Komnas HAM Soroti RUU TNI yang Berisiko Hidupkan Dwifungsi TNI

- Komnas HAM temukan risiko dwifungsi TNI dalam revisi RUU TNI 2024.
- Perpanjangan usia pensiun prajurit TNI berisiko stagnansi regenerasi kepemimpinan dan inefisiensi anggaran.
- Komnas HAM berikan empat rekomendasi, termasuk mencegah kembalinya dwifungsi TNI dan melibatkan partisipasi publik dalam proses legislasi.
Jakarta, IDN Times - Komnas HAM mengungkapkan dua temuan utama terkait revisi Undang-Undang (RUU) TNI berdasarkan kajian yang dilakukan pada 2024. Salah satunya mengenai potensi risiko menghidupkan dwifungsi TNI.
"Pertama, usulan perluasan jabatan sipil bagi prajurit aktif. Perubahan Pasal 47 ayat 2 berisiko menghidupkan kembali praktik dwifungsi TNI," ujar Koordinator Sub Komisi Pemajuan HAM Anis Hidayah dalam konferensi pers di Komnas HAM, Rabu (19/3/2025).
1. Ada potensi kemunculan dwifungsi TNI

Dwifungsi TNI bertentangan dengan TAP MPR 7 Tahun 2000 tentang peran TNI dan Polri serta prinsip supremasi sipil dalam negara demokrasi. Menurut Anis, Tap MPR tersebut menegaskan TNI sebagai bagian dari rakyat demi membela kepentingan negara.
"Namun dalam perkembangan pembahasan RUU TNI saat ini, Komnas HAM mencatat adanya perubahan yang memungkinkan prajurit TNI aktif dapat menduduki jabatan pada 16 kementerian/lembaga sipil. Selain itu, adanya pengaturan bahwa presiden ke depan bisa membuka ruang penempatan prajurit TNI aktif di sejumlah kementerian lainnya," ujarnya.
2. Komnas HAM soroti perpanjangan usia pensiun prajurit TNI

Komnas HAM juga menyoroti perpanjangan usia pensiun prajurit TNI. Anis menilai hal ini berisiko menyebabkan stagnansi regenerasi kepemimpinan, inefisiensi anggaran, hingga penumpukan personel tanpa kejelasan penempatan tugas.
"Selain itu, alasan jaminan kesejahteraan prajurit tidak dapat dijawab semata2 dengan perpanjangan usia prajurit aktif, tetapi melalui penguatan jaminan kesejahteraan yang lebih komprehensif, mulai dari penggajian dan tunjangan lainnya," ujarnya.
3. Empat rekomendasi Komas HAM soal RUU TNI

Komnas HAM memberikan empat rekomendasi untuk dipertimbangkan pemerintah dan DPR dalam proses RUU TNI:
- Melakukan evaluasi implementasi UU 34/2004 tentang TNI secara menyeluruh. pemerintah perlu melakukan audit komprehensif thdp implementasi UU TNI dan efektivitas peran TNI dalam sistem pertahanan negara sebelum mengusulkan perubahan regulasi
- Menjamin paritsipasi publik yang bermakna dalam proses legislasi. penyusunan RUU harus dilakukan secara transparan dan inklusif dengan melibatkan akademisi, masyarakat sipil, serta komunitas yang berdampak langsung dari kebijakan ini
- Mencegah kembalinya dwifungsi TNI. Revisi UU TNI harus memeprkuat peran TNI yang profesional dalam sektor keamaan serta memperkuat supremasi sipil
- Mengkaji ulang perpanjangan usia pensiun. usulan perpanjagnan masa dinas prajurit harus mempertimbangkan struktur organisasi TNI, regenarasi kepemimpinan, demi kesejahteraan dan profesionalistme TNI dan efisiensi anggaran pertahanan.