Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Komisi X: Penulisan Ulang Sejarah Baru Harus Lengkap dan Objektif

Wakil Ketua Komisi X DPR RI Fraksi PKB, Lalu Hadrian Irfani (IDN Times/Amir Faisol)
Intinya sih...
  • Penulisan ulang sejarah mendapat dukungan dari Wakil Ketua Komisi X DPR RI Fraksi PKB, Lalu Hadrian Irfani
  • Urgensi penulisan ulang sejarah karena banyak ditulis dari sudut pandang penguasa atau ideologi tertentu
  • Penulisan ulang sejarah diharapkan bisa memperbaiki distorsi sejarah dan memberikan ruang bagi suara-suara yang terpinggirkan

Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua Komisi X DPR RI Fraksi PKB, Lalu Hadrian Irfani mendukung penulisan ulang sejarah versi baru dengan mempertimbangkan pentingnya keterbukaan. 

Hadrian mengatakan, penulisan sejarah versi baru harus melibatkan para ahli yang kredibel, serta mempertimbangkan berbagai perspektif agar hasilnya objektif dan mencerminkan kebenaran sejarah secara utuh.

"Penulisan ulang sejarah, menurut saya perlu dilakukan untuk menghadirkan narasi yang lebih adil, lengkap, dan objektif," kata Hadrian saat dihubungi, Jumat (9/5/2025). 

1. Harus libatkan sejarawan secara akademik

Wakil Ketua Komisi X DPR RI Lalu Hadrian Irfani soroti polemik disertasi Menteri ESDM Bahlil Lahadalia. (dok. Fraksi PKB)

Urgensi penulisan ulang sejarah ini, menurut dia karena sejarah nasional banyak ditulis dari sudut pandang penguasa atau ideologi tertentu.

Sejarah seringkali mengabaikan kontribusi kelompok minoritas, daerah terpencil, atau tokoh yang tidak sejalan dengan pemerintah.

Hadrian menekankan, penulisan ulang sejarah versi baru ini harus melibatkan sejarawan secara akademik dan terbuka. Ia lantas berharap penulisan ulang ini mampu memperbaiki distorsi sejarah dan memberikan ruang bagi suara-suara yang selama ini terpinggirkan.

"Penulisan ulang ini bisa memperbaiki distorsi sejarah dan memberikan ruang bagi suara-suara yang selama ini terpinggirkan," kata dia. 

2. Sejarah merupakan ilmu yang dinamis

Wakil Ketua Komisi X DPR RI Lalu Hadrian Irfani soroti polemik disertasi Menteri ESDM Bahlil Lahadalia. (dok. Fraksi PKB)

Hadrian berpandangan, sejarah merupakan ilmu yang dinamis. Dia mengatakan, seiring berkembangnya metodologi, teknologi arsip digital, terbukanya dokumen-dokumen lama, banyak fakta baru yang bisa diungkap dalam penulisan sejarah di versi yang terbaru nanti.

Menurut dia, penulisan ulang memungkinkan sejarah bangsa terus dikaji ulang dengan pendekatan yang lebih kritis dan beragam.

"Ini penting, agar sejarah tidak menjadi alat pembenaran kekuasaan semata, melainkan menjadi cermin reflektif yang membimbing bangsa ke arah yang lebih baik dan dewasa secara politik dan budaya," kata dia.

3. Akan ubah narasi Indonesia dijajah selama 350 tahun

Mantan Menparekraf Sandiaga Uno (kiri) dan Menteri Kebudayaan Fadli Zon (kanan). (IDN Times/Amir Faisol)

Menteri Kebudayaan Fadli Zon mengungkapkan, penulisan ulang sejarah Indonesia salah satunya untuk mengubur dalam-dalam narasi yang menyebutkan bahwa negara ini dijajah Belanda selama 350 tahun.

Fadli Zon mengatakan, penulisan ulang sejarah Indonesia ditargetkan akan rampung pada 17 Agustus 2025 sekaligus menjadi hadiah bagi HUT ke-80 RI.

"Termasuk saya katakan soal 350 tahun dijajah itu menurut saya harus diubah mindset itu. Nggak ada 350 tahun Indonesia dijajah itu. Kita itu melakukan perlawanan terhadap para penjajah itu," kata Fadli Zon, ditemui di kawasan Jakarta Selatan, Selasa (6/5/2025).

Menurut Fadli Zon, nantinya sejarah versi baru ini lebih menonjolkan sisi perlawanan Indonesia terhadap Belanda. Misalnya, perlawan di Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Perang Jawa Diponegoro terhadap kolonialisme Belanda.

"Ada yang perlawanannya 200 tahun, ada yang perlawanannya puluhan. Jadi kita ubah bukan sejarah kita dijajahnya tapi perlawanannya yang harus kita tonjolkan," kata dia. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Amir Faisol
EditorAmir Faisol
Follow Us