Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Komnas Perempuan: Urgensi RUU PKS Adalah Perhatian Penuh pada Korban

Desakan pengesahan RUU PKS dalam aksi Gejayan Memanggil di Yogyakarta, 30/9/2019. IDN Times/Pito Agustin Rudiana

Jakarta, IDN Time - Setelah melalui proses yang panjang, Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) akhirnya berhasil masuk sebagai bagian dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR RI pada 2016.

Namun, adanya RUU PKS menuai pro dan kontra. Lantas, apakah sebenarnya urgensi dari adanya rancangan undang-undang ini?

1. Sulitnya korban kekerasan seksual mendapat akses untuk mendapat haknya

IDN Times/Lia Hutasoit

Wakil Ketua Komnas Perempuan Budi Wahyuni mengatakan keberadaan RUU PKS adalah untuk melindungi korban dan faktor-faktor lainnya, yang selama ini tidak didapatkan korban kekerasan seksual.

"Para korban ini tidak dapat akses keadilan, perlindungan, jaminan ketidak berulangan, kemudian pemulihan," ujar Wahyuni di Gedung Perpustakaan Nasional, Jakarta Pusat, Sabtu (5/10).

Menurut Wahyuni negara harus bertanggung jawab pada keadaan korban kekerasan seksual.

2. Sulitnya korban melaporkan kepada pihak berwajib karena urusan bukti

(Aktivis Komunitas PerEMPUan, Rika Rosvianti (tengah)) IDN Times/Lia Hutasoit

Aktivis perEMPUan Rika Rosvianti juga menyebutkan banyak kasus kekerasan seksual yang tidak memiliki barang bukti, sehingga tidak dapat menjadi penguat bagi korban, dan justru barang bukti menjadi pemberat korban untuk melapor.

"Dibandingkan dengan kasus kekerasan seksual yang lain, ada begitu banyak kasus yang tidak dapat terlaporkan," kata Rika pada kesempatan yang sama.

3. Narasi pasal RUU PKS yang malah membuahkan kekhawatiran

IDN Times/Debbie Sutrisno

Terkait penggunaan bahasa dalam pasal-pasal RUU PKS yang menimbulkan multitafsir dan kekhawatiran, Komnas Perempuan menegaskan, narasi yang dibangun telah melewati proses revisi.

"Sudah, sudah dalam proses itu sebenarnya, jadi memang dokumen yang terakhir ini yang memang belum bisa disiarkan ke publik," ujar Wahyuni.

4. Diskusi tentang RUU PKS cenderung didominasi cara pandang patriarki

IDN Times/Pito Agustin Rudiana

Keberadaan RUU PKS sejatinya berbasis pada korban. Karena itu, Komnas Perempuan mengimbau publik lebih berempati pada korban kekerasan seksual, jangan malah sampai menghakimi atau mengalami.

Komnas Perempuan juga menyayangkan konteks berdiskusi soal RUU PKS yang cenderung menggunakan cara pandang patriarki yang masih dominan, dan tidak jarang perempuan yang menempatkan posisi berada di bawah laki-laki.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rochmanudin Wijaya
EditorRochmanudin Wijaya
Follow Us