Kota Batam Diprediksi Alami Krisis Air di Tahun 2020, Hanya Andalkan Air Hujan

Pada peringatan Hari Air Sedunia yang digelar setiap tanggal 22 maret lalu, sejumlah pejabat hingga tokoh masyarakat 'tumplekbleg' di satu ruangan khusus, guna membahas masa depan air yang ada di Kota Batam.
Diskusi yang dikemas serius tapi santai (Sersan) tersebut digelar di lantai 6 Gedung Graha Pena Batam Centre.
'Jual beli' pertanyaan dan jawaban pun terus mengalir cukup hangat dalam diskusi tersebut. Khususnya terkait kondisi air baku di Pulau Batam pada lalu, kini dan masa yag akan mendatang.
President Director ATB, Ir Benny Andrianto MM, mengatakan sebagai perusahaan yang mengelola air bersih di Pulau Batam, ATB sendiri memiliki cakupan pelayanan 99,5 persen, kontinuitas air 23,7 jam sehari, tingkat kebocoran 15,28 persen dan jumlah pelanggan saat ini sebanyak 266 ribu pelanggan
"Dengan adanya diskusi ini diharapkan bisa sama-sama membuat kesadaran bahwa air itu sebagai hajat hidup orang banyak," jelas Benny Andrianto.
Sebelumnya, tambah Benny, dari apa yang sudah ATB suplai, masih ada pelanggan yang belum mendapatkan aliran air selama 24 jam.
Dan jumlahnya sekitar setengah persen dari total pelanggan ATB. Seiring berjalannya waktu, jumlah tersebut sudah menurun drastis selama hampir 3-4 tahun terakhir.
Daerah yang saat ini masih belum mengalir 24 jam umumnya di kawasan Bengkong dan sekitarnya. Namun saat ini ATB sudah mengganti sistem rezim operasional suplai baru, yang mulai efektif dijalankan awal maret 2017 lalu. Kini, wilayah Bengkong sebagian besar sudah teraliri air dengan baik.
Saat ini, ATB sudah mengaplikasikan sistem baru yang disebut SCADA Terintegrasi. Sistem ini, merupakan satu-satunya di Indonesia, dan saling terintegrasi antar Produksi, Distribusi, NRW dan GIS.
"Teknologi ini satu-satunya di Indonesia, waktu kami melakukan studi komparasi ke Singapura, Malaysia, Philipina dan Thailand, mereka bahkan belum mengaplikasikan apa yang dilakukan ATB. Jadi meskipun tidak sekaya mereka, tapi secara teknologi yang kita miliki tidak ketinggalan," jelasnya.
Benny juga menegaskan, pulau Batam memang sudah mulai mengalami "krisis" air baku, dan akan semakin krisis hingga 2020.
Dengan kebocoran sir sebesar 15 persen, setidaknya bisa membantu. Namun tidak menyelesaikan masalah, karena hanya bisa memperpanjang jatuh tempo krisis air sembari menunggu tambahan ketersediaan air baku.
"Kuncinya adalah air baku, tanpa air baku sehebat apapun perusahaan air tidak akan menyelesaikan masalah. ATB tidak bisa berbuat apa-apa kalau tidak didukung oleh air baku yang memadai. Kalau air laut bisa di jadikan olahan untuk air tawar , namun dampaknya pada harga jual yang tinggi," jelas Benny lagi.
Sementara itu, Robert M Sianipar, Deputi Bidang Pengusahaan Sarana Lainnya BP Batam mengatakan, kondisi pulau Batam saat ini sangat sudah rawan akan krisis air bersih. Hal ini bisa dilihat pada tahun 2015 ketika terjadi badai Elnino yang mengakibatkan waduk mengalami kekeringan.
"Apa yang harus kita lakukan memang perlu melestarikan waduk yang ada, artinya menjaga daerah tangkapan air hingga menjaga hutan kita," ujar Robert.
Robert juga menjelaskan, secara global, dunia cukup melimpah dengan air, namun hanya sedikit saja yang bisa dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Termasuk Batam yang tidak memiliki sumber air, dan hanya mengandalkan curah hujan yang turun.
Saat ini, BP Batam memiliki 8 waduk untuk menampung air hujan. Dari jumlah tersebut, tujuh waduk di antaranya berada di Batam dan satu lagi berada di pulau Rempang. Namun, Waduk Baloi saat ini tidak bisa difungsikan lagi, sementara Waduk Tembesi belum bisa digunakan karena masih tahap proses.
Oleh karena itu, ada peraturan meteri dan diperkuat dengan peraturan kepala BP Batam bahwa daerah tangkapan air tidak boleh ada kegiatan.
"Waduk-waduk di Batam juga sangat perlu dilestarikan agar bisa berfungsi maksimal. Intinya adalah tugas kita bersama masyarakat maupun pemangku kepentingan yang terkait untuk bisa dengan segala upaya menjaga daerah tangkapan air kita," ungkap Robert.
Pemerintah pun mendisain tampungan air yang ada di Batam, hanya bisa memenuhi kebutuhan satu juta orang. Namun kondisi saat ini jumlah penduduk Batam sudah mencapai 1,2 juta jiwa. Di sisi lain, konsumsi air di Batam sudah sangat tinggi di banding negara lain.
Kesempatan diskusi terbatas ini juga dihadiri oleh panelis, dan tamu undangan di antarnaya Kepala Bapedal Kota Batam Dendi Purnomo, Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang dan Pertanahan provinsi Kepri Abu Bakar.
Terdapat juga perwakilan perusahaan air minum kemasan di Batam, Ketua kadin Batam, Yayasan Lembaga Konsumen Batam (YLKB), dan Pers.