dengan wakil perempuan. Menurutnya, langkah ini akan menunjukkan kepedulian DPR dan fraksi terhadap isu perempuan dan anak pada periode ini.
Jika perubahan tidak dilakukan, pimpinan Komisi VIII saat ini perlu memastikan bahwa suara perempuan tetap terwakili secara signifikan dalam pelaksanaan fungsi DPR di Komisi tersebut.
"Kalau gak, ya artinya pimpinan komisi VIII yang sekarang harus bisa memastikan suara perempuan terwakili secara bermakna dalam proses pelaksanaan fungsi DPR yang dijalankan oleh Komisi VIII," katanya kepada IDN Times, Selasa.